Quantcast
Channel: Mongabay.co.id
Viewing all 3881 articles
Browse latest View live

Berkonflik dengan Suaka Margasatwa, Enam Warga Muba Dijerat UU P3H dan Konservasi SDA

$
0
0
Pemeriksaan warga yang dituduh merusak Suaka Margasatwa Dangku di Mapolda Sumsel. Foto: AMAN Sumsel

Pemeriksaan warga yang dituduh merusak Suaka Margasatwa Dangku di Mapolda Sumsel. Foto: AMAN Sumsel

AMAN Sumsel berencana mempraperadilkan BKSDA karena proses penangkapan dinilai tak sesuai prosedur. Koalisi masyarakat sipil pun meminta aparat tak menangkap masyarakat yang mempertahankan hak mereka.

Kekhawatiran berbagai kalangan kala UU Pencegahan dan Pemberantasan Pengrusakan Hutan (P3H) disahkan hanya akan menyasar masyarakat yang tinggal di sekitar dan dalam hutan, terbukti benar. Kasus kedua, setelah vonis maksimal terhadap empat warga adat Semende Agung, Bengkulu kini terjadi di Musi Banyuasim, Sumatera Selatan.

Enam dari tujuh petani—sebelumnya dikabarkan lima—ditetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian. Mereka dituduh merusak hutan Suaka Margasatwa Dangku, dan dijerat UU No.35 tahun 1990 tentang Konservasi SDA dan UU No.18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Pengrusakan Hutan (P3H).

“Mereka masih diperiksa penyidik. Enam orang ditetapkan sebagai tersangka, satu menjadi saksi,” kata Kombes Pol R Djarot Padakova, Kabid Humas Polda Sumsel kepada Mongabay, Jumat (13/6/14).

Enam tersangka itu, dua tokoh adat marga Tungkal yakni Muhammad Nur Djakfar (73) dan Zulkipli (53). Lalu, Dedy Suyanto (30) warga Betung, Sukisna (40),  Samingan (43) dari Sukadamai, dan Anwar (29)  dari Sungaipetai. Sedang Wiwit (22) menjadi saksi.

Djarot mengatakan, sebagian hutan Suaka Margasatwa Dangku sudah menjadi pemukiman. “Mungkin sudah ratusan penduduk.”

Sebelumnya, Rabu (11/6/14), kepolisian Polda Sumsel, BKSDA, Dinas Kehutanan Sumsel, operasi gabungan di hutan Suaka Margasatwa Dangku. Versi kepolisian enam petani ditangkap di Suaka Margasatwa Dangku.

Menurut Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Sumsel, empat petani ditangkap di lokasi, tiga di posko Dewan Petani Sumsel di Tungkal Jaya, seusai pelatihan pemetaan partisipatif wilayah adat. “Ketiga petani diciduk di posko itu Muhammad Nur Djakfar, Zulkipli, dan Wiwit,” kata Rustandi Ardiansyah, ketua AMAN Sumsel.

AMAN akan Praperadilkan BKSDA

AMAN Sumsel mengutuk penangkapan warga kala organisasi ini mengadakan kegiatan pemetaan partisipatif wilayah adat. Bukan itu saja, aparat bertindak sewenang-wenang karena merampas kamera dan menghapus data AMAN SumSel. “Kami akan menuntut secara hukum,”  kata Rustandi.

AMAN juga berencana mempraperadilkan BKSDA atas proses penangkapan yang tidak sesuai prosedur hukum. “BKSDA dan aparat harus jeli, jangan asal tangkap. Kami meyakini perjuangan tokoh adat Muhammad Nur Djakfar dan Zulkipli semata mempertahankan hak adat. Tidak ada kaitan dengan aktivitas kelompok yang menggagar lahan adat yang diklaim Suaka Margasatwa Dangku oleh BKSDA.”

Bahkan, AMAN SumSel mensinyalir ada praktik illegal logging di lahan yang melibatkan BKSDA dan Dinas Kehutanan.

Rumah warga adat yang dibakar dalam operasi gabungan TNBBS di Bengkulu. Foto: AMAN Bengkulu

Penangkapan tanpa ada pemberitahuan atau menunjukkan surat-surat semestinya juga dipertanyakan berbagai kalangan. Bahkan beberapa dokumen DPSS dan pembukuan keuangan lembaga dirampas aparat.

Bawor Purbaya dari HuMa mengatakan, tindakan aparat TNI/Polri dan petugas BKSDA melanggar hukum dan tidak mencerminkan perilaku bangsa berbudaya.  “Tindakan ini tidak langsung melarang hak manusia berkumpul dan berserikat,” dalam pernyataan bersama organisasi masyarakat sipil kepada media.

Untuk itu, dia meminta Kapolda Sumsel segera membebaskan petani yang ditangkap. “Kami minta TNI/Polri berhenti campur tangan dalam konflik agraria dan kehutanan terkait hak-hak masyarakat adat,” kata Rian Syaputra, dari Walhi Sumsel.

Kalangan organisasi masyarakat sipil mendesak aparat menghentikan penangkapan warga yang mempertahankan hak mereka.

Beberapa Organisasi organisasi itu antara lain Walhi Sumsel, Padi Indonesia,  HuMa, Walhi Kaltim, Perkumpulan Menapak Indonesia, LBH Universitas Balikpapan, Scale Up Riau, Epistema Institute, dan Serikat Petani Sriwijaya. Lalu, SOFI Institute, JKMA Aceh, LBBT Kalimantan Barat, RMI Bogor, Bantaya Palu, Balang Institute, GBHR Kalimantan Barat, LBBT Pontianak, Papanjati Jawa Timur, Qbar Padang, dan AKAR Bengkulu.

Status Hutan Margasatwa Dangku

Menurut Rustandi, tuduhan penjarahan oleh kepolisian menggunakan UU Konservasi SDA dan UU P3H, sangat tidak tepat. “Lahan dikuasai masyarakat itu tanah adat. Justru hutan adat menjadi suaka itu harus dipertanyakan. Masyarakat menetap untuk hidup. Berkebun, bertani, juga menetap. Ya, seperti kehidupan sebelum tanah adat itu diambil pemerintah untuk hutan Suaka Margasatwa Dangku.” AMAN mendesak kepolisian segera membebaskan warga.

Senada diungkapkan Mualimin Pardi Dahlan, ketua Badan Pelaksana Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN). Menurut dia, kepolisian dan BKSDA harus berhati-hati memproses

hukum ketujuh warga ini. “Sebab belum ada ketetapan hukum jelas mengenai wilayah itu sebagai hutan Suaka Margasatwa,” katanya.

Saat dikuasai masyarakat, kondisi sudah rusak. Banyak penebangan liar yang diduga dilakukan aparat. Bahkan, tidak ditemukan lagi satwa seperti gajah, harimau, tapir di sana. “Tahun 1990-an, beroperasi HPH di situ.”

Suaka Margasatwa Dangku berada di Kecamatan Bayung Lencir, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumsel. Ia berjarak sekitar 150 kilometer dari Palembang, memiliki luas 31.752 hektar berdasarkan SK Menteri Kehutanan Mei 1991. Sebelum itu, SK Menhut 1986, luas Margasatwa Dangku 70.240 hektar.

 


Berkonflik dengan Suaka Margasatwa, Enam Warga Muba Dijerat UU P3H dan Konservasi SDA was first posted on June 14, 2014 at 9:08 am.

Greenpeace: Perlindungan Lingkungan Belum Jadi Prioritas Kedua Capres

$
0
0

Hutan dan lahan gambut hancur oleh izin yang diberikan pemerintah. Semoga pemerintah baru, memberikan keseriusan dalam mengurangi boros izin kepada industri ekstraktif. Foto: Lili Rambe

Greenpeace menilai visi misi yang diutarakan calom Presiden (capres) peserta pilpres tahun ini belum maksimal menempatkan isu lingkungan sebagai agenda prioritas. Kedua pasangan belum menunjukkan strategi dan target kuat dalam perlindungan dan pemulihan kerusakan lingkungan.

“Kedua pasangan ada semangat memperbaiki lingkungan, tapi belum mencukupi untuk memulihkan keadaan sekarang. Keduanya masih menunjukkan ketergantungan terhadap industri ekstraktif sebagai andalan pendapatan negara,” kata Longgena Ginting, kepala Greenpeace Indonesia, pada diskusi publik di Jakarta, Kamis (12/6/14).

Greenpeace mengkritisi visi misi capres dari empat sisi, yakni, perlindungan iklim dan energi terbarukan, perlindungan air dari bahan kimia beracun dan berbahaya, perlindungan hutan dan gambut, serta pemulihan dan perlindungan laut.

“Kedua visi misi kami kritisi obyektif. Kami bukan membandingkan head to head mencari siapa yang paling unggul. Keduanya mempunyai kelemahan.” ,”

Kedua pasangan berencana lebih mengembangkan industri hilir menggunakan bahan kimia berbahaya. Ini berpotensi melepaskan limbah ke lingkungan tanpa ada komitmen menuju nol persen pembuangan bahan kimia berbahaya.

Di sektor kelautan, pasangan Prabowo-Hatta dinilai belum menjawab desakan kebutuhan pembenahan tata kelola perikanan. Termasuk lemahnya evaluasi dan pengawasan perizinan yang bermuara pada makin banyak praktik perikanan ilegal dan penangkapan ikan berlebih. Begitu juga pasangan Jokowi-Jusuf Kalla. Mereka tak menyatakan pembenahan terkait lemahnya tata kelola perikanan sebagai agenda prioritas.

“Padahal  Indonesia negara maritim. Harusnya jadi perhatian serius. Dampak tidak hanya ke nelayan, seluruh masyarakat. Kalau laut mati, planet akan mati. Kita berkejaran dengan waktu untuk segera menyelamatkan bumi,” kata Longgena.

Di sektor kehutanan, kedua pasangan belum memperlihatkan, komitmen menuju nol deforestasi. Pasangan Jokowi-JK lebih menitikberatkan pada pemberantasan penebangan liar. Padahal,  itu identik dengan penebangan tanpa izin oleh masyarakat. Sedang praktik konversi lahan oleh perusahaan besar belum menjadi perhatian.

Tambang nikel di Morowali yang menyebabkan air sungai dan laut tercemar, berubah warga menjadi orange. Mudah-mudahan pemimpin baru tak hanya berpikir bagaimana mengeksploitasi sumber daya alam atas nama pembangunan. Namun, mengedepankan masa depan warga dengan memberikan lingkungan yang sehat. Foto: Sapariah Saturi

Begitu juga pasangan Prabowo-Hatta. Mereka menegaskan keragaman hayati, flora dan fauna sebagai aset bangsa, tapi tidak memberikan komitmen perlindungan hutan dan gambut yang tersisa.

“Kerusakan hutan sudah massif. Laju deforestasi 70 hektar per jam. Ini setara kolam renang olimpiade. Harusnya jadi perhatian serius kedua capres. Tak hanya soal politik, hukum, HAM dan ekonomi. Perlindungan lingkungan hidup harus menjadi prioritas.”

Longgena mengatakan, Indonesia negara ketiga dengan hutan terluas di dunia. Sekitar 40 juta masyarakat adat menggantungkan hidup dari hutan. Seharusnya, pemerintah memperhatikan nasib mereka secara serius.

Senada dengan Longgena,  team leader Climate and Energy Campaign Greenpeace Indonesia Arif Fiyanto mengatakan, visi misi kedua capres-cawapres sudah menempatkan agenda perbaikan lingkungan hidup. Namun tidak konsisten dengan solusi yang ditawarkan.

“Satu sisi pasangan Jokowi-JK menempatkan perubahan iklim sebagai isu prioritas. Namun visi misi masih mencantumkan batubara sebagai sumber energi sekaligus pendapatan negara.”

Dalam kesempatan sama, Masanto, tim sukses Jokowi-JK mengatakan, anggaran  pemerintah untuk subsidi BBM sangat memberatkan. Dia setuju mulai mengurangi dan beralih menggunakan bahan bakar terbarukan.“Secara pelan-pelan pemerintah harus mulai menggunakan energi alternatif lebih terbarukan.”

Dia juga menyoroti UU di Indonesia yang mengatur soal lingkungan hidup belum dijalankan maksimal. “Perlu penegakan hukum menimbulkan efek jera. Namun itu tidak cukup. Perlu partisipasi kuat masyarakat. Pemerintah dan masyarakat harus berkolaborasi aktif mengawasi ini. Termasuk memantau illegal fishing,” kata Masanto.

Dia mengatakan, pemerintahan Jokowi-JK akan menata hutan kembali. Memotret secara keseluruhan kondisi hutan agar bisa tahu permasalahan seperti apa. “Jika data lengkap dan valid,  penyelesaian konflik kehutanan bisa segera diselesaikan.”

Sementera tim sukses Prabowo Subianto meskipun sudah mengkonfirmasi akan hadir, namun hingga acara selesai tak kunjung datang.


Greenpeace: Perlindungan Lingkungan Belum Jadi Prioritas Kedua Capres was first posted on June 15, 2014 at 6:58 pm.

Wah, Lahan Hutan Lindung Meranti Diperjualbelikan

$
0
0
Mahasiswa dan pemuda Kabupaten Tobasa aksi protes menolak eksploitasi hutan Meranti, Tobasa dan menolak jual beli lahan hutan lindung. Foto: Ayat S Karokaro

Mahasiswa dan pemuda Kabupaten Tobasa aksi protes menolak eksploitasi hutan Meranti, Tobasa dan menolak jual beli lahan hutan lindung. Foto: Ayat S Karokaro

Masyarakat melaporkan dugaan jual beli lahan hutan lindung di Desa Meranti, Kecamatan Pintu Pohan. Setelah ditelusuri, dari pemantauan area oleh Dinas Kehutanan Toba Samosir (Tobasa), Sumatera Utara (Sumut), memperlihatkan kawasan itu benar masuk hutan lindung.

Parlindungan Manurung, kepala Bidang Penatagunaan Hutan, Dinas Kehutanan Tobasa, Rabu (11/6/14) mengatakan, beberapa bulan lalu mendapatkan laporan jual beli lahan hutan lindung Meranti, oleh pihak-pihak tidak bertanggungjawab. Meski sudah berulangkali pengarahan dan pemaparan, namun jual beli lahan terus terjadi.

Dinas Kehutanan dan Polres serta Pemerintah Tobasa, mengecek titik koordinat di Desa Meranti. Hasilnya, benar, areal itu masuk kawasan hutan lindung.

Menurut Manurung, kawasan itu hutan lindung sesuai SK 44 tahun 2005 Menteri Kehutanan. Karena sudah ada transaksi jual beli lahan, maka hasil perhitungan titik koordinat ini diserahkan ke kepolisian guna penyidikan lebih lanjut.

AKBP Edi Faryadi, Kapolres Tobasa, menyatakan, masih pengumpulan bukti dan keterangan, terkait dugaan jual beli lahan masuk kawasan itu.

Polres sudah gelar perkara kasus ini. Dari bukti yang ditemukan, katanya,  kuat dugaan terjadi penjualan lahan hutan Meranti. “Nanti dikabari. Masih penyidikan. Tidak boleh ada penjualan lahan hutan lindung. Ini harga mati.”

Berdasarkan laporan masyarakat adat Desa Meranti, ditemukan sekitar ada 116 surat akta jual beli kawasan hutan Meranti, dibuat PPAT Ibu Kota Balige.

Data diterima Mongabay, akta jual beli terdiri dari akta nomor 194-346 tertanggal 22 November 2006. Setidaknya ada 242.132 meter persegi kawasan hutan lindung sudah diperjualbelikan.

Sebelumnya, BPN menegaskan,  tidak akan mengeluarkan sertifikat lahan di kawasan hutan. Suhaily Syam, Sekretaris Utama BPN meminta seluruh BPN di Indonesia jangan berspekulasi sampai melanggar aturan hukum.

“Saat ini, banyak pegawai BPN dipenjara karena bersentuhan dengan kawasan hutan,” katanya, saat memberikan sertifikasi 3.010 sertifikat, kepada masyarakat di kabupaten dan kota Sumut, di lahan budidaya, Mei 2014.

Khusus lokasi kawasan hutan, tidak akan mengeluarkan sertifikat.  Jika terjadi, katanya, sama saja menjerat diri sendiri karena melanggar hukum.

Suhaily Syam, Sekretaris Utama BPN RI menyerahkan sertifikat tanah pada masyarakat Sumut. Foto: Ayat S Karokaro

Suhaily Syam, Sekretaris Utama BPN RI menyerahkan sertifikat tanah pada masyarakat Sumut. Foto: Ayat S Karokaro

 

 


Wah, Lahan Hutan Lindung Meranti Diperjualbelikan was first posted on June 16, 2014 at 4:27 am.

Tolak Tambang dan Pabrik Semen, Warga Rembang Diintimidasi TNI/Polri

$
0
0
Aksi penolakan warga terhadap tambang karts dan rencana pembangunan pabrik, PT Semen Indonesia. Foto: Omahekendeng

Aksi penolakan warga terhadap tambang karts dan rencana pembangunan pabrik, PT Semen Indonesia pada Mei 2014. Foto: Omahekendeng

Tujuh warga sempat diamankan, lalu dilepas. Ibu-ibu yang aksi ada yang dilempar ke semak belukar dan dicekik aparat.

Tak kurang 500-an warga desa menolak tambang karst dan pembangunan pabrik PT Semen Indonesia (SI) di Kawasan Gunung, Kendeng, Rembang Jawa Tengah, pada Senin (16/6/14). Warga yang didominasi para perempuan ini menduduki rencana lokasi tapak pabrik.  Sekitar tujuh orang sempat diamankan TNI/Polri, termasuk ibu-ibu.

Warga protes karena tidak mendapatkan sosialisasi ataupun informasi seputar tambang dan pembangunan pabrik itu. Penolakan sudah dilakukan sejak awal tetapi tak mendapatkan tanggapan.

Aan Hidayah, warga yang ikut aksi kepada Mongabay mengatakan, sejak pagi sekitar 100-an pesonil Polres Rembang dan TNI siaga menghalangi dan mengintimidasi warga. Warga yang bersembunyi di semak-semak sekitar pertigaan pabrik semen di-sweeping aparat.

“Aksi ini menjadi pilihan terakhir setelah warga tidak pernah diberi untuk menyuarakan berbagai pelanggaran yang dilakukan selama persiapan proyek pembangunan pabrik semen di Rembang,” katanya mewakili  Aliansi Warga Rembang Peduli Pegunungan Kendeng (AWRPPK).

Menurut dia, warga tidak pernah dilibatkan sama sekali oleh SI. Tak ada sosialisasi akan dibangun pabrik semen. Perusahaan selalu menutupi berbagai hal  dan warga khawatir dampak penambangan semen ini.

“Tadi terakhir sempat ada ditangkap aparat tujuh orang warga, satu perempuan, enam laki-laki. Kini sudah dibebaskan.”

Ming Lukiarti,  warga dari Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng di Rembang mengatakan, ada dua ibu-ibu, Murtini dan Suparmi pingsan karena intimidasi dan sweeping aparat. Ada juga warga lecet di badan karena terkena duri semak belukar. “Ibu-ibu  dilempar aparat ke semak blukar, ada ibu-ibu dicekik.”

Dalam catatan dari AWRPPK, dokumen Amdal tidak pernah disampaikan kepada warga. Tidak pernah ada penjelasan mengenai dampak-dampak negatif akibat penambangan dan pendirian pabrik semen.

Intimidasi sering terjadi seiring gerakan warga yang ingin memperjuangkan hak memperoleh informasi jelas dan lingkungan hidup sehat.

Aliansi juga mencatat ditemukan dugaan pelanggaran hukum antara lain penggunaan kawasan cekungan air tanah Watuputih sebagai area penambangan batuan kapur untuk bahan baku pabrik semen. Ini melanggar Perda RTRW Jawa Tengah Nomor 6 Tahun 2010 pasal 63 yang menetapkan area ini kawasan lindung imbuhan air. Juga Perda RTRW Rembang Nomor 14 Tahun 2011 pasal 19 yang menetapkan area ini sebagai kawasan lindung geologi.

Warga Rembang, aksi protes sambil sholat Dzuhur. Foto: Omaekendeng

Warga Rembang, aksi protes sambil sholat Dzuhur, Mei 2014. Foto: Omaekendeng

Ditemukan juga dugaan penebangan kawasan hutan tidak sesuai persetujuan prinsip tukar menukar kawasan hutan oleh Menteri Kehutanan, surat Nomor S. 279/Menhut-II/2013 tertanggal 22 April 2013. Dalam surat itu menyatakan, kawasan yang diizinkan ditebang adalah hutan KHP Mantingan, secara administrasi pemerintahan terletak di Desa Kajar dan Desa Pasucen,  Kecamatan Gunem, Rembang. Fakta di lapangan, SI menebang kawasan hutan Kadiwono,  Kecamatan Bulu kurang lebih 21,13 hektar untuk tapak pabrik.

Dalam Perda no 14 tahun 2011 tentang RTRW Rembang, Bulu bukan buat industri besar.

Dari pendataan aliansi, bukti-bukti lapangan seperti 109 mata air, 49 goa, dan empat sungai bawah tanah yang masih mengalir dan mempunyai debit bagus, serta fosil-fosil yang menempel pada dinding goa, makin menguatkan keyakinan kawasan karst Watuputih harus dilindungi.

“Proses produksi semen berpotensi merusak sumber daya air yang berperan sangat penting bagi kehidupan warga sekitar dan warga Rembang serta Lasem. PDAM mengambil air dari Gunung Watuputih.”

Kebutuhan lahan sangat luas untuk perusahaan-perusahaan semen akan berdampak pada kehilangan lahan pertanian, hingga petani dan buruh tani akan kehilangan lapangan pekerjaan. Kondisi ini, akan menurunkan produktivitas pertanian pada wilayah sekitar, karena dampak buruk timbul, misal, sumber mata air mati, polusi debu, dan keseimbangan ekosistem alamiah terganggu. Akhirnya, semua akan melemahkan ketahanan pangan daerah dan nasional.

Dalam UU 32 tahun 2009  tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup diatur, bahwa masyarakat memiliki hak dan kesempatan berperan aktif dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Ia bisa berupa peran pengawasan sosial, pemberian saran, pendapat, usul, keberatan, pengaduan dan dan menyampaikan informasi dan atau laporan.

“Namun ketidaktransparan dan ketidakadilan di lapangan saat ini mengakibatkan terjadi perampasan hak rakyat atas informasi terkait rencana pembangunan pabrik semen,” kata Aan.

Tak hanya itu, temuan Komnas HAM ada pelanggaran HAM di Kecamatan Gunem Rembang. “Ini harus segera ditindak tegas dan aparat. Polri dan TNI harus membela pada rakyat bukan para perusahaan yang jelas-jelas merugikan rakyat.”

Dalam aksi itu, aliansi menuntut beberapa hal.  Antara lain, menuntut pemerintah Jawa Tengah dan pemerintah Rembang menghentikan semua kegiatan SI karena melanggar peraturan. Lalu, menuntut Kementerian Lingkuhan Hidup evaluasi terhadap Amdal dan mendesak Kementerian Kehutanan evaluasi izin prinsip kawasan.

Data temuan dari Jatam menyebutkan, hingga 2013, tambang karst di Jawa, mencapai 76 izin, tersebar di 23 kabupaten, 42 kecamatan dan 52 desa dengan total konsesi tambang karst 34.944,90 hektar. Kondisi ini bisa menjadi ancaman serius bagi lingkungan di Jawa.

Dari analisis Jatam, eksploitasi karst di Jateng sebagian besar dipicu legalisasi daerah seperti Peraturan Daerah Jawa Tengah Nomor 6 Tahun 2010 tentang RTRWP 2009-2029. Lalu, Perda RTRW Kabupaten Kebumen nomor 23 tahun 2012 menyebutkan bentang alam karst Gombong memiliki luas lebih kurang 4.894 hektar dan lain-lain.

Ki Bagus Hadi Kusuma, Manajer Kampanye Jatam mengatakan, Jatam mengecam tindakan kekerasan TNI/Polri kepada petani di Rembang yang menolak eksploitasi dan pndirian pabrik semen di Kendeng.

“Seharusnya aparat brsikap netral dan tak represif karena warga hanya pendudukan bukan perusakan. Apalagi dalam masa kampanye dan mnjelang pilpres, aparat seharusnya menjaga situasi kondusif, bukan menyulut konflik akar rumput,” katanya.

Menurut dia, sudah berkali-kali warga, akademisi maupun masyarakat sipil pegiat lingkungan mengingatkan Gubernur Jateng dan Bupati Rembang mengenai bahaya eksplotasi karst di kawasan kendeng.

Waga Rembang, kala aksi pendudukan lopkasi yang akan menjadi pembangunan pabrik semen. Foto: Omahekendeng

Waga Rembang, kala aksi pendudukan lopkasi yang akan menjadi pembangunan pabrik semen. Foto: Omahekendeng

“Sudah sewajarnya gubernur dan bupati tahu risiko prtambangan di kawasan karst. Dengan menyetujui pnambangan dan pembangunan pabrik semen ini berarti mereka merelakan warga menderita kekeringan, banjir dan longsor.”

Untuk itu, Jatam mendesak Pemerintah Jateng dan Rembang membatalkan seluruh perizinan tambang di pegunungan Kendeng. Sebab, katanya, daya dukung alam dan lingkungan jika terjaga terbukti mampu meghidupi ekonomi Rembang. “Pemda harus berpikir ribuan kali sebelum menerima investor merusak. PAD sektor pertanian rakyat seharusnya diselamatkan pemda.”

Konsorsium Pembaruan Agraria pun mengutuk aksi aparat ini. Iwan Nurdin, sekretaris jenderal KPA mendesak Gubernur Jateng menghentikan dan mencabut rencana dan izin penambangan karst dan pabrik semen di Pegunungan Kendeng. Lalu, menuntut SI menarik alat berat yang sedang menambang karst di Rembang. “Ini mengancam penghidupan warga,” kata Iwan.

KPA juga mendesak mengusut tuntas kekerasan aparat keamanan kala aksi blokde yang menyebabkan petani luka-luka. KPA juga meminta aparat kepolisian dan TNI menghentikan cara-cara kekerasan dan tindakan represif terhadap warga. “Ini keterlibatan kepolisian dalam proses penanganan konflik agraria di Jateng.”

Iwan juga mendesak Gubernur Jateng menyelesaikan konflik agraria di daerah itu hingga tuntas dan menyeluruh, khusus di Kebumen, Sragen dan Rembang. “Ini agar tercipta keadilan sosial dan kemakmuran bagi petani di Jateng.”

Kecaman sama juga datang dari Walhi Nasional. Walhi menyayangkan insiden ini dan mendesak negara segera mengusut para pelaku yang bertindak sewenang-wenang dan menangkap warga.

Edo Rachman, pengkampamye Walhi Nasional mengatakan, insiden ini dampak pengabaian peran negara melindungi hak lingkungan sebagai bagian dari HAM.

“Warga mempertahankan kawasan karst untuk kepentingan kehidupan mereka dan generasi yang menjadi sumber air bagi kehidupan warga,” katanya.

Seharusnya, katanya,  negara melindungi warga yang memperjuangkan lingkungan hidup sehat. “Insiden ini bentuk pembiaran negara yang tidak melibatkan warga dalam mewujudkan hak veto rakyat. Hak terlibat dalam pengambilan keputusan. Negara wajib meminta pendapat warga terkait perencanaan dan peruntukkan kawasan budidaya.”

Dia mengatakan, dasar hukum warga sangat kuat menolak SI karena kawasan itu buat perlindungan.  “Ini tertuang dalam Perda RTRW Rembang.”

Menurut dia, insiden ini membuktikan pemerintah lebih berpihak kepada investor dibandingkan kehidupan warga yang tergantung dengan keberadaan karst ini.

Seharusnya, kata Edo, pemerintah dan aparat lebih cerdas menyikapi situasi politik saat ini, bukan justru bertindak yang bisa berdampak buruk bagi proses demokrasi.

“Walhi mendesak, pemerintah Rembang segera mencabut izin perusahaan dan mengeluarkan dari kawasan karst. Kawasan ini jauh lebih bermanfaat bagi masyarakat sebagai sumber-sumber kehidupan.”

Tokoh Agama Ikut Tolak Tambang

Sebelum itu, pada 25 Mei 2014, kalangan tolok agama terkemuka di Jateng juga menolak rencana pembangunan pabrik ini. Mereka antara lain, K.H. A. Mustofa Bisri, K.H. Yahya Staquf, K.H. Zaim Ahmad Ma’sum,  K.H. Syihabuddin Ahmad Ma’sum,  K.H. Imam Baehaqi dan K.H. Ubaidillah Ahmad.

Dikutip dari website Omahkendeng, menyebutkan, diadakan istighosah atau doa bersama di tapak pabrik Semen Indonesia, hutan Perhutani KPH Mantingan, Rembang. Dalam istighosah ini, warga delapan desa yakni, Suntri, Tegaldowo, Bitingan, Dowan, Timbrangan, Pasucen, Kajar, dan Tambakselo, sepakat menolak penambangan dan pendirian pabrik semen di Rembang.

Istighosah ini dibarengi pertemuan di Pondok Pesantren Roudlatut Thalibin, Rembang pada 25 Mei 2014 dihadiri berbagai organsisasi. Antara lain, Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK), Pengurus NU Rembang, Lasem, Pondok Pesantren Ngadipurwo Blora, Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumberdaya Alam.

Pertemuan ini sepakat menolak penambangan dan pendirian pabrik semen di Rembang dengan berbagai alasan, seperti temuan ratusan mata air, gua, dan sungai bawah tanah yang masih mengalir dan mempunyai debit bagus. lalu fosil-fosil sampai RTRW Jateng yang dilanggar. Jateng yang dilanggar.

Tambang ini dinilai melanggar prinsip kaidah fikih “dar’ul mafasid muqoddamun ‘ala jalbil mashalih.” Bahwa, kerusakan lingkungan akibat pembangunan pabrik semen lebih besar daripada manfaat.

Mongabay menghubungi Semen Indonesia melalui telpon humas di Gresik, Jawa Timur. Namun diberikan kontak person, Farid yang berada di lokasi. Sayangnya, saat dihubungi nomor tidak aktif. Kami juga mengirimkan pesan pendek namun belum juga balasan.

Polisi kala mengamankan warga yang aksi di Rembang. Foto: Omahekendeng

Polisi kala mengamankan warga yang aksi di Rembang. Foto: Omahekendeng


Tolak Tambang dan Pabrik Semen, Warga Rembang Diintimidasi TNI/Polri was first posted on June 16, 2014 at 1:23 pm.

Iwan Fals: Tolak Reklamasi Teluk Benoa

$
0
0
Iwan Fals, kala ke Bali, mendukung aksi tolak reklamasi Teluk Benoa akhir Mei 2014.

Iwan Fals, kala ke Bali, mendukung aksi tolak reklamasi Teluk Benoa pada November 2013.

Berbagai kalangan menolak rencana reklamasi Teluk Benoa, Bali, termasuk para musisi. Kekhawatiran makin besar, kala baru saja Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, menandatangani Perpres Reklamasi Teluk Benoa ini. 

Superman Is Dead, salah satu band Bali, yang digawangi Jerink, sejak awal kampanye menolak reklamasi. Kini, musisi legendaris Indonesia, Iwan Fals, juga menyatakan penolakan terhadap rencana itu.  Dia mengapresiasi anak-anak muda yang melakukan gerakan penolakan. “Semoga gerakan ini tetep terus dan tambah kuat,” kata Iwan, dalam wawancara ForBALI November  2013. Iwan ke Bali, ikut mendukung gerakan ForBALI menolak rencana reklamasi.

Iwan khawatir jika Teluk Benoa direklamasi. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana nasib hutan mangrove jika area itu disulap menjadi hotel dan lokasi hiburan lain.

Iwan menghawatirkan nasib nelayan yang turun temurun mencari rezeki di Teluk Benoa. Belum lagi biota laut bakal terancam.

“Saya sempat berbincang dengan supir saya dan banyak orang soal rencana reklamasi Benoa. Sangat menyedihkan jika itu terjadi. Saya bangga dengan anak-anak muda yang menolak reklamasi tanpa berbuat anarkis. Terimakasih. Saya bangga pada kalian.”

Sebagai bentuk penolakan reklamasi Teluk Benoa, Bali, Iwan menyanyikan bait lagu tolak reklamasi.

Keputusan bau konspirasi.

Penguasa, pengusaha bagi komisi.

Konservasi dikhianati….

Bangun Bali tolak reklamasi….

Bangun Bali tolak dibohongi,

Rusak bumi dan anak negeri.

“Tolak reklamasi, ” kata Iwan sambil mengepalkan jari tangan kanan.


Iwan Fals: Tolak Reklamasi Teluk Benoa was first posted on June 16, 2014 at 4:58 pm.

Lahan Gambut Ditemukan di Hutan Mangrove Gorontalo

$
0
0
Lahan gambut yang ditemukan di hutan mangrove di Cagar Alam Tanjung Panjang, Pahuwato, Gorontalo. Foto: Rahman Dako

Lahan gambut yang ditemukan di hutan mangrove di Cagar Alam Tanjung Panjang, Pahuwato, Gorontalo. Foto: Rahman Dako

Selama ini, Gorontalo, Sulawesi, belum terpantau memiliki lahan gambut. Namun, temuan terbaru memperlihatkan ada gambut di atas tegakan hutan mangrove di daerah ini.

Lahan gambut itu berada di kawasan hutan mangrove Cagar Alam Tanjung Panjang, di Pohuwato, masuk Teluk Tomini. Ia ditemukan tim peneliti Wetland International Indonesia Program, Iwan Tri Yoyok Wibisono ketika meninjau lapangan dalam program mangrove untuk masa depan.

Yoyok mengatakan, lahan gambut di hutan mangrove Indonesia baru dua tempat, Kabupaten Mamuju dan Gorontalo. “Kami berhasil mengambil titik koordinat dan mengukur ketebalan gambut secara sederhana. Dari observasi ini, kami menduga gambut berada di dua sungai dengan kedalaman bagian tengah lebih satu meter,” katanya kepada Mongabay, Sabtu (14/6/14).

Namun, ini masih menjadi analisis awal karena hanya berdasarkan pengukuran terbatas dan observasi singkat. Untuk mengetahui sebaran dan luas gambut di Tanjung Panjang, perlu kajian khusus. Pengukuran ketebalan gambut harus di banyak titik dengan transek didesain purposif untuk areal itu.

“Perlu kami sampaikan, gambut di Tanjung Panjang telah mengalami pengurasan air oleh masyarakat dengan pembuatan kanal-kanal.”

Dengan kanal ini, air turun hingga lapisan gambut, terutama bagian atas, akan kering. Kondisi inilah yang menyebabkan lahan gambut rawan terbakar. “Kalaupun tidak terbakar, lapisan gambut atas akan mengalami oksidasi atau melepaskan emisi gas rumah kaca. Karena bahan organik terekspos langsung oleh oksigen.”

Dari kunjungan lapangan, katanya, mereka melihat aktivitas penebangan liar masih di areal berhutan. Hal ini menjadi kendala dan tantangan tersendiri yang perlu dihadapi. Mengingat mangrove tumbuh di lahan gambut sangat jarang dijumpai, maka ekosistem di Tanjung Panjang tergolong sangat unik. “Sangat penting dilindungi dan direstorasi.”

Rahman Dako, project coordinator Mangrove For the Future Gorontalo mengatakan, lahan gambut ditemukan di Desa Siduwonge, Kecamatan Randangan, Pohuwato. Dia menduga sebaran lahan gambut ada di daerah lain dalam cagar alam itu.

“Sayangnya, lahan gambut sudah menjadi tambak, air laut terkurung karena dibuat kanal oleh masyarakat. Pohon-pohon mangrove mati. Kami akan membuat riset lebih dalam lagi.”

Hamparan gambut di Cagar Alam Tanjung Panjang, Gorontalo. Foto: Rahman Dako

Hamparan gambut di Cagar Alam Tanjung Panjang, Gorontalo. Foto: Rahman Dako

Polemik Cagar Alam Tanjung Panjang

Cagar alam ini salah satu dari enam kawasan konservasi di Gorontalo. Ia ekosistem mangrove sangat penting. Namun, mengalami degradasi dan deforestasi sangat parah dampak perambahan kawasan skala besar.

Kawasan ini berubah menjadi tambak bandeng dan udang. Beberapa desa masuk dalam cagar alam. Salah satu, Desa Siduwonge, Kecamatan Randangan, Pohuwato.

Usman Achir, kepala Desa Siduwonge, mengatakan, awal mula tambak masuk kawasan pada 1993. Dia saksi mata. Ketika itu Usman ikut survei awal ke lokasi cagar alam oleh lima instansi pada pemerintahan Sulawesi Utara.

Pemerintah daerah kewalahan. Bahkan potensi konflik antaretnis mengancam karena banyak warga asal Bugis mengelola tambak. Sedang masyarakat asli Gorontalo hanya sebagai peladang dengan hasil sedikit.

”Masalah di cagar alam sudah lama, sejak 1980-an. Kami dihadapkan psiko-sosial masyarakat. Sewaktu-waktu konflik horizontal bisa terjadi antara pendatang dengan penduduk lokal,” kata Syarif Mbuinga, Bupati Pohuwato.

Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), kesulitan memulihkan ekosistem. Setelah menjadi kawasan konservasi berdasarkan surat keputusan 1984, penataan batas pada 1992 dengan panjang 35,53 kilometer. Pal batas 271 buah, dimulai titik nol bagian utara, dan titik 270 bagian selatan. Proses ini melahirkan surat keputusan penetapan cagar alam. Kini, batas kawasan hilang.

Padahal, di cagar alam itu didominasi ekosistem mangrove dan hutan pantai ini. Di Tanjung Panjang, banyak dijumpai berbagai jenis mangrove, seperti Brugueira Sp, Rhizopora Sp, Avicennia Sp, serta Nipah atau Nypa Sp. Untuk fauna, bisa ditemui elang laut, Kuntul Egretta Sp, moluska, serangga hingga berbagai ikan.

Gambut yang ditemukan di hutan mangrove Gorontalo: Rahman Dako

Gambut yang ditemukan di hutan mangrove Gorontalo: Rahman Dako


Lahan Gambut Ditemukan di Hutan Mangrove Gorontalo was first posted on June 17, 2014 at 7:50 am.

Forum Rakyat Bali Desak SBY Batalkan Perpres Reklamasi

$
0
0
Outsider Bali kala aksi menuntut Presiden SBY batalkan perpres reklamasi yang baru keluar Mei 2014. Foto: Anton Muhajir

Outsider Bali kala aksi menuntut Presiden SBY batalkan perpres reklamasi yang baru keluar Mei 2014. Foto: Anton Muhajir

Made Wiliani bergabung dalam aksi Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi (ForBali), Selasa (17/6/14) di Denpasar, Bali. Dia memakai kebaya ala perempuan Bali. Kepala berisi pita putih dengan tulisan hitam,”Bali Tolak Reklamasi.”

Wiliani warga Desa Kedonganan, Kecamatan Kuta, Badung. Bersama lebih 1.000 orang, dia bergabung menuntut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membatalkan Peraturan Presiden (Perpres) nomor 51 tahun 2014.   

“Tolak Reklamasi!” Suaranya menyatu dengan ribuan warga yang ikut aksi.

“Saya tidak ingin pulau saya tenggelam karena pembangunan pariwisata yang tidak terkontrol,” katanya.

Bersama yang lain, Wiliani mengelilingi lapangan terluas di Denpasar ini. Massa berhenti sekitar 30 menit di depan Bank Artha Graha Denpasar. Bank milik taipan Tomy Winata, pemilik PT Tirta Wahana Bali Internasional (TWBI) yang akan membangun fasilitas mewah di Teluk Benoa.

Satu per satu juru bicara aksi berorasi. Ada perwakilan warga, mahasiswa, maupun ForBali. Tiga puluh menit kemudian, massa melanjutkan aksi ke kantor Gubernur Bali, berjarak sekitar 300 meter dari sana.

Massa menuntut SBY membatalkan aturan pengganti Perpres no 45 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan (Sarbagita) itu.

Massa sebagian besar anak-anak muda yang datang dari beragam latar belakang. Ada mahasiswa, musisi, aktivis, warga adat, ibu rumah tangga, orang disabel, bahkan anak-anak. Mereka membawa berbagai poster, spanduk, maupun perangkat aksi lain berisi penolakan terhadap rencana reklamasi Teluk  Benoa.

Ada yang berpakaian adat, beralmamater kampus, juga kostum ala anak punk. Di belakang massa, puluhan orang berpakaian adat Bali madya (santai) membawa gamelan. Mereka memainkan musik tradisional Bali dalam irama cepat hingga menambah gairah suasana aksi.

Musik saling mengisi dengan irama lain dibawakan musisi-musisi Bali seperti The Hydrant, BullHead, dan lain-lain. Band-band indie ini memainkan ketipung, ukulele dan gitar sambil bernyanyi.

“Sayang Bali, tolak reklamasi.”

“Sayang Bali, kita dibohongi.”

“Rusak bumi dan anak negeri..”

Warga Bali yang tergabung dalam ForBali aksi mendesak SBY membatalkan prepres yang membuak peluang reklamasi Teluk Benoa, Bali. Foto: Anton Muhajir

Warga Bali yang tergabung dalam ForBali aksi mendesak SBY membatalkan prepres yang membuka peluang reklamasi Teluk Benoa, Bali. Foto: Anton Muhajir

 

Peta perbandingan antara kedua Perpres. Sumber: ForBali

Di akhir aksi, ForBali membacakan tiga pernyataan sikap di depan kantor Gubernur Bali.

Pertama, menuntut SBY membatalkan dan mencabut Perpres no 51 Th 2014 dan memberlakukan Perpres awal. Kedua, menuntut SBY menolak rencana reklamasi Teluk Benoa yang berpotensi mengancam hajat hidup orang banyak dan meningkatkan risiko bencana ekologis di Bali selatan.

Ketiga, mendesak SBY di masa akhir jabatan tidak mengeluarkan kebijakan strategis yang mengancam keberlangsungan hajat hidup orang banyak termasuk kebijakan reklamasi Teluk Benoa.

Babak Baru

Aksi ini semacam babak baru dalam perjuangan ForBali menolak rencana reklamasi setelah dilakukan selama sekitar satu tahun.

Pada 31 Mei 2014, SBY mengeluarkan perpres baru, terdapat perubahan wilayah pelestarian dan pemanfaatan. Meskipun termasuk zona penyangga, masih ada kegiatan-kegiatan diperbolehkan di zona ini. Misal, kelautan, perikanan, pariwisata, pengembangan ekonomi, dan dan pemukiman.

“Secara tidak langsung, perubahan ini membuka karpet merah bagi investor yang akan mereklamasi Teluk Benoa Bali,” kata Suriadi Darmoko, ketua Walhi Bali.

Penerbitan Perpres bari ini, intinya menghapuskan pasal-pasal yang menyatakan Teluk Benoa kawasan konservasi sebagaimana disebutkan pada perpres sebelumnya.  “Perpres baru ini terang-benderang mengakomodir kepentingan investor bisa mereklamasi Teluk Benoa,” kata I Wayan Suardana, koordinator ForBali.

Fakta ini, katanya, makin menegaskan rezim SBY, hukum bisa dipesan untuk memenuhi ambisi investor bahkan dengan mengelabui rakyat sendiri.

Penolakan ForBali sejak setahun lalu. Gabungan berbagai kelompok masyarakat sipil Bali ini menolak rencana reklamasi di kawasan segitiga emas antara Sanur, Kuta, dan Nusa Dua oleh TWBI.

ForBali antara lain terdiri dari Front Demokrasi Perjuangan Rakyat Bali, Komite Kerja Advokasi Lingkungan Hidup Bali), Gerakan Masyarakat Pemuda Tolak Reklamasi Teluk Benoa), Walhi Bali, dan Sloka Institute.

Ada juga Mitra Bali, PPLH Bali, PBHI Bali, Kalimajari, Yayasan Wisnu, Manikaya Kauci, Komunitas Taman 65, Komunitas Pojok, Bali Outbond Community, Penggak Men Mersi, ALL PIS, BEM Universitas Hindu Indonesia (UNHI) Bali. Tak ketinggalan, PPMI DK Denpasar, Eco Defender, Nosstress, The Bullhead, Geekssmile, Superman Is Dead, Navicula serta komunitas dan individu-individu yang peduli keselamatan Bali.

Ada beberapa alasan ForBali menolak reklamasi ini. Antara lain,  karena Teluk Benoa kawasan konservasi, hutan mangrove seluas 1.373 hektar, terluas di Bali. Kawasan ini rumah habitat perairan seperti ikan, padang lamun, rumput laut, terumbu karang, dan lain-lain.

Teluk Benoa juga muara bagi lima daerah aliran sungai (DAS) di Bali selatan yaitu DAS Badung, DAS Mati, DAS Sama, DAS Bualu, dan DAS Tuban. Teluk Benoa berfungsi sebagai penampung bagi air-air dari kelima DAS ini.

Menurut riset Conservation International (CI), reklamasi Teluk Benoa bisa mengakibatkan banjir bagi daerah di sekitar seperti Tuban, Kuta, dan Suwung. Kedonganan, desa di mana Wiliani ini termasuk daerah berisiko banjir jika reklamasi berjalan. “Daerah saya sudah terlalu banyak hotel,” kata Wiliani.

Aksi ForBali tolak rencana reklamasi yang terbuka dalam prepres yang baru saja diteken SBY. Foto: Anton Muhajir

Aksi ForBali tolak rencana reklamasi yang terbuka dalam prepres yang baru saja diteken SBY. Foto: Anton Muhajir

Bersama keluarga, anak kecil juga ikut aksi desak SBY batalkan perpres yang buka peluang reklamasi dan mengancam kawasan konservasi dan desa-desa sekitar. Foto: Anton Muhajir

Bersama keluarga, anak kecil juga ikut aksi desak SBY batalkan perpres yang buka peluang reklamasi dan mengancam kawasan konservasi dan desa-desa sekitar. Foto: Anton Muhajir

 


Forum Rakyat Bali Desak SBY Batalkan Perpres Reklamasi was first posted on June 17, 2014 at 1:52 pm.

Atasi Lahan Kritis, Pemerintah Libatkan Dunia Usaha dan Masyarakat

$
0
0

Pemukiman yang berada di sempadan sungai Ciliwung di Kota Bogor, ruang terbuka hijau makin menghilang. Foto: KPC Bogor

Menteri Kehutanan, Zulkifli Hasan menyatakan, lahan kritis di Indonesia, cukup tinggi sekitar 27 juta hektar hingga mengancam daerah aliran sungai (DAS). Untuk itu, dia mengajak dunia usaha dan masyarakat andil dalam merehabilitasi lahan kritis ini.

“Perusahaan harus bertanggungjawab dalam melestarikan lingkungan, sekaligus menjadi bagian dalam pembangunan DAS dari hulu ke hilir,” katanya dalam acara peringatan Hari Degradasi Lahan Dunia di Jakarta, Selasa (17/6/14).

Zulkifli mengatakan, dari 27 juta hektar lahan kritis itu, 20 juta hektar sangat kritis. Sisanya, agak kritis. Untuk itu, katanya,  perlu meningkatkan kesadaran semua pihak akan bahaya degradasi lahan dan kekeringan. “Ini agar mampu mendorong keseriusan dalam melestarikan kesuburan tanah.”

Program yang masih menjadi andalan Kemenhut adalah penanaman pohon. Hilman Nugroho, direktur jenderal Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Perhutanan Sosial, Kementerian Kehutanan, mengatakan, banyak pihak akan dilibatkan dalam memperbaiki lahan kritis ini, dari TNI/Polri, BUMN, BUMD, dan perusahaan.  “Ini untuk menjalankan penanaman 1 miliar pohon. Kita tak bisa mengandalkan dana dari APBN,” ujar dia.

Menurut dia, perusahaan harus dilibatkan terutama mereka yang beroperasi terkait lingkungan, contoh Astra yang memproduksi mobil. “Satu mobil terjual, mereka tanam 100 pohon. Satu motor djual tanam 10 pohon. Ini masih kita kaji.”

Begitu pula perusahaan-perusahaan yang menggunakan air. “Ada pohon, ada air, ada air, ada kehidupan. Ada kehidupan ada kesejahteraan. Kalo jual air, tak ada pohon, ya tak ada air,” kata Hilman.

Khusus perusahaan air ini, Kemenhut meminta pengamanan hulu dengan penanaman pohon. Namun, kesejahteraan masyarakat sekitar, katanya, harus menjadi perhatian serius. “Kalau hanya menanam tapi masyarakat ga diajak bicara susah. Misal, kalau ada masyarakat mau tanam buah-buahan, boleh. Yang penting, 70 persen kayu-kayuan, 30 persen buah-buahan,” katanya.

Dalam pelaksanaan nanti, Kemenhut akan memberikan informasi lokasi lahan kritis. “Kami yang rencanakan, kami tunjukkan di mana tempat yang harus ditanam dan berapa hektar.”

Nanti, kata Hilman, setiap lima tahun, lahan kritis yang sudah ditanami itu akan diukur berapa kira-kira penyerapan karbonnya.

Untuk pelibatan masyarakat, juga sudah berjalan cukup baik, terutama di Jawa.  Menurut Hilman,  warga mulai berminat memanfaatkan lahan, misal menanam sengon. Jenis tanaman ini, katanya, selain berfungsi penghijauan juga bernilai ekonomi. “Jadi, warga  diberi bibit, mau mereka tanam dan jaga. Tak diberi dana pemeliharaan pun mau. Karena kalau sudah panen satu pohon itu bisa laku Rp300 ribuan. Bisa membantu ekonomi mereka.”

Namun dia mengakui, minat menanam di luar Jawa, masih minim. Untuk itu, Kemenhut, terus mengajak berbagai pihak agar terlibat gemar menanam pohon. “Kita sediakan bibit gratis. Ayo, siapa saja yang mau tanam pohon.”

Bersamaan dengan peringatan Hari Degradasi Lahan ini, Kemenhut bersama beberapa perusahaan menandatangani nota kesepahaman rehabilitasi lahan kritis. Perusahaan-perusahaan itu antara lain, PT Tirta Investama, PT Aqua Golden Mississippi, PT Tirta Sibayakindo dan PT Holcim Indonesia.

Troy Pantouw, direktur komunikasi Aqua Grup menyampaikan, perusahaan mengelola DAS guna menjaga kualitas air dan sumber daya alam. Kemitraan bersama warga, katanya, sudah dilakukan, seperti inisiatif konservasi di Desa Pancawati, Caringin, Bogor.

das1-Screen Shot 2014-06-18 at 7.10.08 AM


Atasi Lahan Kritis, Pemerintah Libatkan Dunia Usaha dan Masyarakat was first posted on June 17, 2014 at 11:36 pm.

Rayakan Coral Day di Tengah Ancaman Kerusakan Pulau Bangka

$
0
0

 

Para turis yang mengikuti Caral Day di PulauBangka, Sulut. Foto: Themmy Doaly

Para turis yang mengikuti Caral Day di PulauBangka, Sulut. Foto: Themmy Doaly

Ratusan orang berkumpul di pesisir pantai Desa Lihunu, Pulau Bangka, Minahasa Utara, Sulawesi Utara. Mereka dari dalam dan luar negeri. Sabtu-Minggu (14-15/6/14), para turis memeriahkan Coral Day.

Coral Day 2014 bertema Healthy Coral for Healthy People, guna meningkatkan kepekaan dan kesadaran masyarakat di Indonesia, terutama di Sulut, melindungi ekosistem terumbu karang. Terlebih, pulau ini tengah berada di ambang kehancuran.

Pemerintah Minut telah menerbitkan izin tambang kepada PT Mikgro Metal Perdana (MMP). Meskipun sudah ada putusan Mahkamah Agung yang memerintahkan izin tambang dicabut dan ada rekomendasi UKP4, agar tambang berhenti, tetapi hingga kini masih beroperasi.

Coral Day memasuki tahun kelima. Kali pertama,, di Bali 2010, bersamaan peringatan Hari Bumi. Kedua, di Belitung, lalu Kepulauan Seribu, dan keempat pada tiga lokasi tadi.

Tahun 2014, Yayasan Suara Pulau menjadi tuan rumah. Yayasan ini organisasi lokal fokus di Kepulauan Kinabuhutan-Talise-Bangka-Gangga  (KitaBangga). Mereka membantu masyarakat di dalam dan sekitar pulau.

Kali ini, Suara Pulau, tak sendirian. Berbagai lembaga peduli pelestarian lingkungan turut mendukung.

Di Sulut, berbagai kegiatan bertema kelautan pernah pemerintah, seperti World Ocean Conference, Coral Triangle Insiative hingga World Coral Reef Conference.

Anak-anak bernyanyi akuistrik dengan ceria di peringatan Coral Day di Pulau Bangka. Pulau ini terancam tambang karena pemerintah daerah telah mengeluarkan izin. Foto: Themmy Doaly

Anak-anak bernyanyi akuistrik dengan ceria di peringatan Coral Day di Pulau Bangka. Pulau ini terancam tambang karena pemerintah daerah telah mengeluarkan izin. Foto: Themmy Doaly

Perayaan Coral Day ini berbeda. Diskusi mengenai pelestarian karang tidak di dalam gedung tetapi di pesisir pantai, Bahkan beberapa orang dipersilakan menyelam dan menanam karang. Karena itu, peserta lebih memilih menggunakan kaos dan celana pendek, bukan mengenakan safari.

Dalam kegiatan ini, nuansa hiburan edukatif terasa begitu kental.  Ada aktivis Tunas Hijau yang menyanyikan lagu-lagu pelestarian lingkungan. Ada yang diving, snorkeling ataupun sekadar membasahi badan di laut.

Sejumlah kegiatan yang mengarahkan anak-anak agar lebih mencintai lingkungan jelas terlihat. Misal, lomba mewarnai kehidupan bawah laut. Ditambah lagi, panggung boneka yang menceritakan pentingnya perlindungan laut. Bahkan, dalam keadaan hujan sekalipun, anak-anak berlari riang untuk membersihkan sampah di pesisir pantai.

Pengunjung juga dihibur tarian tradisional, cakalele, yang disajikan siswi SMPN 3 Likupang timur. Diyakini, tarian ini tarian penyambut tamu. “Saya senang bisa ikut meramaikan kegiatan ini,” kata Selvin Karima,  yang menjadi leader tarian itu.

Sebagian peserta Coral Day di Pulau Bangka. Foto: Themmy Doaly

Sebagian peserta Coral Day di Pulau Bangka. Foto: Themmy Doaly

Perasaan gembira juga diutarakan Feisal Maruf, pengunjung dari Manado. Dia terhibur, sajian kegiatan Coral Day. Feisal memperoleh pengetahuan mengenai pentingnya menjaga ekosistem karang.

“Tak hanya konsep kegiatan. Saya senang pemandangan pulau ini sangat indah, pasir putih, juga pemandangam bawah laut. Kita harus menjaga ekosistem karang,” katanya.

Dalam aksi penanaman karang, ratusan turis mancanegara ikut berpartisipasi. Pieter, wisatawan asal Belanda, mengatakan, keindahan karang di perairan Pulau Bangka, tidak perlu diragukan. Namun, beberapa karang rusak perlu perhatian.

“Sayang sekali jika dibiarkan. Kita harus penyelamatan. Kita punya surga bawah laut, yang terlalu indah untuk dibiarkan rusak. Keep calm and save coral.”

Ulfa Novita Take, pendiri Yayasan Suara Pulau, mengatakan, ratusan karang berhasil ditanam di sejumlah titik.“Belum diketahui detil berapa banyak. Yang jelas, penanaman di semua titik yang teridentifikasi terdapat kerusakan.”

Di perairan KitaBangga, dulu ada penangkapan ikan dengan bom. Jadi, sejumlah karang mengalami kerusakan. “Beruntung, kedalaman lebih dari 10 meter tidak terlalu parah.”

Dia beharap, kegiatan ini berkesinambungan. Yayasan Suara Pulau,  sudah nota kesepahaman merawat karang di kepulauan Kita Bangga, sampai tiga tahun ke depan.

Lewat kegiatan ini, tidak hanya menunjukkan keindahan karang juga memperkenalkan fungsi karang kepada masyarakat. “Kepulauan KitaBangga adalah mutiara tersembunyi. Potensi alam di keempat pulau ini tidak dikenal banyak orang,” kata Ulva.

Semoga kegembiraan terus berlangsung, semoga Pulau Bangka bisa bertahan tetap indah dan menjadi tujuan wisata. Foto: Themmy Doaly

Semoga kegembiraan terus berlangsung, semoga Pulau Bangka bisa bertahan tetap indah dan menjadi tujuan wisata. Foto: Themmy Doaly

Inisiatif Masyarakat

Sulut memiliki potensi pariwisata dan perikanan. Sayangya, upaya perlindungan laut dinilai belum serius. “Dari kegiatan ini masyarakat luas diharapkan lebih mengenal pentingnya menjaga dan melestarikan ekosistem terumbu karang.”

Menurut Erry Damayanti, aktivis Telapak juga panitia acara, Coral Day berangkat dari kesadaran terumbu karang minim. Padahal, terumbu karang sebagai jaminan ketersediaan ikan bagi laut.

Wilayah sekitar terumbu karang tempat memijah sebagian besar ikan. Nutrisi masyarakat dunia, berasal dari protein ikan laut, tergantung keberadaan terumbu karang.

Kegiatan tahun ini dipusatkan di Desa Lihunu. Pemilihan lokasi bukan tanpa alasan. Kepulauan KitaBangga diyakini memiliki keragaman hayati perairan sangat unik.

Dengan luas 294 km ini, merupakan lintasan mamalia, seperti lumba-lumba dan habitat hewan langka, misal, dugong. Terdapat pula ikan purba Coelacanth Sulawesi (Latimeria menadoensis), hiu sirip putih, hiu sirip hitam, penyu, dan napoleon.

Selain itu, keempat pulau tadi, bagian dari Sulu Sulawesi Marine Ecoregion, yang harus dilindungi. Ia terletak strategis sebagai daerah penyangga Taman Nasional Bunaken dan berlokasi di coral triangle.

Kepulauan KitaBangga, merupakan wajah pengelolaan kepulauan di Sulut. Sebagai satu dari tiga lokasi wisata diving terkenal di dunia. Ia juga masuk peta perwilayahan pembangunan 50 destinasi pariwisata nasional.

Panggung boneka, salah satu acara di Coral Day Bangka. Foto: Themmy Doaly

Panggung boneka, salah satu acara di Coral Day Bangka. Foto: Themmy Doaly

 

Tepian laut yang mulai direklamasi buat pembangunan infrastruktur tambang MMP. Foto: Save Bangka Island

 


Rayakan Coral Day di Tengah Ancaman Kerusakan Pulau Bangka was first posted on June 18, 2014 at 10:16 pm.

Para Perempuan Tolak Pabrik Semen Bertahan di Tenda, Gubernur Jateng Janji Fasilitasi

$
0
0
Para ibu-ibu yang terus bertahan di tenda di atas Gunung Kendeng, guna menolak pembangungan pabrik semen. Foto: Omahekendeng

Para ibu-ibu yang terus bertahan di tenda di atas Gunung Kendeng, guna menolak pembangungan pabrik semen. Foto: Omahekendeng

Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah, mendapat ‘bom’ pesan baik di telepon celuler maupun account sosial medianya seperti twitter, kala warga menolak tambang karst dan pembangunan pabrik semen, PT Semen Indonesia, di Gunung Kendeng, mendapat intimidasi TNI/Polri pada Senin (16/6/14).

Dia merespon langsung di twitter. @ganjarpranowo,” Apakah ada yg tahu nama2 Org yg ktnya ditangkap akibat demo semen di Rembang ? Tmsk perampasan kamera wartawan ? Nama Wrtwn n medianya?” katanya pada 16 Juni.

@ganjarpranowo,” Ratusan sms ke saya soal semen Rembang. Ada yg mengatakan terjadi bentrok. Ada yg bilang tdk. Ada yg bs ksh info lapangan?”

Ganjar menyatakan, siap mengakomodasi tuntutan warga dengan memfasilitasi mereka duduk bersama. Dia meminta warga tetap tenang. Dia meminta Semen Indonesia memberikan sosialisasi mengenai Amdal kepada masyarakat.

Seperti dikutip dari Radio Mataair, Ganjar mengklaim sudah bertemu tokoh-tokoh penolak pembangunan pabrik ini. “Jika tetap tidak mau membuka komunikasi dan akan menggugat, dipersilakan.” Ganjar meminta TNI/Polri jangan sampai berhadap-hadapan dengan warga di lapangan.

Masih dari situs sama, Abdul Hafidz, Plt Bupati Rembang, saat dihubungi berjanji segera menjalin komunikasi dengan warga. Hafidz sedang berada di Kalimantan karena ada tugas dinas. Dia akan memperpendek masa tugas dan kembali ke Rembang, Kamis (19/6/14).

Masih Bertahan 

Sedangkan, para ibu-ibu, hingga kini masih bertahan di tenda. Kala siang  mereka kepanasan, malam hari dingin menerpa. Namun, demi perjuangan menyelamatkan lingkungan, mereka bergeming.

Esti Nursofianti tengag memeriksa para ibu-ibu yang aksi bertahan di tenda. Warga, kini memerlukan bantuan makanan dan obat-obatan. Foto: dari Facebook Andreas Iswiranto

Esti Nursofianti tengag memeriksa para ibu-ibu yang aksi bertahan di tenda. Warga, kini memerlukan bantuan makanan dan obat-obatan. Foto: dari Facebook Andreas Iswiranto

Pada Senin malam, usai aksi siang, suasana sempat kembali mencekam. Warga yang mendirikan tenda di dekat pintu masuk tapak pabrik menerima intimidasi anggota polsek dan Koramil Bulumantingan. Tenda mereka diobrak-abrik. Mereka melarang warga dari Desa Timbrangan mendistribusikan makanan untuk peserta aksi. Bahkan polisi melarang warga menggunakan lampu penerangan.

Menurut anggota polisi, larangan menyalakan lampu merupakan instruksi Kapolres Rembang. Baru pada pukul 23.00, suplai makanan dan bahan bakar penerangan bisa masuk.

Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam mengutuk aksi kekerasan aparat terhadap warga Rembang yang aksi damai menolak pendirian pabrik semen.

Dalam pernyataan resmi mereka, tertanda Ming Ming Lukarti, Hairus Salim HS, Bosman Batubara dan Mokh Sobirin, front ini menuntut Komnas HAM mengusut pelanggaran HAM aparat keamanan dalam aksi itu.

“Kami mendukung sepenuhnya aksi warga Rembang menghentikan dan menolak pendirian pabrik semen,” kata Ming Lukarti.

Mereka juga mendesak Pemerintah Jateng dan Rembang menghentikan semua kegiatan Semen Indonesia di daerah itu.


Para Perempuan Tolak Pabrik Semen Bertahan di Tenda, Gubernur Jateng Janji Fasilitasi was first posted on June 18, 2014 at 11:34 pm.

Hadapi El Nino, Inilah Beberapa Langkah Persiapan…

$
0
0
Sungai-sungai, seperti Sungai Ciliwung ini  untuk menanggulangi kelangkaan air saat kemarau panjang. Foto: Ridzki R Sigit

Sungai-sungai, seperti Sungai Ciliwung ini bisa dikelola  untuk menanggulangi kelangkaan air saat kemarau panjang. Foto: Ridzki R Sigit

BMKG memprediksi El-Nino bakal melanda wilayah Indonesia mulai awal Juli 2014. Jika sampai terjadi, negeri ini bakal dihantui kekeringan panjang. Pepatah bilang, sedia payung sebelum hujan. Pemerintah harus mempersiapkan berbagai langkah guna menghadapinya. Masyarakatpun bisa menyiapkan diri dari sekarang.

Agus Maryono, pakar hidrologi UGM mengatakan, sebelum El-Nino datang masyarakat disarankan bisa menyimpan air hujan. Musim penghujan segera berakhir, masyarakat jangan membuang air hujan langsung ke laut.

“Kita bisa antisipasi seminimal mungkin. Iklim makro maupun mikro berubah tahun ke tahun. Ini perlu penyesuaian. Khusus el-nino, akan menyebabkan  ketersediaan air berkurang,” katanya dalam diskusi di Jakarta, Kamis (12/6/14).

Dia mengatakan, masyarakat harus memandang desa sebagai DAS.  Masyarakat harus bisa mengelola air hujan dengan konsep tampung, resapkan, alirkan, pelihara.

“Air ditampung dulu, untuk jadi air bersih, sisanya diresapkan dan dipelihara. Hindari kekeringan di hulu dan hilir. Kita bisa mengelola air sungai untuk menanggulangi kelangkaan air saat kemarau panjang. Sungai direstorasi pembangkit listrik mikrohidro,” kata Agus.

Dengan menangkap dan menanam air hujan dari sekarang, dampak el-nino bisa dikurangi. Masyarakat bisa menampung air hujan melalui tangki, ember atau membuat danau buatan. Di kota juga harus berperilaku sebagai DAS.

“Kota yang tak menampung air hujan itu konsep lama. Kota harus bisa menangkap air hujan.”

Di Jakarta, 75% lahan bangunan beratap. Jika semua warga bisa menampung air hujan, maka bisa ditampung mencapai 600 juta meter kubik.  Tiap satu hektar lahan, bisa menampung 325 meter kubik.

“Jika kemarau panjang, sangat bermanfaat. Korea, Jepang dan negara lain mulai menerapkan hal ini. Mereka mengembangkan beberapa model bak tampung. Bahkan di Queensland, semua rumah menggunakan air hujan untuk mandi. Mereka punya tangki menangkap air hujan. Jakarta juga harus mulai menerapkan langkah ini.”

Industri, katanya, juga diimbau menerapkan konsep itu.  Hingga air yang masuk ke kota bisa ditanggulangi. Pengelolaan danau dan situ di pemukiman perlu dilakukan. Tanah yang tidak terpakai bisa untuk membuat danau buatan. Juga harus dipastikan volume air tidak berkurang, meskipun kemarau berkepanjangan.

Masyarakat bisa menanam pohon dan rumput gajah dan perdu di sekeliling danau. Ketika kemarau panjang, meski terjadi penguapan volume air akan tetap terjaga.

“Ini bukan pekerjaan yang sulit.  Kampanye harus dilakukan. Saluran drainase bisa dibuat cascade. Air hujan bisa diresapkan. Masyarakat bisa membuat sumur resapan di rumah sendiri.”

Selama ini, di Indonesia belum ada gerakan masyarakat aktif mengelola drainase. “Ini perlu dilakukan. Pemerintah harus memberikan insentif gerakan itu. Jika tidak, pengelolaan drainase akan makin memburuk.”

Menurut dia, Indonesia harus merestorasi sungai. “Sungai-sungai kecil harus dibendung, ketika kering, bisa sebagai cadangan air. Masyarakat bisa melakukan ini. Sungai sebaiknya jangan pakai beton, hingga air bisa meresap,” kata Agus.

Sungai  juga bisa sebagai tempat pemeliharaan ikan dan rekreasi. Masyarakat dianjurkan menanam tanaman di pinggir sungai untuk menurunkan temperatur. Ketika kemarau, penmguapan bisa diminimalisir. Juga mendalamkan sisi luar curva sungai.

“Sungai sebagai ekosistem terbuka. Jangan cepat mengalir ke hulu. Harus ada lengkungan-lengkungan juga. Ketika kemarau, daerah ini ada cadangan air.”

Caranya, dengan membentuk bendungan-bendungan kecil untuk menahan air.  “Ini juga bisa di lahan gambut. Untuk menjaga gambut tetap basah.

Riau, sebagai salah satu daerah di Indonesia, yang terancam mengalami kebakaran lahan gambut dan hutan kala kemarau.

Persiapan pemerintah

Arief Juwono, deputi Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup mengatakan, tahun ini El-Nino akan terjadi lagi. Meskipun diprediksi lemah, kalau diiringi kemarau panjang akan jadi masalah besar. “El-Nino akan menyebabkan kekeringan. Kita harus mempersiapkan diri  untuk antisipasi kebakaran hutan dan lahan.”

KLH, katanya, sudah meresmikan dua pilot project pemadaman kebakaran hutan. Ada di Kuburaya, Kalimantan Barat dan Bengkalis Riau dengan membentuk masyarakat peduli api (MPA). Kedua wilayah ini rawan kebakaran hutan dan lahan. MPA ini jadi percontohan hadapi El-Nino.

Dia mengatakan, MPA bertugas memadamkan api di lokasi hingga tidak meluas. Pemerintah akan memberikan intensif bagi masyarakat yang terlibat. Ini diiringi partisipasi aktif swasta, dan perguruan tinggi dalam menyiapkan riset dan teknologi.

“Kami mendorong peningkatan kapasitas MPA. Pembentukan kelembagaan MPA melalui keputusan gubernur atau bupati, termasuk pembiayaan.  Kami mendorong penyediaan alat pemadam sederhana dan terpadu dengan Manggala Agni, perusahaan dan BPBD.”

KLH juga mendorong desa bebas asap di lokasi.  Pilot project di Riau dan dikembangkan ke daerah lain.

Menurut dia, ada 10 provinsi masuk kategori rawan kebakaran hutan, antara lain, Riau, Jambi, Sumut, Sumsel, Kalbar, Kaltim, Kalteng dan Kalsel.

Dampak El-Nino pernah menyebabkan kebakaran hutan dan lahan sangat besar pada 1994-1995. Sekitar lima juta hektar hutan dan lahan terbakar, asap sampai ke Singapura dan Malaysia. Begitu juga 1997-1998. Kerugian mencapai US$674-799 juta. Kebakaran hutan parah akibat El Nino juga terjadi 2006, 2009 dan 2012.

“Peningkatan titik api karena indikasi pembukaan lahan dengan membakar. Ditambah El Nino menyebabkan kekeringan hingga kebakaran hutan makin luas.”

Data Dinas Kesehatan Riau, saat kebakaran hutan dan lahan Februari-Maret 2014, sekitar 53.933 orang terserang ISPA. Sekolah libur karena kabut asap sangat tebal dan membahayakan kesehatan. Penderita ISPA banyak ditemukan di berbagai daerah lain seperti Pekanbaru 13.941, Rokan Hilir 8.154, dan Bengkalis 6.409 orang. 

 


Hadapi El Nino, Inilah Beberapa Langkah Persiapan… was first posted on June 19, 2014 at 3:03 pm.

Tolak Reklamasi Teluk Benoa, Mereka akan Bersepeda dari Jakarta ke Bali

$
0
0
Hutan mangrove di Teluk Benoa, Bali ini akan terancam kala reklamasi terjadi. Presiden SBY menerbitkan perpres yang membuka peluang reklamasi terlaksana. Foto:  Tommy Apriyando

Hutan mangrove di Teluk Benoa, Bali ini akan terancam kala reklamasi terjadi. Presiden SBY menerbitkan perpres yang membuka peluang reklamasi terlaksana. Sumber foto dari Twitter Muslimin Setiawarga

Desakan pembatalan Peraturan Presiden (Perpres) nomor 51 tahun 2014 terkait reklamasi di Teluk Benoa di Bali, seluas 700 hektar makin meluas. Sebelum itu, kalangan seniman, juga memberikan dukungan. Mulai Iwan Fals, Sawung Jabo, Glenn Fredly, Happy Salma, Outsider dan Lady Rose (Fanbase Superman Is Dead) seluruh Indonesia dan berbagai kalangan lain.

Kini, para pengguna dan pecinta sepeda berencana mengayuh sepeda dari Jakarta ke Bali, guna memberikan dukungan sama. Muslimin Setiawarga dari Jakarta Animal Aid Network (JAAN) dan ketiga rekan awal Mei 2014 bersepeda dari Jakarta ke Yogyakarta mengkampanyekan “Setop Makan Anjing.” Bulan ini, mereka berencana kembali bersepeda Jakarta-Bali mendukung gerakan pembatalan Perpres 51 tahun 2014 dan menolak reklamasi Teluk Benoa.

Muslimin kepada Mongabay mengatakan, awalnya diberitahu kawan dari Bali Animal Welfare Association (BAWA) bahwa ada perpres memberikan izin reklamasi Teluk Benoa. “Kami coba mencari tahu terkait dampak reklamasi di internet. Ternyata bisa merusak alam, merusak berhektar-hektar hutan mangrove dan bisa terjadi bencana ekologi. Kami memutuskan mendukung penolakan reklamasi dan mendesak Presiden membatalkan Perpres itu.”

Sejauh ini, katanya, ada 120 kali lebih menghubungi mereka di twitter untuk ikut bersepeda dari Jakarta ke Bali. “Kami lagi mengkonsepkan matang kampanye ini. Ketika singgah di beberapa kami bisa aksi membangun simpatik publik,” kata Muslimin.

Menurut dia, alasan lain Perpres penting dibatalkan karena Teluk Benoa itu wilayah konservasi. Ketika diubah demi kepentingan investor akan sangat berbahaya.

“Kami tidak suka tindakan Presiden lebih mengedepankan pentingan investor dibanding mendengarkan suara masyarakat Bali.”

Ranggawisnu dari Komnas Kesejahteraan Hewan dan BAWA mengatakan, ide ini terbesit dari keberanian Muslimin dan teman-teman kampanye menolak Setop Makan Anjing dari Jakarta ke Yogyakarta. “Lalu saya tawarkan bergabung menolak reklamasi. Ternyata mereka bersedia.”

Selama ini, orang tahu dan datang ke Bali untuk wisata. Namun, tidak banyak peduli kondisi nyata bahwa alam Bali dalam ancaman kerusakan.

Suriadi Darmoko direktur eksekutif Walhi Bali menyambut baik dukungan ini Bali, katanya tujuan wisata dari berbagai kalangan baik lokal maupun internasional.  Jadi, siapa saja yang merasa memiliki dan sayang Bali, berhak mendukung penyelamatan alam ini.

Aksi bersepeda rencana minggu depan. Mereka sedang mendata siapa yang akan terlibat dan di kota mana akan menggalang aksi simpatik mengkampanyekan pembatalan reklamasi di Teluk Benoa ini.

Dukungan dari berbagai kalangan untuk menolak reklamasi dan membatalkan Perpres 51 tahun 2014. Muslimin dan teman-teman akan bersepeda dari Jakarta ke Bali. Foto: Tommy Apriando

Dukungan dari berbagai kalangan untuk menolak reklamasi dan membatalkan Perpres 51 tahun 2014. Muslimin dan teman-teman akan bersepeda dari Jakarta ke Bali. Sumber foto dari Twitter Muslimin Setiawarga

 


Tolak Reklamasi Teluk Benoa, Mereka akan Bersepeda dari Jakarta ke Bali was first posted on June 19, 2014 at 4:24 pm.

Rudi Putra: Kami akan Terus Berjuang Menjaga Leuser

$
0
0

Rudi, intens berkomunikasi dengan warga dan mengajak bersama-sama menjaga Leuser. Foto: dokumen Goldman Prize

Awal Mei lalu, di sebuah warung kopi Ulee Kareng Gayo, Medan, dia sejenak merebahkan tubuh di kursi. Secangkir kopi gayo panas diseruput perlahan.

Dia, Rudi Hadiansyah Putra, biasa disapa Rudi Putra. Yakni, penerima penghargaan tertinggi bidang lingkungan, The Goldman Environmental Prize  atas perjuangannya menyelamatkan kawasan ekosistem Leuser (KEL).

Rudi, satu dari enam warga negara di dunia peraih penghargaan tertinggi bidang lingkungan hidup pada Senin (28/4/14) di San Francisco Opera House, California, Amerika Serikat.

Rudi, bercerita kondisi KEL, dulu, kemarin, dan kini, yang sudah jauh berbeda. Ketika menerima penghargaan itu, dia memaparkan kepada dunia, bagaimana perjuangan menjaga dan melawan penjahat kehutanan. Termasuk menghadapi perusahaan besar yang masuk ke kawasan Leuser dan menyulap hutan menjadi perkebunan sawit.

Perjuangan Rudi tak mudah. Namun, dia tidak akan pernah berhenti. Bersama tim, Rudi akan terus bergerak menjaga keseimbangan alam di KEL, ada maupun tak ada dana. 

Berikut perbincangan Rudi Putra bersama Ayat S Karokaro dari Mongabay-Indonesia, seputar ancaman di KEL dan penghargaan yang dia terima.

Mongabay-Indonesia: anda memperoleh penghargaan karena berjuang menyelamatkan KEL. Bisa diceritakan tentang kondisi KEL kini?

Rudi Putra: Leuser itu sangat penting dilindungi. Kawasan ini bukan hanya berperan mendukung empat juta penduduk di sekitar, juga menjaga keseimbangan dunia, serta melestarikan keragamanhayati, yang tidak ada di tempat lain.

Sekitar 50-70 persen sumber obat-obatan dari hutan tropis, salah satu di KEL. Saya pasti terus bergerak untuk alam, lingkungan KEL, ada atau tidak ada dana.

Ada beberapa spesies di KEL paling terancam punah, yakni badak, gajah, harimau, dan irangutan Sumatera. Ini empat sepesies karismatik dunia. Populasi sangat menghawatirkan.

Data kami, sejak beberapa tahun lalu, dari 2,25 juta hektar kawasan hutan KEL, 25 persen sudah hutan. Laju kerusakan hutan akibat illegalogging, pembukaan perkebunan, dan pertambangan. Ini menyebabkan 30% dari 2,25 juta KEL, rusak cukup parah.

Dampaknya, berbagai spesies terancam punah atau mati. Populasi gajah Sumatera di Indonesia sekitar 1700, 500 hidup di Aceh. Sekitar 400 di KEL. Beberapa tahun ini populasi menurun tajam. Setiap tahun diperkirakan 30 gajah terbunuh, akibat konflik dan diburu.

Begitu juga harimau, di Leuser sekitar 120 ekor. Ini terus menurun tajam. Indikasinya, di berapa tempat dulu banyak harimau, penelitian terbaru, hanya menemukan dua klip foto harimau di areal 6.000 hektar. Clip itu terlihat harimau sangat muda, dan dulu sangat padat habitat harimau. Lokasinya di Gayo Luwes, dan Aceh Tenggara. Begitu juga orangutan, dari 6.000, turun tajam.

Kemungkinan hanya ada penambahan badak, tetapi belum bisa disebutkan. Masih penelitian tim kami di lapangan Jika tidak ada proteksi, lima tahun kedepan satwa-satwa di KEL bisa punah. Poin pentingnya, menjaga keberlangsungan hutan.

Belum lagi, sumber air Aceh, di KEL juga. Banjir karena penebangan hutan di KEL terus dirasakan. Ini sangat merugikan.

Rudi Putra, kala proses penghentian perkebunan sawit ilegal di KEL. Foto: dokumen Goldman Prize

Mongabay-Indonesia: Adakah potensi ancaman lain bagi kelestarian KEL?

Rudi Putra: yang terpenting, bagaimana pemerintah benar-benar menjaga dan melindundungi KEL. Karena ada beberapa rencana yang berpotensi merusak kawasan ini. Kementerian Kehutanan, sudah menyetujui melepas 80.000 hektar KEL menjadi kawasan non hutan, dan 35.000 hektar lagi menunggu persetujuan DPR.

Ada tata ruang yang akan membangun jalan berpotensi merusak KEL. Selanjutnya perizinan penebangan hutan melalui HPH, HTI, dan kegiatan lain, akan di izinkan di KEL, termasuk pertambangan dan perkebunan  dalam waktu dekat. Ini akan menjadi ancaman besar, di depan mata. Fokus utama kami, bagaimana ini bisa dibatalkan, dan bagaimana kawasan konservasi ini tidak habis.

Pesan saya, selamatkan hutan. Hutan Indonesia masih luas, tetapi saya pikir, luas sangat minimum untuk mendukung kehidupan masyakarat. Tanpa hutan, kita akan binasa.

Mongabay-Indonesia: Pembangunan di Indonesia masih mengandalkan sumber daya alam, salah satu kehutanan.  Bagaimana anda melihat ini?

Rudi Putra: Managemen pengelolaan kehutanan terutama kawasan konservasi, harus ditingkatkan dan direformasi. Itu harus cepat dan mendesak. Indonesia harus meninggalkan ekonomi eksploitasi. Dimana-mana, Indonesia dianggap memiliki tanah cukup luas, padahal tidak lagi. Tanah sudah tidak subur akibat kerusakan hutan. Secara alamiah, tidak lagi layak menjadi lahan pertanian. Padahal, negara maju seperti Jepang dan Eropa seperti Firlandia, Swedia dan lain-lain, bisa maju dan berhasil menjaga hutan. Mereka tidak merusak hutan.

Ini yang menjadi pertanyaan saya. Mengapa Indonesia tidak menyadari? Saya terharu ketika di acara begitu besar, perwakilan pemerintah Amerika Serikat, dan seluruh peserta termasuk undangan, tampak sedih dan menangis, melihat bagaimana deforestasi hutan di KEL. hutan Indonesia rusak parah. Tinggalkan ekonomi eksploitasi hutan sekarang juga, agar generasi penerus bisa melihat hutan dan ekosistem tetap ada.

Bersama tim, hari-harinya diisi buat menjaga KEL. Foto: dokumen Goldman Prize

Mongabay-Indonesia: Saat menerima penghargaan, dan berbicara di hadapan masyarakat internasional, apakah mereka tahu KEL? Bagaimana sambutan di sana?

Rudi Putra: Saya kira, dunia tidak mengenal KEL. Ternyata dugaan itu meleset. Mereka sangat tahu.

Sambutan mereka sangat luar biasa, ketika saya bercerita soal hutan dan spesies di Aceh dan Indonesia, yang hadir begitu serius mendengarkan.

Masyarakat dunia sangat menghormati kelestarian lingkungan, termasuk di KEL. Isu sawit Indonesia paling mengemuka, negatif dimata dunia. Apalagi penyebab utama deforestasi di Indonesia, sawit.

Mongabay-Indonesia: Apa yang harus dilakukan agar semua pihak bisa menyadari betapa penting hutan bagi generasi dan kehidupan mendatang?

Rudi Putra: Jika pendidikan, kesejahteraan dan kesadaran sudah terbangun di masyarakat dan dapat dirangkul sebanyak-banyaknya, serta mampu diberikan pemahaman soal hutan dan lingkungan, saya optimistis konservasi akan terjadi.

Mongabay-Indonesia: Menurut anda, sistem ekonomi apa yang dipakai Indonesia dalam pengelolaan sumber daya alam kini? 

Rudi Putra: Ekonomi Indonesia mengandalkan eksploitasi sumberdaya alam tidak berkelanjutan. Sistem ini dipakai sekarang. Padahal itu hanya ekonomi sesaat. Harusnya, pembangunan ekonomi berkelanjutan, ekonomi hijau yang sesungguhnya.

Mongabay-Indonesia: Setelah ini, apa langkah anda selanjutnya?

Rudi Putra: Bersama tim, kami terus lakukan dan telah berjalan, adalah meningkatkan proteksi spesies langka. Ini sangat penting. Saat ini banyak spesies di KEL menjadi buruan. Meski hutan tersisa dan masih ada, mereka pasti akan punah jika tidak segera dilindungi. Itu mutlak dilakukan.

Lalu, meningkatkan dan menyelesaikan restorasi hutan yang sudah beralihfungsi menjadi perkebunan sawit ilegal, baik yang disita maupun belum.  Juga kampanye kepada masyarakat, pemerintah lokal dan nasional serta internasional akan terus kami lakukan.

Penerima penghargaan The Goldman Environmental Prize, Rudi Putra, sesaat setelah tiba di Medan. Foto: Ayat S Karokaro

Penerima penghargaan The Goldman Environmental Prize, Rudi Putra, sesaat setelah tiba di Medan. Foto: Ayat S Karokaro


Rudi Putra: Kami akan Terus Berjuang Menjaga Leuser was first posted on June 20, 2014 at 9:56 am.

Pemerintah Sulut-Minut Didesak Patuhi UKP4 untuk Hentikan Operasi MMP

$
0
0

Tepian pantai di Pulau Bangka, yang mulai direklamasi. Mangrove ditebang. Batu-batu ditumpahkan ke laut. Foto: Save Bangka Island

Pemerintah Pusat lewat Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) merekomendasikan operasi PT Migro Metal Perdana (MMP) di Pulau Bangka, Sulawesi Utara, setop sementara. Rekomendasi ini keluar setelah UKP4 mendapat laporan warga, dan turun ke Pulau Bangka, serta mengadakan pertemuan lintas kementerian di Jakarta. “Diberhentikan sebelum semua kajian yang harus dilakukan selesai,” kata Kuntoro Mangkusubroto, kepala UKP4 kepada Mongabay, Kamis (12//6/14).

Dia mengatakan, penghentian operasi harus dilakukan guna menghindari konflik sosial. Saat ini, sudah dibentuk tim pusat untuk turun langsung ke lapangan. Sayangnya, rekomendasi itu diabaikan pemerintah daerah. Hingga kini aktivitas perusahaan terus berjalan.

Longgena Ginting, kepala Greenpeace di Indonesia mengatakan, Gubernur Sulut dan Bupati Minahasa Utara harus menghormati rekomendasi UKP4 meminta operasi MMP dihentikan sampai ada penyelesaian hukum.

Menurut dia, jika rekomendasi tak dihiraukan, UKP4 bisa mengambil langkah lebih tegas lagi.  “Ini akan menjadi preseden buruk bagi masyarakat dan bisa mendorong potensi konflik serius di lapangan,” katanya, Selasa (17/6/14).

Tak hanya itu. Kehadiran polisi yang tidak memberikan rasa aman bagi warga Pulau Bangka, memperlihatkan ada masalah dengan mereka. Untuk itu, Polda Sulut perlu menarik dari Pulau Bangka bila hanya melindungi kepentingan perusahaan tambang. “Kepolisian adalah aparat negara, bukan aparat perusahaan.”

Ariefsyah Nasution, Ocean Campaigner Greenpeace, menyatakan, tindakan MMP praktik ketidakpatuhan terhadap hukum. Dia menilai, sesuai keputusan rapat UKP4 aktivitas MMP di Pulau Bangka tidak boleh berlangsung.

“Sekali lagi, ini bentuk ketidaktaatan hukum. Tidak ada itikad baik MMP dan Pemkab Minut mematuhi dan mengikuti hukum berlaku. Seharusnya, ada penghentian sampai ada kejelasan hukum,” katanya ketika ditemui di Coral Day yang diadakan di Pulau Bangka. 

Dia melihat, pemerintah daerah tidak memiliki kepekaan melindungi Pulau Bangka. Satu sisi mendukung pertambangan di Bangka, lain pihak ingin menutupi tata kelola pembangunan bobrok dengan berbagai kegiatan ‘hijau’ sangat mewah.

“Pemerintah Sulut, menghabiskan anggaran begitu besar untuk pertemuan karang, seperti WCRC. Sedang pembangunan berbeda dengan di lapangan. Ini bisa menimbulkan anggapan pemerintah melakukan pembohongan publik.”

Batu-batu yang disiapkan buat menimbun laut di Pulau Bangka, Sulut. Foto: Save Bangka Island

Senada diungkapkan Wahyu Nandang Herawan dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia. Dia mengatakan, rekomendasi UKP4 agar aktivitas MMP dihentikan karena melihat ada alasan penting, seperti ancaman lingkungan, potensi konflik horizontal dan lain-lain. “Ini harus direspon cepat Gubernur Sulut dan Bupati Minut. Ini bagian rekomendasi pemerintah pusat.”

Belum lagi, sudah ada putusan Mahkamah Agung no.291 K/TUN/2013 yang memenangkan gugatan warga, bahwa izin MMP harus dicabut. “Seharusnya segera dilaksanakan bupati.”

Melihat kondisi berlarut-larut ini, Wahyu menduga Bupati Minut dan MMP tak ada niat baik menjalankan putusan. “Kami mendesak UKP4 membuat surat resmi atas rekomendasi itu.”

Bahkan, dia berharap, pemberhentian operasi perusahaan bukan sementara tetapi permanen. “Jangan ada penambangan di Pulau Bangka karena akan mengancam lingkungan, apalagi termasuk pulau kecil.”

UKP4 mengadakan dua kali rapat koordinasi lintas lembaga dan kementerian di Jakarta. Pertemuan kedua selain lembaga dan kementerian juga dihadiri Gubernur Sulut. Dari rakor itu menyatakan, putusan Mahkamah Agung yang menenangkan gugatan warga  sudah final dan mengikat. Terungkap juga beberapa hal di sana, antara lain, dari Kementerian Kelautan dan Perikanan menyatakan, Sulut belum memiliki zonasi laut  hingga belum boleh ada izin apapun. Dari Kementerian Lingkungan Hidup menyatakan, izin tambang terbit tanpa  Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS).

Sandra Moniaga, komisioner Komnas HAM yang ikut dalam rapat UKP4 mengatakan, pada rapat koordinasi itu memperjelas ada indikasi pengabaian keputusan MA dan pelanggaran hukum oleh MMP, Pemerintah Minut dan Sulut. “Dengan dampak-dampak yang terjadi sampai saat ini dan permasalahan hukum, sangatlah wajar apabila kegiatan MMP dihentikan.”


Pemerintah Sulut-Minut Didesak Patuhi UKP4 untuk Hentikan Operasi MMP was first posted on June 21, 2014 at 6:21 pm.

Kala Solidaritas Tolak Semen Rembang Terus Mengalir

$
0
0
Pameran poster penolakan penambangan Semen di Rembang di Nol Kilometer Jogja, Minggu 22 Juni 2014. Foto: Tommy Apriando

Pameran poster penolakan penambangan Semen di Rembang di Nol Kilometer Jogja, Minggu 22 Juni 2014. Foto: Tommy Apriando

Solidaritas penolakan pertambangan karst PT Semen Indonesia (SI) di Rembang, terus mengalir di berbagai kota. Dari Blora, Semarang, Makassar, Ternate, Yoggakarta dan kota-kota lain.

Minggu sore (22/6/14) di Nol Kilometer Yogyakarta, seratusan orang lebih tergabung dalam Forum Komunikasi Masyarakat Agraris (FKMA) aksi solidaritas menolak pembangunan pabrik dan pertambangan semen SI di Rembang.

Mereka orasi budaya, mulai musikalisasi puisi, band performance, nonton video dokumentasi aksi warga Rembang. Ada juga dukungan seniman asal Belanda, Shireen.

Ming Lukiarti, kepada Mongabay mengatakan, hingga hari ketujuh warga masih bertahan di tenda-tenda di tapak pabrik. Tuntutan mereka tegas dan jelas, mendesak alat berat ditarik keluar areal pabrik dan pertambangan harus dibatalkan.

“Pertambangan akan merusak alam, mengancam sumber air dari kawasan karst yang kaya sumber air bawah tanah. Ini tentu mengancam kebutuhan air untuk kehidupan warga dan pertanian,” kata Ming.

Berdasarkan grafis, cekungan air tanah Watuputih merupakan kawasan lindung imbuhan air. Peraturan perundang-undangan menetapkan sebagai kawasan lindung/konservasi. Seperti tertuang dalam rencana tata ruang Jawa Tengah No 6 tahun 2010, Kepres No 26/2011 tentang Cekungan Air Tanah.

Cekungan air tanah ini menyuplai air di banyak mata air di sekitar Watuputih. Terdapat 109 sumber air di sekitar CAT Watuputih, yang telah memenuhi kebutuhan air masyarakat Rembang dan irigasi lahan pertanian.

Bagus Yulianto, peneliti kawasan karst dan goa mengatakan, penelitian awal di lokasi pertambangan Semen itu banyak sebaran goa sudah dan belum dieksplor serta sebaran air bawah tanah. Sumber air bawah tanah di sekitar kawasan pertambangan semen sangat besar.

Dia melihat, pertambangan di Rembang, masih bagian dari kegalalan tambang di Sukolilo, Pati karena masih satu kawasan sama, yaitu Pegunungan Kendeng, yang tidak lain wilayah karst.

“Problemnya, pemerintah baik daerah dan pusat tidak punya data lengkap terkait sebaran hidrologi di kawasan karst Indonesia. Hanya di Gunung Kidul baru ada data lengkap.”

Menurut dia, data itu ini penting guna mengetahui dimana karst kaya hidrologi. Ketika harus ada pertambangan Semen, paling tidak lokasi pertambangan tidak merusak kawasan karst yang kaya sumber air bawah tanah.

Shireen asal Belanda ikut memberikan dukungan terhadap penolakan warga terhadap pabrik Semen di Rembang, Jawa Tengah. Foto: Tommy Apriando

Shireen asal Belanda ikut memberikan dukungan  penolakan warga terhadap pabrik Semen di Rembang, Jawa Tengah. Foto: Tommy Apriando

Untuk itu, katanya, sudah seharusnya pemerintah mempunyai peta wilayah potensi goa dan hidrologi kawasan karst. Sebenarnya, ada potensi lain yang bisa dimanfaatkan pemerintah guna mendapatkan pendapatan daerah dibanding pertambangan semen, yaitu potensi goa untuk kepentingan pariwisata. Namun, harus ada konsep matang, baik aturan, dukungan pemerintah dan masyarakat.

“Perlu duduk bersama baik warga, pemerintah daerah dan perusahaan untuk saling menguji kebenaran data potensi ancaman sumber air bawah tanah, goa dan Amdal itu sendiri,” kata Bagus.

Cabut Izin

KontraS pada 18 Juni 2014 mengeluarkan kecaman kebrutalan aparat Polres Rembang, dalam merespon kegiatan aksi damai warga. Warga aksi tolak pembangunan pabrik berujung pembubaran paksa, penganiayaan warga mengakibatkan luka-luka dan dua orang pingsan yakni : Suparmi dan Murtini. Penangkapan terhadap tujuh orang Susilo, Ngatiban, Nurwanto, Supion, Suwater, Sulijan, Yani oleh Polres Rembang.

Syamsul Munir, kepala divisi advokasi Hak Ekosoc KontraS mendesak Mabes Polri menindak aparat Polres Rembang yang di luar kemanusiaan.

“Aparat kepolisian berdalih aksi tidak berizin hingga mereka menyeret dan aksi brutal kepada warga yang mayoritas perempuan. Ini jelas pelanggaran hak asasi,” kata Munir.

KontraS meminta, Mabes Polri mengevaluasi dan pengawasan ketat terhadap setiap anggota di Rembang, terkait penganiayaan dan penangkapan sewenang-wenang terhadap warga. Mabes Polri juga harus memperkuat penegakan hukum internal terkait tata cara penanganan perkara penyampaian pendapat di muka umum.

Tak hanya itu, Kapolda Jateng juga harus menyelidiki penangkapan sewenang–wenang terhadap tujuh warga dan dua orang terluka serta pingsan.

“Gubernur Jateng harus mencabut izin pabrik Semen Indonesia di Kendeng, karena melanggar ketentuan penebangan kawasan hutan merujuk pada surat persetujuan prinsip tukar menukar kawasan hutan oleh Menteri Kehutanan.”

Merespon berbagai tuntutan warga, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo sudah bertemu perwakilan warga pada 19 Juni 2014. Dikutip dari Kompas.com, Ganjar mengatakan, karena semua administrasi selesai, proses pembangunan harus dimulai. “Silakan bagi keberatan ya gugat ke PTUN jika memang tidak setuju.”

Menurut Ganjar, sebagian masyarakat Rembang belum memahami dokumen Amdal untuk pabrik terbit 2012. “Gugat saja Amdalnya. Nanti, kalau memang terbukti, pasti akan saya koreksi,” katanya.

Mongabay, mencoba menghubungi Semen Indonesia di Gresik berdasarkan nomor tertera pada website perusahaan, namun hingga berita diturunkan tidak ada respon.

Peta Grafis Pegungan Kendeng dari akun  facebook Imron

Grafis Pegunungan Kendeng dari akun Facebook Imron

 

 


Kala Solidaritas Tolak Semen Rembang Terus Mengalir was first posted on June 22, 2014 at 11:41 pm.

Nasib Ie Unoe dari Bulohseuma

$
0
0
Seorang warga menaikkan sepeda motor ke  rakit, yang menjadi salah satu alat penghubung antara kampung di Bulohseuma. Foto: Chik Rini

Seorang warga menaikkan sepeda motor ke rakit, yang menjadi salah satu alat penghubung antara kampung di Bulohseuma. Foto: Chik Rini

Bagi hampir seribu orang Bulohseuma, tanah rawa tempat mereka tinggal  adalah warisan endatu (nenek moyang) yang tidak akan mereka tinggalkan sampai kapanpun. Orang Bulohseuma terbiasa hidup di sekitar hutan lebat, beratus tahun terisolir tanpa jalan dan tak punya listrik. Mereka mengandalkan kapal boat kecil untuk membawa barang dari luar melalui lautan Samudra Hindia berombak besar.

Setahun lalu, mereka merasa menjadi orang merdeka karena jalan bisa dibuka menembus hutan Suaka Margasatwa Rawa Singkil. Jalan itu dibangun setelah 2009 mendapat izin dari Menteri Kehutanan.

Bulohseuma adalah enclave, pemukiman di tengah hutan konservasi SM Rawa Singkil, salah satu hutan rawa gambut terbesar di Aceh seluas 100 ribu hektar. Ia menjadi bagian Kawasan Ekosistem Leuser yang terkenal kaya flora dan fauna. Bulohseuma berada di Kecamatan Trumon, Kabupaten Aceh Selatan.

Bulohseuma ditemukan pertama kali tahun 1768 oleh Teungku Yasin dan 12 pengikut dari Kerajaan Aceh yang sedang mencari ikan.  Tahun 1805, Bulohseuma sempat menjadi sentra lada. Penduduk ramai mendiami delapan kampung. Pada 1925 buaya mengganas di Bulohseuma, membuat sebagian orang eksodus ke daerah lain. Kini, tersisa tiga kampung yakni Raket, Kuta Padang dan Teungoh.

“Kami tidak akan meninggalkan Bulohseuma karena disini kuburan kakek nenek kami,” kata Zainal, pejabat sekretaris Desa Kampung Teungoh.

Saya berkunjung ke Bulohseuma pada 16 Juni 2014 melalui jalan yang baru dibuka pemerintah. Kondisi belum begitu baik. Badan jalan belum padat, banyak lumpur dan air rawa menggenang. Mobil pickup berkali-kali harus didorong karena terjebak dalam tanah gambut lembek. Jarak 16 kilometer  antara Teupin Tinggi-Bulohseuma, harus ditempuh hampir tiga jam.

Hutan rawa gambut di sekitar Bulohseuma kaya keragaman hayati. Memasuki daerah ini, disambut suara kicauan burung, deburan ombak di kejauhan dan desiran angin di sela pohon-pohon bak rubek (pohon tualang). Ini pohon berukuran raksasa tempat unoe itam bersarang. Unoe itam dalam bahasa Aceh berarti lebah madu.

Bak rubek (pohon tualang) tempat unoe itam (lebah) bersarang. Ratusan ton ie unoe (madu) dipanen warga Bulohseuma sebagai manfaat mereka menjaga hutan. Foto: Chik Rini

Bak rubek (pohon tualang) tempat unoe itam (lebah) bersarang. Ratusan ton ie unoe (madu) dipanen warga Bulohseuma sebagai manfaat mereka menjaga hutan. Foto: Chik Rini

Ie unoe hasil alam utama dari Bulohseuma. Setiap musim panen raya Agustus atau September, 600 ton madu hutan alami dipanen masyarakat.  “Ie Unoe menjadi alasan utama kami menjaga hutan. Kami tidak akan merusak alam yang memberi kami kehidupan.”

Selain madu, hutan juga memberikan penghasilan lain seperti lele rawa dan gabus yang bernilai ekonomi tinggi. Untuk membuat lele tetap ada sepanjang tahun, sejak dulu warga Bulohseuma wajib menanam Bak Nga, pohon berakar serabut bisa menjadi tempat ikan bertelur.

“Nenek kami mewajibkan menanam batang rambung (karet), karena untuk bahan bakar lampu.”

Pohon-pohon yang ditanam sejak dulu menjadi bukti kepemilikan hutan adat yang menjadi hak kelola masyarakat Bulohseuma. Meski berada di tempat terpencil, masyarakat Bulohseuma yakin mereka tidak akan kelaparan. Mereka bisa bertahan hidup dengan hasil hutan. Ada durian sepanjang tahun berbuah, ada palem hutan menghasilkan sagu.

Rawa Singkil, masih menyimpan banyak misteri bagi orang Bulohseuma. Tak semua orang di sana bisa menembus daerah paling gelap dan paling bergambut dalam. Hutan sebagian besar tergenang air hitam sepanjang tahun.  “Daerah itu ada dekat Kuala Baru, Aceh Singkil,” ucap Zainal.

Daerah bergambut dalam ini sebagian besar nyaris tak pernah disentuh manusia. Pohon-pohon besar dan pohon palem tumbuh rapat. Misteri Rawa Singkil ada di sebagian besar cerita-cerita menakutkan yang pernah terjadi di Bulohseuma. Banyak ditemukan buaya besar ganas dan ular piton besar.

Di antara banyak hal-hal menakutkan, Rawa Singkil merupakan kawasan padat populasi orangutan. Secara menakjubkan, 46% dari spesies burung di Sumatera ditemukan di sini.  Beberapa jenis burung langka berdiam di kawasan ini dalam jumlah besar seperti bangau stormi (Ciconia stormi), mentok rimba (Cairina scetulata), sejenis elang (Ichthyophaga ichtyaetus)  and the masked finfoot (Heliopais personata).

Rawa Singkil dikenal sebagai “paru-paru” Leuser karena hutan dan gambut mengkonversi karbon dioksida menjadi oksigen untuk pernafasan. Gambut tebal telah menahan berjuta galon air dan menghalangi intrusi air laut masuk ke kawasan itu. Orang-orang di sekitar rawapun bisa mendapatkan air tawar untuk diminum.

Namun, Singkil kini terancam pembukaan perkebunan sawit. Di Bulohseuma, di sepanjang jalan baru dibuka pemerintah, sejumlah warga menebangi hutan dan menanam dengan sawit.

Zainal mengakui, madu mulai berkurang dari tahun ke tahun. Bahkan ada Bak Rubek tak mau lagi didatangi lebah untuk bersarang. “Hutan mulai ada yang rusak. Itu berpengaruh dengan ie unoe yang mulai berkurang.”

Untuk menyelamatkan madu, masyarakat Bulohseuma meperkuat penerapan hukum adat dalam melindungi hutan tempat Bak Rubek hidup. Masyarakat dilarang membuka hutan dan menebang pohon dalam radius dua kilometer dari Bak Rubek. “Yang melanggar dikenai sanksi adat yakni membuat satu hidangan nasi pulut bersama satu kambing dan bumbu. Lalu membuat peusijuk (kenduri adat),” kata Mansurdin, tokoh masyarakat Bulohseuma.

Dengan cara ini, warga Bulohseuma berharap mereka masih dapat menikmati panen madu yang menjadi sumber utama penghasilan hidup.

Air rawa berwarna hitam pekat menggenangi hutan Rawa Singkil di dekat Bulohseuma. Foto: Chik Rini

Air rawa berwarna hitam pekat menggenangi hutan Rawa Singkil di dekat Bulohseuma. Foto: Chik Rini

Sebuah mobil angkutan umum melintasi genangan air rawa di jalan menuju ke Bulohseuma, Aceh Selatan. Jalan yang menembus hutan Suaka Margasatwa Rawa Singkil ini dibuka untuk membuka keterisoliran warga Bulohseuma selama bertahun-tahun. Foto: Chik Rini

Sebuah mobil angkutan umum melintasi genangan air rawa di jalan menuju ke Bulohseuma, Aceh Selatan. Jalan yang menembus hutan Suaka Margasatwa Rawa Singkil ini dibuka untuk membuka keterisoliran warga Bulohseuma selama bertahun-tahun. Foto: Chik Rini

 


Nasib Ie Unoe dari Bulohseuma was first posted on June 23, 2014 at 11:36 am.

Antisipasi El Nino, BNPB Siapkan Dana Rp355 Miliar

$
0
0

Riau, merupakan provinsi rawan terdampak El-Nino. Ini salah satu sumber panas yang terpantau akibat kebakaran di wilayah PT National Sagu Prima, pada Januari 2014 di Riau. Foto: Walhi Riau.

Mengantisipasi El-Nino yang diperkirakan Juli 2014, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), menyiapkan anggaran sekitar Rp355 miliar. Ada sembilan daerah mendapatkan perhatian khusus karena rawan kebakaran hutan dan lahan.

Sutopo Purwo Nugroho, kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, mengatakan, dana ini mengantisipasi kebakaran hutan dan lahan di Indonesia.

Meurut dia, penyiapan anggaran, setelah ada analisis BMKG yang memprediksi El-Nino di Indonesia.“BMKG memprediksi El-Nino 2014/2015 moderate. Ada indikator suhu muka laut di Pasifik, menunjukkan fenomena sama dengan El-Nino 1997,” katanya, Senin dalam rilis yang diterima Mongabay, (23/6/14).

Dari analisis, dampak untuk Indonesia, adalah kemarau panjang dan kekeringan. Belajar dari 1997 dampak sangat besar, terjadi kekeringan, kebakaran hutan dan lahan cukup luas. Dampak lanjutan, bisa terjadi krisis pangan, dan energi, dan makin memicu krisis ekonomi serta politik.

Sutopo mengatakan, daerah hutan dan lahan gambut yang terbakar saat El-Nino datang 1997 seluas 2,12 juta hektar.

Menurut dia, ada sembilan provinsi akan mendapat perlakuan khusus, yaitu Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, dan Kalimantan Barat. Lalu, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Utara.

Saat ini, ada tiga helikopter siaga, yaitu Bolco, Kamov dan Sikorsky. Semua di Riau untuk pemadaman api dan asap. Modifikasi cuaca dengan pesawat Casa dan Hercules masih beroperasi. Sedang helicopter MI-8, ditempatkan di Palembang dan Palangkaraya.

BNPB juga berkoordinasi dengan TNI, Polri dan disiagakan 2.500 personil dari dua kesatuan. “Beberapa peraturan, disusun kementerian/lembaga sebagai dasar pelaksanaan.”

Di Riau, BNPB, BMKG dan pihak terkait terus memantau dengan peralatan yang ada. Pemantauan titik api terus menerus dan berkala.

Berdasarkan data satelit, pada Senin (23/6/14) hotspot di Riau, terdeteksi 236 titik, di Bengkalis (46), Kampar (17), Kuansi (10), Dumai (29), Pelalawan (19), Rokan Hilir (97), Rokan Hulu (11), dan Siak (7).

Di Sumut, pada Maret 2013, kebakaran hutan juga terjadi.  Syarfi Hutauruk, Walikota Sibolga, mengatakan, kerusakan hutan karena illegal logging dan pembakaran hutan setiap tahun mencapai 1,9 juta hektar lebih.

Mencegah pembakaran dan perambahan hutan ini, bersama dinas-lain sudah berkomunikasi dan melaksanakan konsep penyelamatan hutan. Itu dilakukan antarkabupaten terdekat seperti Mandailing Natal, Tapanuli Selatan, dan Tapanuli Tengah.


Antisipasi El Nino, BNPB Siapkan Dana Rp355 Miliar was first posted on June 23, 2014 at 11:31 pm.

Survei Walhi: Status Lingkungan Indonesia dalam Bahaya

$
0
0
Sawah warga yang tergenang air dan lumpur terkena limbah pabrik tekstil di Bandung. Warga sadar kerusakan lingkungan dan protes. Kini, Kementerian Lingkungan Hidup bersiap-siap menggugat karena perusahaan yang diduga terlibat seakan tak peduli. Foto: Indra Nugraha

Sawah warga yang tergenang air dan lumpur terkena limbah pabrik tekstil di Bandung. Warga sadar kerusakan lingkungan dan protes. Kini, Kementerian Lingkungan Hidup bersiap-siap menggugat karena perusahaan yang diduga terlibat seakan tak peduli. Foto: Indra Nugraha

Kondisi lingkungan di Indonesia dalam bahaya. Begitulah hasil survei Walhi mengenai “Status Lingkungan Hidup Indonesia dalam Opini Publik,” yang dirilis Senin (23/6/14). Dari riset itu, masyarakat menilai kondisi air, sungai, sampai udara di daerah-daerah mereka sudah mengkhawatirkan. Sementara, penanganan dan penegakan hukum bagi perusak lingkungan oleh pemerintah beserta aparat dinilai minim. (lihat grafis).

Abdul Wahid Situmorang peneliti dari Walhi Institut mengatakan, penelitian dilakukan pada lima wilayah yakni, Jakarta, Bandung, Pekanbaru, Banjarmasin dan Kendari pada Januari 2014 dengan mengambil 1.920 responden. Status kondisi lingkungan hidup dinilai lewat survei opini ada empat aspek. Yakni,  kondisi fisik lingkungan hidup dan penanganan,  kapasitas kelembagaan pemerintah, kepemimpinan negara dan partisipasi masyarakat.

Dari hasil riset, katanya, masyarakat menyatakan kondisi air tanah di daerah-daerah itu, meskipun masih relatif baik, tetapi sudah berbau, keruh dan kotor, cukup tinggi. Bahkan, di Banjarmasin, mayoritas responden menyatakan, air tanah sudah berbau, keruh dan kotor.

Begitu juga udara, masyarakat menilai sebagian besar dalam kondisi buruk atau sangat buruk. Penyebabnya, ada kendaraan bermotor, pabrik maupun kebakaran hutan dan lahan.

Sumber: Walhi

Sumber: Walhi

Meskipun kondisi lingkungan  parah, namun masyarakat melihat kapasitas kelembagaan negara dalam menangani lingkungan hidup sangat rendah. Hal ini, terlihat dari pandangan masyarakat, bahwa tak ada prestasi luar biasa dalam pemulihan lingkungan maupun dalam menyeret para pelaku perusak lingkungan.

Wahid mengatakan, lingkungan hidup buruk tak terlepas dari kepemimpinan yang lemah dalam mendorong isu-isu lingkungan. Keadaan ini, juga memperlihatkan, rekrutmen dan kaderisasi partai politik ketika mengajukan kader-kader terbaik menjadi walikota, gubernur atau presiden tak memperhatikan isu lingkungan.

Riset itu juga menunjukkan, keinginan publik berpatisipasi dalam perbaikan lingkungan hidup cukup tinggi. “Mereka punya kesadaran, penanganan lingkungan hidup bukan hanya tanggungjawan pemerintah. Sayangnya, saluran mereka untuk terlibat terbatas. Pemerintah dan organisasi lingkungan hidup belum maksimal melibatkan peran masyarakat.”

Untuk itu, Walhi memberikan beberapa rekomendasi, antara lain, penanganan masalah lingkungan hidup harus menjadi prioritas utama termasuk penegakan hukum. Lalu, kelembagaan negara harus diperkuat dan peran serta masyarakat ditingkatkan.  “Pencegahan kerusakan lingkungan penting lewat perubahan paradigma, tetapi penegakan hukum diperlukan hingga memberikan efek jera.” Selain itu, peran partai politik juga penting dengan kadersasi pemimpin pro lingkungan hidup. Warga negara, katanya,  juga memiliki kewajiban memilih pemimpin pro lingkungan hidup bukan pro eksplotasi kekayaan alam.

Abetnego Tarigan, direktur eksekutif Walhi Nasional mengatakan, keinginan masyarakat berperan dalam upaya perbaikan lingkungan hidup cukup tinggi, merupakan sinyal bagus. “Ini peluang bagi organisasi lingkungan hidup untuk edukasi publik agar mereka bisa ikut serta,” katanya.

Sumber: Walhi

Sumber: Walhi

Saat ini, masyarakat lebih memilih beradaptasi dengan masalah lingkungan. “Belum aksi buat ikut perbaiki. Masyarakat belum mampu beri sanki politik pada politikus yang tak pro lingkungan.”

Abetnego mencontohkan, di Bali Selatan, ada pabrik tekstil tanpa Amdal hingga warga sekitar mengalami banjir. Warga tak peduli, kala anggota dewan dari daerah ini tak menjadikan masalah warga isu penting. “Mereka belum lihat anggota dewan sebagai sarana buat bantu warga bawa isu ini. Jika mereka sadar kan bisa jadi alat, kalau tak bawa isu ini maka tak akan dipilih lagi.”

Kala warga memahami, cara ini tentu bisa dipakai juga dalam pemilihan sosok bupati, walikota, gubernur sampai presiden. “Ini bisa jadi sanksi politik sebenarnya, dengan pakai perspektif lingkungan baik yang alami sendiri maupun melihat kasus lingkungan di wilayah lain.” “Ini yang coba kami dorong. Masyarakat mampu beri sanski politik.”

Deni Bram, pakar hukum lingkungan hidup mengatakan, dalam melibatkan partisipasi aktif masyarakat, organisasi lingkungan bisa mendorong peningkatan kesadaran masyarakat, misal, dengan memberikan contoh-contoh kondisi faktual kondisi lingkungan makin hancur. Organisasi lingkungan juga bisa memberikan solusi, misal memperkenalkan bank sampah. “Ini akan jauh lebih efektif. Kita tahu masyarakat suka insentif, jadi bisa diberi pinjaman uang bikin bank sampah,” ujar dia.

Terpenting juga, katanya, pemerintah harus membuat peraturan yang bertanggung jawab terhadap lingkungan bukan hanya mengakomodir kepentingan-kepentingan pengusaha. “Ini fatal.”

Sumber: Walhi

Sumber: Walhi

Sumber: Walhi

Sumber: Walhi

Sumber: Walhi

Sumber: Walhi

Sumber: Walhi

Sumber: Walhi

 


Survei Walhi: Status Lingkungan Indonesia dalam Bahaya was first posted on June 24, 2014 at 11:37 am.

Konflik Lahan di Karawang: Ribuan Brimob Dikerahkan, Belasan Warga Luka-luka

$
0
0
Massa yang berkumpul di jalanan menolak eksekusi lahan di Karawang, dan dihadap Brimob. Foto: dokumentasi Sepetak

Massa yang berkumpul di jalanan menolak eksekusi lahan di Karawang, dan dihadap Brimob. Foto: dokumentasi Sepetak

Di dalam gugatan cuma 70 hektar, eh di amar putusan jadi 350 hektar. Padahal selama ini warga taat bayar pajak, warga tak pernah menjual tanah kepada siapapun.

Selasa (24/6/14) pukul 07.00, ribuan petani dan buruh berkumpul di depan pintu tol Karawang barat. Mereka membawa spanduk penolakan rencana eksekusi lahan seluas 350 hektar oleh PT Sumber Air Mas Pratama (SAMP). Tanah ini di tiga desa, Wanasari, Wanakerta dan Margamulya, Kecamatan Telukjambe Barat, Karawang. Ribuan personel brimob bersenjata lengkap siaga menghadang mereka. Belasan buruh dan petani luka-luka.

“Kami warga Teluk Jambe menolak eksekusi ini!!!” pekik orator.

Suasana riuh namun mencekam. Massa terus bergerak. Pintu tol Karawang Barat mereka tutup dan sempat membuat kemacetan parah.  Konsentrasi terjadi di tiga titik. Gerbang Tol Karawang Barat dan Timur, Jalan Konsorsium dan Kiarajaya. Pusat perlawanan warga di  Jalan Konsorsium, Desa Wanasari.

Mereka yang terlibat aksi beberapa elemen. Para petani, buruh dan mahasiswa. Mereka tergabung dalam aliansi antara lain Aliansi Besar Karawang (Federasi Serikat Pekerja, Federasi Serikat Kerakyatan Indonesia dan Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia), PBHI Jakarta. Juga, KPA, JMPH, LBH Street Lawyer, Serikat Petani Karawang (Sepetak), Aliansi Masyarakat Karawang dan BEM Universitas Singaperbangsa Karawang.

Sebagian warga yang bersiap aksi penolak eksekusi lahan di Karawang. Foto: Sepetak

Sebagian warga yang bersiap aksi penolak eksekusi lahan di Karawang. Foto: Sepetak

Eksekusi ini berdasarkan putusan PK No.160/PK/PDT/2011 memenangkan SAMP. Eksekusi dipimpin jurusita Pengadilan Negeri Karawang. Pengamanan dipimpin Kapolres Karawang, Dedi Hartadi dan Wakapolda Jawa Barat, Rycko Amelza Dahniel.

“Kami menolak eksekusi. Di amar putusan luasan 350 hektar. Padahal gugatan ke pengadilan 70 hektar.  Warga terancam menjadi gelandangan karena tak punya rumah tinggal,” kata Hilal Tamami, ketua umum Sepetak.

Padahal, katanya, selama ini warga taat membayar pajak tanah dan bangunan kepada negara. Dia mengatakan, sengketa tanah ini telah terjadi berpuluh tahun.

Bentrok

Sekitar pukul 09.00, warga  digiring aparat agar membubarkan aksi dan meninggalkan lokasi. Warga bertahan. Negosiasi tak menghasilkan titik temu. Ricuh.

Saat bersamaan terjadi bentrok antara warga penolak eksekusi di Jalan Konsorsium, Desa Wanasari dengan aparat keamanan yang mengawal eksekusi lahan. Warga luka-luka karena tembakan gas air mata dan pukulan aparat dengan pentungan.

Brimob menembak gas air mata. Baku hantam tak bisa terelakkan. Warga berlarian.  Aparat beberapa kali melakukan tembakan peringatan. Kericuhan tak juga berhasil diredam. Mustofa Bisri, petani terkena tembakan peluru karet di perut.

“Saya bergerak karena miris melihat masyarakat diperlakukan seperti itu. Masyarakat berhadapan dengan ribuan brimob. Ketika berangkat aksi, di depan sudah dihadang Dalmas,” kata Mulyana, warga ikut aksi.

Ribuan aparat kepolisian yang berjaga-jaga dalam aksi penolakan eksekusi lahan berkonflik di Karawang. Foto: Sepetak

Ribuan aparat kepolisian yang berjaga-jaga dalam aksi penolakan eksekusi lahan berkonflik di Karawang. Foto: Sepetak

Mulyana terkena pukulan di pelipis. Kedua kaki lebam ditendang aparat.

“Di Lebak Sari Indah, dekat pemancingan Ajo saya melihat tiga rekan Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia) terkapar tak berdaya. Mereka diinjak-injak dan dipukul pakai pentungan. Mereka langsung dievakuasi ke rumah sakit,” kata Mulyana.

Korban luka dari buruh 10 orang, Gilang,  Anas, Irwan,  Deni, Maulana, Rudi Panda, Odin Liana, Marsono, Egi dan NB Taryana.  Korban dievakuasi ke tiga rumah sakit yang berbeda. RS Cito, RS Rosella dan RSUD Karawang. Hingga kini masih dirawat intensif. Empat petani ditangkap polisi, Uki,  Marta, Hasyim dan Kana.

Engkus Kosasih, sekjen Sepetak mengatakan, sebelum eksekusi, warga ditawari dana kerohiman Rp3.000 per meter. “Ini bukan besaran dana kompensasi yang sangat kecil, ini hak atas tanah masyarakat. Kenyataan, mereka tidak pernah merasa menjual tanah kepada siapapun.”

Di lahan itu terdapat sawah, perkebunan dan pemukiman warga. Eksekusi ini memaksa warga meninggalkan rumah yang sudah ditempati berpuluh tahun.

“Mereka terancam menjadi gelandangan. Hidup mati masyarakat di tanah itu. Masyarakat diangkut paksa. Mereka harus meninggalkan tanah kelahiran.”

Berawal sewa, berujung lahan warga terampas

Tanah itu, katanya, bekas pertikelir eigendom verponding kala penjajahan belanda dulu. Setelah Indonesia merdeka,  17 Mei 1949 terjadi nasionalisasi aset. Warga mulai menggarap lahan. Berpuluh tahun, turun temurun. Meski warga tak memiliki sertifikat tanah sah.

Spanduk penolakan warga atas eksekusi lahan berkonflik di Karawang. Foto: Indra Nugraha

Spanduk penolakan warga atas eksekusi lahan berkonflik di Karawang. Foto: Indra Nugraha

“Kami sudah berkali-kali mengajukan segera disertifikasi. Ini ditolak BPN. Ketika mendaftar, diblokir SAMP. Warga mempunyai salinan letter C. Seharusnya jika mengacu pada UU Pokok Agraria tanah itu jadi hak milik warga,” kata Engkus.

SAMP masuk ke lahan warga sejak 1992.  Sebelumnya, 1972 terjadi proses sewa menyewa lahan antara warga dengan PT Dasa Bagja untuk perkebunan kapas. Tidak ada proses jual beli lahan.

“Dasa Bagja menjual tanah yang disewa itu kepada Jaya Makmur Utama, lalu dijual kepada SAMP. Hingga sekarang ada di tangan Agung Podomoro Land. Jadi sengketa tanah ini sudah masuk ke banyak pihak. Berlarut-larut. Warga tak merasa pernah menjual tanah itu kepada siapapun.”

Engkus mengatakan, bukti kepemilikan surat pelepasan hak masyarakat dimanipulasi SAMP. Mereka membayar orang-orang untuk mendokumentasikan seolah-olah terjadi transaksi jual beli dan tanda tangan surat pelepasan hak. Padahal, tidak pernah terjadi. Mereka dibayar Rp50.000, Rp100.000 hingga Rp300.000.

“Ratusan orang yang difoto bukan warga tiga desa itu. Ketika kami mengenali salah satu, ternyata kuli yang dibayar SAMP. Masyarakat terjebak.”

Selama sengketa lahan berlangsung, warga seringkali mendapat intimidasi. Kriminalisasi dengan tuduhan penyerobotan dan penempatan lahan tanpa izin juga beberapa kali terjadi.

“Putusan pengadilan saling tumpang tindih dan bertentangan dalam satu obyek yang sama. Amar putusan mengenai batas-batas tanah 350 hektar banyak salah. Sebab banyak tanah tidak menjadi pihak perkara, tetapi masuk dan menjadi hak milik baru SAMP sampai di atas 500 hektar.”

Putusan-putusan sebelumnya dimenangkan masyarakat. Seperti putusan perkara No. 316 Pk/pdt/2007 dan putusan perkara no. 499 PK/pdt/2008. Putusan perkara No. 81 PK/ TUN/2007 pihak yang menang adalah BPN. Ini berarti tanah hak milik masyarakat.

Putusan-putusan ini tidak dihiraukan. Justru yang menjadi bahan pertimbangan majelis hakim peta atau gambar yang diukur pada 20 September 2005. Padahal, peta itu adalah peta global, bukan peta rincihingga banyak wilayah warga masuk peta.

Hingga kini, masih ada beberapa perkara perdata dan pidana lain yang masih proses di persidangan antara masyarakat dan SAMP. Persidangan belum selesai, seharusnya eksekusi tidak terjadi.

“Dengan cara bagaimanapun, permnohonan SAMP eksekusi, jelas tak bisa. Masyarakat terjebak dalam peradilan sesat.”

Situasi setelah massa dibubarkan, sedang brimob masih berjaga di lokasi. Foto: Indra Nugraha

Situasi setelah massa dibubarkan, sedang brimob masih berjaga di lokasi. Foto: Indra Nugraha

Dalam siaran pers, Iwan Nurdin, sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mengatakan, konflik agraria ini akibat pengingkaran hak-hak rakyat. Warga sejak 1954 menguasai dan menggarap lahan secara produktif.

“Eksekusi ini sangat cacat karena obyek eksekusi tidak jelas dan tidak sesuai amar putusan, masih ada putusan tumpang tindih dan masih berjalan perkara di pengadilan.”

Selain itu, yang melakukan penunjukan batas juga tak kompeten. Bukan pemohon eksekusi atau orang yang dikuasakan untuk menunjuk batas-batas.

“Ketika tim kuasa hukum masyarakat meminta termohon eksekusi ikut serta dalam penunjukan batas-batas, aparat kepolisian melakukan tindakan represif. Sampai berita ini diturunkan masih terjadi sweeping ke desa-desa dan terjadi pengusiran terhadap warga.”

KPA juga mendesak pemerintahan SBY mengambil tindakan tegas kepada aparat baik kepolisan maupun pengadilan negeri Karawang dalam eksekusi lahan yang cacat prosedur.

“Kami menuntut tanggung jawab Bupati Karawang, Kapolres Karawang dan Kapolda Jawa Barat terhadap eksekusi lahan yang mengakibatkan korban jiwa di wilayah konflik agraria Telukjambe Barat, Karawang ini.”

 

Brimob tengah berjaga-jaga di lahan konflik di Karawang usai pembubaran aksi warga. Foto: Indra Nugraha

Brimob tengah berjaga-jaga di lahan konflik di Karawang usai pembubaran aksi warga. Foto: Indra Nugraha


Konflik Lahan di Karawang: Ribuan Brimob Dikerahkan, Belasan Warga Luka-luka was first posted on June 25, 2014 at 7:02 am.

Pestisida Kimiawi Berlebihan, Hama Penggerek Batang Malah Berkembang

$
0
0
Anas Tika, petani mandiri dari Kabupaten Pinrang yang aktif melakukan penelitian atas berbagai masalah pertanian , meski  hanya tamatan SMP. Foto: Wahyu Chandra

Anas Tika, petani mandiri dari Kabupaten Pinrang yang aktif melakukan penelitian atas berbagai masalah pertanian , meski hanya tamatan SMP. Foto: Wahyu Chandra

Minggu siang (22/6/14), cuaca di Desa Matunru-tunrue, Kecamatan Cempa, Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan, cukup cerah. Sebagian besar warga ke sawah. Ada juga di kebun. Di desa ini , Anas Tika, tinggal.  Dia yang dikenal sebagai profesor tikus berkat inovasi penanganan hama tikus.

Kini, dia mempelajari pola serangan hama penggerek batang. Ke sawah, Anas bukan membawa cangkul ataupun sabit, malah menenteng buku catatan kecil lusuh dan pensil. Dia baru mencatat perilaku hama penggerek batang, yang beberapa tahun terakhir meresahkan petani disana.

Meskipun baru beberapa bulan meneliti mandiri, menjadikan sawah sebagai laboratorium pembelajaran hama, namun Anas sudah menyimpulkan beberapa hal. Dari hasil pengamatan dan perhitungan intensitas serangan hama ini, dia menemukan serangan telah menurunkan produktivitas petani hingga 60 persen, bahkan lebih besar.

Dia menemukan, salah satu penyebab mengerem laju serangan hama justru penggunaan pestisida kimiawi berlebihan, melebihi takaran.“Ada pemikiran sebagian petani, makin banyak pestisida makin efektif. Itu malah makin memperparah serangan. Hama makin kebal, juga membunuh predator yang selama ini menjadi musuh alami penggerek batang. Secara ekonomi dan ekologi jelas-jelas merugikan,” katanya.

Tidak hanya takaran pestisida juga pemilihan waktu pemakaian.“Ada saatnya penggunaan pestisida diperlukan dalam memerangi hama, ada juga saat hama sebaiknya dibiarkan.”

Pemilihan waktu tepat penggunaan pestisida, katanya sangat penting. Sebab, jika salah menentukan waktu justru hanya makin memicu intensitas serangan hama. “Ini tidak diketahui secara luas oleh petani.”

Menurut Anas, jika salah memilih waktu penyemprotan justru membunuh predator atau musuh alami hama. “Jangan sampai yang dibunuh habis malah musuh alami, hama akan makin berkembang.”

Dia mencontohkan, semut yang mampu mencegah pertumbuhan hama, karena semut-semut inilah yang akan memakan hama penggerek batang ketika masih berbentuk telur.

Salah satu inovasi Anas   melalui penggunaan musuh alami dalam menanggulangi hama. Untuk menghadapi hama tikus misal, dia memelihara puluhan kucing di sawah. Dia bahkan membuatan rumah khusus untuk kucing-kucing  itu. Foto: Wahyu Chandra

Salah satu inovasi Anas melalui penggunaan musuh alami dalam menanggulangi hama. Untuk menghadapi hama tikus misal, dia memelihara puluhan kucing di sawah. Dia bahkan membuatan rumah khusus untuk kucing-kucing itu. Foto: Wahyu Chandra

Penggerek batang adalah hama ulat dalam batang padi. Ia menjadi ngengat berwarna kuning atau coklat. Massa telur penggerek batang kuning berbentuk cakram dan ditutupi bulu-bulu berwarna coklat terang dari abdomen betina. Setiap massa telur mengandung sekitar 100 telur.

Di Indonesia, serangan penggerek batang terluas setelah tikus. Dalam 10 tahun terakhir serangan hama ini diperkirakan mencapai 85.000 hektar sawah di seluruh Indonesia dengan serangan 0,5-90 persen.

“Serangan bisa terjadi sejak persemaian sampai pertumbuhan dan perkembangan.”

Di Indonesia, dikenal enam jenis penggerek batang padi, yaitu penggerek batang padi kuning (Scirpophaga incertulas Walker (Pyralidae)), penggerek batang padi putih (S. innotata Walker (Pyralidae)), dan penggerek batang padi merah jambu (Sesamia inferens Walker (Noctuidae). Lalu, penggerek batang padi bergaris (Chilo suppressalis Walker (Pyralidae)), penggerek padi berkepala hitam (C. polychrysus Meyrick (Pyralidae)) dan penggerek padi berkilat (C. auricilius Dudgeon (Pyralidae)).

Khusus di Sulsel, didominasi penggerek batang putih. Pada daerah tanaman padi lebih dari sekali setahun, hama ini makin besar karena periode persediaan makanan cukup panjang.

Anas mengatakan, ketergantungan petani pada pestisida kimiawi sangat besar karena bujuk rayu produsen. Sedang penyuluh pertanian sangat jarang hingga petani tak memiliki sumber informasi jelas.

Anas kini aktif mempromosikan pengurangan pestisida kimiawi dan beralih ke pertanian organik. Melalui kelompok tani yang dipimpin, dia banyak mengorganisir petani-petani lain mengenali masalah-masalah yang dihadapi.

Dia menyarankan petani, hanya menggunakan pestisida jika benar-benar dibutuhkan. “Yang terjadi malah petani entah dapat ide darimana mencampur-campur pestisida tanpa mengetahui jenis bahan aktif dan kegunaan,” katanya.

Dia juga mengkritik peredaran pestisida di pasaran yang makin tidak terkendali. Beberapa pestisida bahkan tidak mendapat rekomendasi dari Kementerian Pertanian namun dipakai luas.“Pemerintah seharusnya mengawasi pestisida di petani. Banyak beredar justru tidak direkomendasikan karena sifatnya merusak.”

 


Pestisida Kimiawi Berlebihan, Hama Penggerek Batang Malah Berkembang was first posted on June 25, 2014 at 11:39 pm.
Viewing all 3881 articles
Browse latest View live