Quantcast
Channel: Mongabay.co.id
Viewing all 3801 articles
Browse latest View live

Gerebek Toko Barang Antik di Bandung Temukan Puluhan “Souvenir” Satwa Dilindungi

$
0
0
tengkorak harimau Jawa yang ditemukan kala penggerebekan di toko barang antik di Bandung. Foto: Centre for Orangutan Protection

Tengkorak harimau Jawa yang ditemukan kala penggerebekan di toko barang antik di Bandung. Foto: Centre for Orangutan Protection

Tim gabungan Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Barat, Dit Tipidter Reskrimsus Polda Jabar, Centre for Orangutan Protection (COP) dan Jakarta Animal Aid Network (JAAN) menggerebek toko souvenir barang antik di RE. Martadinata, Kamis (30/7/15). Di toko ini mereka menemukan puluhan bagian-bagian satwa dilindungi dan yang dikeringkan.

Daniek Hendarto, Koordinator Animal Rescue COP kepada Mongabay mengatakan, tim mendapatkan puluhan offset-an penyu berbagai ukuran, puluhan tanduk rusa, kepala beruang, cakar harimau, kulit harimau, gading gajah, trenggiling, cendrawasih dan tengkorak macan dengan jumlah cukup banyak dan besar. Toko ini pusat souvenir dan barang seni cukup besar.

“Bagian-bagian satwa liar dijual harga Rp200.000-Rp.10.000.000. Termahal kulit harimau perlembar utuh maupun potongan kecil atau bentuk gelang, topi dan sarung pedang,” katanya.

Perdagangan bagian-nagian satwa liar, katanya,  menjadi serius ketika masih banyak orang membeli untuk kesenangan pribadi maupun koleksi. Beberapa orang percaya menyimpan organ satwa memiliki kekuatan magis. Misal, tubuh harimau mulai kulit, cakar dan kumis dipercaya memiliki kekuatan kewibawaan. Kepala kancil dikeringkan simbol kecerdasan. Memiliki offset-an penyu sebagai simbol keabadian.

“Ini sengaja dihembuskan pedagang untuk meraup keuntungan dari penjualan ilegal.”

Offsetan rusa utuh hasil sitaan. Foto: Centre for Orangutan Protection

Offsetan rusa utuh hasil sitaan. Foto: Centre for Orangutan Protection

Benvika, Ketua JAAN mengatakan, toko ini menjadi target sekitar sebulan lalu. Semua barang bukti penyitaan diamankan di BKSDA Jabar menunggu proses hukum lebih lanjut.

Penjaga toko, K mengatakan, hanya menjadi agen penjualan. Dia dititipkan pedagang lain. “Kami masih menunggu kepolisian segera menidaklanjuti dan menelusuri jaringan perdagangan ini. Menjual belikan bagian-bagian satwa liar dilindungi tindakan kejahatan.” Dengan tidak membeli, katanya, wujud nyata memotong mata rantai perdagangan satwa.

Kepada Balai BKSDA Jabar Sylvina Satina Jumat (31/7/15) mengatakan, penggerebekan karena ada surat COP dan JAAN 30 Juli terkait perdagangan bagian satwa liar dilindungi. Berbekal laporan ini, tim bergerak di wilayah Bandung dan sekitar.

Adapun barang bukti lima offsetan penyu, 11 tanduk rusa, satu kaki harimau, satu kaki kancil, 22 kuku macan, satu tanduk rusa dan taring, satu ekor macan, dan lima kulit macan ukuran kecil. Lalu, topi kulit macan tutul, offset kepala dan kaki trenggiling, ekor harimau, gading gajah, gelang kulit harimau, tengkorang harimau Jawa, tengkorak rusa, kulit macan Lodaya, dan offsetan kepala beruang, masing-masing satu. Kemudian, masing-masing dua offset rusa dari kulit dan kepala utuh, offset cendrawasih, offsetan kepala rusa sambar dan tujuh kulit harimau untuk aksesoris pedang. “Total 69 barang bukti disita dari toko di depan kantor Pengadilan Negeri Bandung itu,” katanya.

Dia menambahkan, semua bukti yang disita belum bisa dipastikan keaslian karena baru berdasarkan pengamatan mata. BKSDA akan mengidentifikasi lebih dalam, misal uji DNA. Pelaku, katanya,  belum tersangka karena hanya penjaga, sedangkan pemilik di Jakarta. “Ini pengungkapan terbesar BBKSDA Jabar selama 2015.”

Bagian-bagian tubuh satwa dilindungi yang dijual di toko antik di Bandung. Foto: Centre for Orangutan Protection

Bagian-bagian tubuh satwa dilindungi yang dijual di toko antik di Bandung. Foto: Centre for Orangutan Protection

Offset penyu yang disita dari toko barang antik di Bandung: Centre for Orangutan Protection

Offset penyu yang disita dari toko barang antik di Bandung: Centre for Orangutan Protection

 


Gerebek Toko Barang Antik di Bandung Temukan Puluhan “Souvenir” Satwa Dilindungi was first posted on July 31, 2015 at 3:44 pm.

Kepres Satgas Masyarakat Adat Selesai Agustus?

$
0
0
Andy WIdjayanto, Seskab (kanan) berbincang dengan Siti Nurbaya, Menteri LHK, kala pertemuan di Manggala Wanabhakti, Jumat (31/7/15). Foto: Sapariah Saturi

Andi Widjajanto, Seskab (kanan) berbincang dengan Siti Nurbaya, Menteri LHK, kala pertemuan di Manggala Wanabhakti, Jumat (31/7/15). Foto: Sapariah Saturi

Sejak pertemuan Presiden Joko Widodo dengan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Juni lalu, pertemuan-pertemuan lanjutan dilakukan membahas pembentukan Satgas Masyarakat Adat. Kini, draf keputusan Presiden soal ini sudah finalisasi di sekretariat kabinet.

Andi Widjajanto, Sekretaris Kabinet mengatakan, Satgas Masyarakat Adat sedang proses finalisasi untuk disampaikan ke Presiden. “Diharapkan dalam Agustus Kepres Satgas Masyarakat Adat bisa selesai dan bisa segera bekerja,” katanya usai rapat bersama Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Jakarta, Jumat (31/7/15).

Dia mengatakan, ada dua fungsi utama Satgas Masyarakat Adat, pertama, melindungi masyarakat adat dalam kegiatan mereka terkait penggunaan lahan. Kedua, meminta bisa berpartsipasi aktif dalam pembentukan UU masyarakat adat.

Dalam menyusun satgas ini, katanya, sudah dilakukan diskusi-diskusi dengan organisasi masyarakat sipil yang konsern lingkungan dan masyarakat adat.

“Satgas Masyarakat Adat inilah yang akan mengawal perlindungan bagi masyarakat adat buat menggarab, mereservasi, konservasi lahan-lahan yang penting buat kehidupan mereka.”

Komitmen perlindungan terhadap masyarakat adat ini sudah sejak awal dinyatakan oleh Jokowi bahkan tertuang dalam Nawacita. Setidaknya, ada enam hal pokok terkait masyarakat adat dalam visi misi itu.

AMAN berharap,  keputusan satgas ini  bisa diumumkan bersamaan dengan Hari Ulang Tahun Masyarakat Adat Internasional, 9 Agustus 2015. AMAN mengundang Jokowi hadir dalam perayaan ini di Batur, Bali, sekaligus sebagai ajang rekonsiliasi antara masyarakat adat dan negara.

Pada 25 Juni 2015, Presiden Jokowi bertemu dengan AMAN dan beberapa organisasi masyarakat sipil membahas seputar masyarakat adat, termasuk percepatan pembentukan satgas ini.

Kala itu, Abdon Nababan, Sekjen AMAN, menyatakan, Presiden memahami berbagai permasalahan masyarakat adat, tinggal perlu merumuskan regulasi.  Dari berita Mongabay, sebelum ini,  disebutkan Presiden, menyadari, hampir di semua provinsi, terjadi konflik masyarakat adat. Jokowi mencontohkan,  salah satu provinsi di Kalimantan, ada 853 sengketa melibatkan masyarakat adat.

Konflik dan sengketa ini, kata Jokowi, harus diselesaikan melalui instrumen regulasi, dalam hal ini UU. “Karena kondisi di lapangan saat ini, masyarakat adat selalu dikalahkan atau dikorbankan,” begitu ucapan Jokowi, kala itu.

Komitmen pembebasan korban-korban kriminalisasi pun keluar dari Presiden. Untuk itu, pembentukan Satgas Masyarakat Adat, segera ditindaklanjuti.

Setelah pertemuan ini, rapat-rapat gabungan bersama organisasi masyarakat sipil beberapa kali diadakan. Awalnya, ada tiga draf usulan soal satgas ini. Ada dari KLHK, BP REDD+ dan AMAN.  “Sudah finalisasi satu draf di sekretariat kabinet, akan diproses sesuai perundang-undangan,” ucap Andi.


Kepres Satgas Masyarakat Adat Selesai Agustus? was first posted on August 1, 2015 at 2:19 am.

Pakai Energi Matahari, Alat Masak Ini Bisa Gantikan “Tugas” Elpiji

$
0
0
Sarno, pedagang bubur ayam yang menggunakan alat masak pakai tenaga matahari. Foto: Humas UGM

Sarno, pedagang bubur ayam yang menggunakan alat masak pakai tenaga matahari. Foto: Humas UGM

Gas elpiji sulit dan harga terus naik? Tampaknya temuan para mahasiswa Program Studi Teknologi Jaringan, Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada, ini bisa jadi solusi. Mereka membuat alat bernama I-Clouder (integrated carts local food and microcontroller), ‘kompor’ memasak bagi penjual makanan, sebagai pengganti gas atau arang.

“Alat ini memanfaatkan panas matahari sebagai sumber daya utama dan dikontrol dengan mikrokontroller berbasis arduino. Melalui solar cell, I-Clouder pakai turbular heater sebagai pemanas untuk pengganti kompor,” kata Bagas Prakasa, Ketua Tim, di Yogyakarta, baru-baru ini.

Bersama keempat tim Bagas mengatakan, kelangkaan dan kenaikan harga gas melon dipastikan berdampak langsung pada pelaku UKM makanan. “Jadi kita buat alat ini. Ia  dapat mengatur suhu panci otomatis berdasar kebutuhan penjual.”

Arief Noor Rahman,  anggota tim mengatakan, sistem kerja I-Clouder, dimulai perangkat solar cell sebagai penangkap panas matahari diteruskan ke akumulator untuk disimpan dan dikontrol perangkat bernama charging controller. Daya yang disimpan pada akumulator untuk menghidupkan box bontroller.

Khoerul menambahkan, alat ini ramah lingkungan dan mandiri, tak terpengaruh kebijakan pemerintah soal energi.

“Yang pasti lebih efisien, karena suhu dalam panci dapat diatur sesuai kebutuhan penjual. Saya berharap ini dapat diterapkan lebih luas.”

Energi terbarukan

Penggunaan energi sudah waktunya beralih ke energi terbarukan. Pemerintah, bisa mendorong pencapaian ini. Indarto, Guru Besar Fakultas Teknik UGM mengatakan, instrumen kebijakan bisa lewat berbagai peraturan perundang-undangan, perpajakan, kemitraan, pendanaan pemerintah dan mekanisme pasar. Misal, pemberian intensif pengembangan energi terbarukan, kewajiban perusahaan pembangkit energi fosil memiliki energi terbarukan dalam persentase tertentu. Bisa juga kebijakan tata niaga panasbumi agar menurunkan biaya operasi wajib pakai energi bersih.

Tantangan terberat pemanfaatan energi terbarukan, katanya, bagaimana menyelaraskan pengembangan dengan peluang pasar di Indonesia. “Bagaimana mengakses sumber keuangan global energi hijau dan bersih.”

Menurut dia, saat ini perlu identifikasi hambatan, pengalaman, celah dan pelajaran dari pengalaman yang ada.

Deendarlianto, Kepala Pusat Studi Energi UGM mengatakan, perlu pengembangan ekonomi daerah berbasis energi terbarukan. Caranya, dimulai riset dasar dan pengembangan riset berorientasi industri skala nasional. “Ia harus didukung segenap pemangku kepentingan negara.”

Guna pengelolaan energi di Indonesia, dia mendorong pemerintah memperbesar peranan BUMN maupun BUMD. Penting juga mengkaji kembali rantai manajemen suplai sumber energi terbarukan.

Instalasi solar panel, salah satu sumber energi terbarukan yang seharusnya sudah menjadi energi utama di negeri ini. Foto: Tommy Apriando

Instalasi solar panel, salah satu sumber energi terbarukan yang seharusnya sudah menjadi energi utama di negeri ini. Foto: Tommy Apriando


Pakai Energi Matahari, Alat Masak Ini Bisa Gantikan “Tugas” Elpiji was first posted on August 2, 2015 at 8:24 pm.

Buat Pertanian Pengungsi Sinabung, KLHK Izinkan Pemanfaatan 416 Hektar Hutan Siosar

$
0
0

Proses pembuatan jalan bagi kompleks perumahan pengungsi Sinabung di hutan Siosar. Foto: Ayat S Karokaro

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengeluarkan izin pemanfaatan hutan Siosar seluas 416 hektar untuk areal pertanian warga korban erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo.  Tahap awal, pembersihan 180 hektar buat lahan tani 370 keluarga.

Gatot Pujo Nugroho, Gubernur Sumatera Utara, ketika diwawancarai Mongabay, Jumat (31/7/15), mengatakan, dari 416 hektar,  ditargetkan 180 hektar segera ditebang untuk lahan pertanian 370 keluarga korban Sinabung,  yang menempati perumahan relokasi di Siosar.

“Saya sudah minta Dinas Kehutanan Sumut memantau, diharapkan secepatnya bisa digunakan pengungsi memperbaiki pertanian mereka,” katanya, yang kini resmi menjadi tersangka KPK, dalam kasus dugaan penyuapan hakim PTUN Medan bersama pengacara OC Kaligis.

Menurut dia, bersama tim penanggulangan bencana Sinabung, sudah menghitung pembagian lahan untuk pertanian ini. Masing-masing keluarga, katanya, akan mendapatkan 0,5 hektar lahan bercocok tanam. Lokasi perladangan, terletak tak jauh dari kompleks perumahan kini proses pengerjaan.

“Lahan bercocok tanam, dekat perumahan yang baru dibangun. Sampai kini, selesai dan diresmikan 112 rumah, sisanya proses penyelesaian, target 370 unit tuntas Agustus ini.”

Dia mengatakan, setelah pembersihan lahan, areal ini belum bisa langsung ditanami. Ia harus melalui pengolahan lahan terlebih dahulu, yang diperkirakan sekitar satu tahun. Jadi, menunggu lahan siap, kata Gatot, pemerintah akan menyewakan lahan pertanian di sekitar hutan Siosar, agar tidak jauh dari pemukiman warga.

Pada Selasa (5/5/15), Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, datang ke Karo dan  menyerahkan simbolis 103 rumah bagi pengungsi erupsi Sinabung, di perumahan Desa Siosar, Kecamatan Merek, Kabupaten Karo.

Sebanyak 103 rumah ini dibangun tim gabungan TNI AD, masyarakat di hutan produksi Kecamatan Merek. Pembangunan rumah bagi warga Desa Bekerah dan tahap awal pembangunan site plan relokasi sebanyak 267 rumah.

Kala itu, Siti mengatakan, masih perlu penyediaan prasarana dan fasilitas umum di rumah baru seperti jalan lingkungan, fasilitas kesehatan, pendidikan, lahan pertanian, dan usaha peternakan.

Namun, dia menegaskan, pemberian izin hutan ini, tidak boleh disalahgunakan karena akan berhadapan dengan hukum.

“Setelah menempati rumah baru, tolong sama-sama dijaga agar hutan tidak rusak. Harus dijaga baik. Ini kita beri izin pemakaian karena mempertimbangkan kemanusiaan.”

Kompleks Siosar, sebagai relokasi pemukiman dan perladangan 2.035 keluarga pengungsi Sinabung. Vulkanologi dan BNBP menganggap, pengungsi tidak bisa kembali ke lokasi di bawah radius lima kilometer.

Erupsi Sinabung berlanjut

Gunung Sinabung, terus memuntahkan lahar dan belum menunjukkan penurunan aktivitas. Pemerintah provinsi dan Kabupaten Karo, sudah mengusulkan agar menjadi bencana nasional. Meskipun begitu, katanya, terpenting Pusat memberikan perhatian. “Salah satu KLHK yang memberikan izin penggunaan hutan menjadi lahan pertanian, dan penyedian hunian tetap sementara di dekat radius tujuh Km. Jika situasi aman, warga  bisa kembali ke ladang maupun rumah,” kata Gatot.

Syamsul Maarif, Kepala BNPB mengatakan, erupsi Sinabung terus terjadi menyebabkan penambahan pengungsi mencapai 10.000-11.000 jiwa. Arah erupsi, katanya, sudah mencapai arah Selatan, Tenggara dan Timur, hingga sebagian warga harus diungsikan. Namun pengungsian jauh dari tempat bercocok tanam.

“Misal, di Desa Kutagugung jarak terlalu jauh dari pegungsian ke ladang. Kita tengah memikirkan kemungkinan ada hunian sementara, kita upayakan lokasi tidak jauh dari tempat bercocok tanam. Sebagian ladang masyarakat masih bisa dimanfaatkan.”

Erupsi Sinabung, berlangsung lebih kurang lima tahun. Sejak erupsi pertama 2010, tiga tahun jeda, pada September 2013 kembali bergolak dan memaksa masyarakat ngungsi 1,8 tahun. Pengungsi dinyatakan berakhir 18 Maret 2015, dan dua desa terakhir dipulangkan adalah Desa Sukanalu dan Sigarang-Garang.

Namun awal Juni 2015, Sinabung kembali ‘aktif’ dari kegempaan guguran lava, abu vulkanik dan luncuran awan panas. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi mengeluarkan peningkatan status Sinabung dari siaga III menjadi awas IV dan zona merah bertambah dari radius lima km menjadi radius tujuh km sektoral.

Bupati Karo mengubah status penanganan bencana dari transisi darurat menuju pemulihan kembali, menjadi tanggap darurat 2 Juni 2015.

Adapun titik pengungsian korban erupsi di sejumlah tempat, yaitu Posko Penampungan Paroki, GBKP, KNPI, GPDI, Gudang Jeruk, Batu Karang, Jambur Tanjung Mbelang, dan Jambur Korpri, Jambur Simpang Jaya dan BPPT Jambur Tongkoh. Total pengungsi 9.526 jiwa.


Buat Pertanian Pengungsi Sinabung, KLHK Izinkan Pemanfaatan 416 Hektar Hutan Siosar was first posted on August 2, 2015 at 9:46 pm.

Sound of Ska V, Konser Musik buat Penyelamatan Satwa

$
0
0
Grup band Shaggydog di Sound Of Ska V yang menjadi duta AFJ untuk mengkampanyekan anjing bukan makanan. Foto: Tommy Apriando

Grup band Shaggydog di Sound Of Ska V yang menjadi duta AFJ untuk mengkampanyekan anjing bukan makanan. Foto: Tommy Apriando

Trombon, terompet, saksopon berpadu dengan alunan gitar, bas, drum, dan piano. Alunan musik beraliran ska atau rock steady membawa penonton berjoget gembira. Grub band seperti The Ska Banton dari Surabaya,  The Sentimental Mood dari Jakarta, Apollo 10 dari Jogja, Black Sky, Shaggydog dan beberapa band pengisi lain ikut meramaikan konser Sound of Ska V Sabtu (1/8/15). di Jogja Nasional Museum (JMN). Mereka mengusung tema kepedulian alam dan satwa.

“Dengan membeli tiket, penonton ikut peduli dan berdonasi penyelamatan alam dan satwa. Baik domestik seperti anjing dan kucing serta satwa liar dilindungi,” kata Oddysey Sanco, akrab disapa Bandizt, pembetot bass Shaggydog dan ketua panitia.

Kegiatan ini, katanya, untuk menyampaikan pesan kepedulian sesama makhluk hidup. Tidak hanya bermusik, juga mengajak penonton bergerak bersama menyelamatkan satwa.  Adapun organisasi peduli satwa yang ikut berpartisipasi, Animal Friends Jogja (AFJ).

Anandra, vokalis The Ska Banton mengatakan, senang bisa berpartisipasi. Baginya, ini tidak hanya konser, namun punya pesan sosial mengajak penonton peduli alam dan satwa. “Lingkungan sudah makin rusak. Satwa diburu, ditelantarkan, dibunuh manusia, ini suatu kekejaman.”

Peduli satwa

Dessy Zahara Angelina Pane dari AFJ, mengatakan, konser Sound of Ska menjadi momen untuk mengingatkan dan mengajak penonton peduli satwa.

AFJ, katanya, saat ini terus memperjuangkan penyelamatan satwa domestik seperti anjing dan kucing. Adapun kampanye gerakan “Dogs Are Not Food” atau “Anjing Bukan Makanan” dan “Stop Sirkus Lumba-Lumba” masih menjadi fokus besar yang dilakukan.

Di Yogyakarta, diperkirakan 360 anjing dibunuh tiap minggu. Di Manado dan Sumatera, dimana daging anjing dianggap wajar disajikan, diperkirakan 1.800 anjing per minggu dikalikan lima (3.600 anjing).  Di Jakarta, paling sedikit dua kali dari Yogyakarta. Jadi, sekitar 4.680 anjing per minggu, 18.720 per bulan dan 224.640 per tahun dikorbankan hanya di empat daerah di Indonesia.

Untuk itu, katanya, pemerintah hendaknya melarang perdagangan, penjagalan dan transportasi anjing untuk konsumsi di Indonesia. Masyarakat juga perlu diedukasi risiko kesehatan dan penyebaran rabies dari perdagangan dan konsumsi daging anjing.

Pemerintah juga perlu mengedukasi ketidakefektifan metode pemusnahan massal memberantas rabies. Juga, menggalakkan vaksinasi rabies berkelanjutan sebagai metode pemberantasan rabies.

Selain itu, sirkus lumba-lumba atau fasilitas hotel di Bali seperti di Wake Resort, menjadikan lumba-lumba obyek ekspoitasi mencari keuntungan. Belum lagi sirkus keliling di beberapa daerah di Jawa Tengah, Jawa Barat dan Jawa Timur.

“Pentas lumba-lumba dan aneka satwa tidak mendidik, bahkan melecehkan edukasi dan konservasi. Edukasi dan konservasi yang diklaim sirkus satwa hanyalah tabir pembenaran eksploitasi satwa liar untuk hiburan dan kepentingan komersial belaka.”

Lapak AFJ yang menjual barang daur ulang dan kaos kampanye anjing bukan makanan serta pamflet kampanye stop sirkus lumba-lumba keliling di Sound Of Ska V. Foto: Tommy Apriando

Lapak AFJ yang menjual barang daur ulang dan kaos kampanye anjing bukan makanan serta pamflet kampanye stop sirkus lumba-lumba keliling di Sound Of Ska V. Foto: Tommy Apriando


Sound of Ska V, Konser Musik buat Penyelamatan Satwa was first posted on August 3, 2015 at 6:30 pm.

Angkut Getah Karet dari Kawasan Leuser, 4 Orang Ditangkap

$
0
0
Petugas BBTNGL bersenjata lengkap memeriksa barang bukti  yang dibawa empat tersangka. Foto:  Ayat S Karokaro

Petugas BBTNGL bersenjata lengkap memeriksa barang bukti yang dibawa empat tersangka. Foto: Ayat S Karokaro

Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL), pada Selasa malam (2/8/15), mengamankan empat orang yang membawa 11 ton getah karet diduga dari dalam TNGL. Penangkapan diwarnai ketegangan karena dua oknum mengaku dari Kodam I/BB dan Provost Polres Langkat Sumatera Utara, menghadang mobil petugas.  Dua oknum aparat ini mengaku teman empat pelaku dan meminta petugas BBTNGL melepaskan tersangka dan getah sitaan.

Sapto Aji Prabowo, Kepala Bidang Pengelolaan Kawasan Taman Nasional Wilayah III Stabat, BBTNGL yang memimpin operasi, menolak. Dia menegaskan, langkah mereka sesuai UU, dan pelaku, diduga terlibat perambahan TNGL di Langkat.

Walau telah dijelaskan, namun kedua oknum aparat ini tetap bersikeras mendesak Polhut melepaskan tangkapan mereka. Dua oknum ini mengikuti petugas BTNGL sampai menghentikan mereka di Jalan Megawati, Kota Binjai.

Suasana sempat mencekam, petugas yang bersenjata api, siap dengan kondisi apapun. Ketegangan mulai mereda saat Sapto mengajak mereka membicarakan di kantor. Dua aparat ini mengikuti.

Saat di kantor BBTNGL, mereka masih bersikeras dan meminta surat tugas petugas yang menangkap. Sekitar satu jam suasana mencekam pada Minggu dini hari itu hingga kedua aparat pergi tanpa membawa empat tersangka. Lalu, petugas BBTNGL memeriksa tersangka.

Sapto Aji mengatakan, identitas pelaku masing-masing Hendra, warga Desa Harapan Maju, Langkat. Robert, warga Kecamatan Pinggir, Bengkalis, Riau; Sopyan, warga Desa Aman Damai, dan Eko Titoni, warga Martubung, Medan.

“Mereka ditangkap di daerah Sawit Seberang, Langkat, sekitar pukul 22.00 saat membawa 11 ton getah dalam dua mobil colt diesel nomor polisi BK 9331 BJ dan BK 8909 RZ, ” katanya.

Awalnya, diamankan satu truk berisi getah. “Setengah jam kemudian berhasil menangkap satu truk lagi juga berisi getah dari kawasan hutan.”

Dia menyatakan, getah itu ilegal karena diambil dari TNGL. Dia memaparkan soal UU Pencegahan Kerusakan Kawasan Hutan (P3H)  yang menyatakan, larangan mengangkut hasil perkebunan ilegal dari kawasan hutan.

Menurut Sapto, TNGL dirambah cukup luas, kayu hutan ditebang dan dijual, lahan menjadi perkebunan sawit dan karet.

“Karet 11 ton  diakui pelaku dari Desa Skoci, Langkat. Di kawasan ini hingga Barak Induk, setidaknya TNGL sudah rusak 9.000 hektar. Lahan itu ditanami kebun karet dan sawit.”

Penyidik ini mendalami keterlibatan empat tersangka, apakah pemilik atau sekadar pekerja. Sapto mengatakan, strategi perang terhadap perambah TNGL melalui pemutusan mata rantai hingga mereka tidak leluasa mendapatkan hasil dari kawasan.

“Mereka merusak TNGL dan menanam karet. Yang masih jadi tugas rumah, yaitu kebun sawit juga ditanam.”

Tersangka Sofyan, mengatakan, hanya supir membawa getah ke sejumlah pabrik di Medan hingga Tebing Tinggi. Bos dia, bernama Anto dan Misen, tinggal di Desa Aman Damai, Langkat, yang mengumpulkan getah karet dari kawasan hutan. Mereka diduga bagian otak perambah TNGL.

Getah, katanya, diambil menggunakan truk dari lokasi yang berdekatan dengan TNGL, seperti dari Tani Jaya, Pos III, Aman Dame, Bukit Karya, dan dari hutan Barak Induk.

Dia dan supir lain, Eko, mendapatkan upah per trip Rp150.000, bekerja malam hingga pagi hari. Itu sudah berlangsung bertahun-tahun. “Saya gak tahu kalau getah diambil dari TNGL. Kami hanya pekerja.”

Sedangkan Robert mengaku, baru tiba dari Riau dan bekerja pada Abet, tinggal di Barak Gajah. Dia tidak tahu getah hasil dari TNGL.

Dia bersama Hendra, mengutip getah ke sejumlah lokasi di Langkat, kemudian membawan ke pabrik. “Kami dibayar Rp200.000 membawa getah ini keluar dari hutan ke lokasi pemesan.”

Menurut Sapto, pengakuan tersangka akan menguak siapa yang terlibat dan menjadi otak di sana, diduga ada perusahaan-perusahaan pembeli getah ilegal. “Akan kita usut hingga ke akar. Siapa yang terlibat akan kita sikat habis tanpa padang bulu.”

Getah karet ini dari kawasan TNGL. Foto:  Ayat S Karokaro

Getah karet ini dari kawasan TNGL. Foto: Ayat S Karokaro


Angkut Getah Karet dari Kawasan Leuser, 4 Orang Ditangkap was first posted on August 4, 2015 at 1:27 pm.

Perda Masyarakat Adat Kasepuhan Ditargetkan Selesai Tahun Ini

$
0
0
Produksi padi salah satu kasepuhan di Lebak. Mereka perlu perlindungan dan pengakuan agar wilayah hidup terjaga. Foto: Indra Nugraha

Produksi padi salah satu kasepuhan di Lebak. Mereka perlu perlindungan dan pengakuan agar wilayah hidup terjaga. Foto: Indra Nugraha

DPRD Kabupaten Lebak sedang menyusun Perda Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat Kasepuhan dan menargetkan pengesahan tahun ini.

“Ini berkat dukungan multistakeholder, LSM yang konsen dampingi masyarakat. Mereka konsisten pendampingan perjuangkan hak-hak masyarakat adat,” kata Ketua DPRD, Junaedi Ibnu Jarta dalam konsultasi publik Raperda di Kasepuhan Pasir Eurih Desa Sindanglaya, Kecamatan Sobang Lebak, Sabtu (1/8/15).

Selama ini , katanya, ada anggapan masyarakat adat kasepuhan terbelakang, termarginalkan dan terisolir, tertinggal dari pembangunan sekolah dan agama. Padahal, masyarakat adat sebagai miniatur budaya sejak zaman kerajaan. Jadi, harus dilindungi dan diakui. Dia tersinggung kala ada anggapan menyebut, masyarakat adat kampungan.

“Masyarakat adat kasepuhan kurang mendapatkan sentuhan pembangunan, perhatian pemerintah minim. Ditambah ada keterbatasan pengetahuan dan ekonomi hingga belum mampu  meningkatkan taraf hidup.”

Junaedi mengatakan, masyarakat adat kasepuham harus dilindungi dan diberdayakan. Sebab, mereka tak hanya berbicara soal kesejahteraan keluarga juga punya kontribusi besar menjaga alam. Jadi, perda pengakuan dan perlindungan masyarakat adat kasepuhan di Lebak, salah satu jawaban mensejahterakan mereka. Perda, katanya, juga dianggap awal menjadikan masyarakat adat kasepuhan sejajar dengan yang lain. Perda juga bukti pengakuan tertulis pemerintah.

“Konsultasi publik ini dibuat menyamakan persepsi dengan masyarakat. Setelah perda disahkan, kita dorong pemerintah pusat membuat UU Perlindungan dan Pengakuan Masyarakat Adat.”

Konflik dengan taman nasional

Mengenai konflik tenurial antara masyarakat kasepuhan dengan TN Halimun Salak, kata Junaedi, mengatakan nanti selesai dengan sendirinya. Membuat Perda merupakan langkah pra-kondisi penyelesaian konflik.

“Kami juga pendekatan persuasif ke masyarakat. Kemudian koordinasi ke TNHS bahwa ketika ada persoalan yang bisa ditolelir tak langsung dipidana. Bisa dengan cara kekeluargaan. Tanggapan mereka sudah baik. Sekarang sudah jarang ada penangkapan. Dulu banyak.”

Masyarakat adat kasepuhan resah dengan SK 175 tahun 2003 tentang Perluasan TNHS. Dari 41 komunitas adat kasepuhan  di 10 kecamatan di Lebak, berbatasan langsung dengan TNHS. Sembilan malah masuk TNHS. Luas TNHS 42.925,15 hektar.

Perkampungan warga ada kesepuhan di Lebak, Banten. Mereka perlu perlindungan dan pengakuan, terlebih sebagian dari wilayah hidup mereka masuk dalam Taman Nasional Halimun Salak. Foto: Indra Nugraha

Perkampungan warga ada kesepuhan di Lebak, Banten. Mereka perlu perlindungan dan pengakuan, terlebih sebagian dari wilayah hidup mereka masuk dalam Taman Nasional Halimun Salak. Foto: Indra Nugraha

Berdasarkan data Epistema Istitute, dalam TNHS terdapat 1.119 hektar pemukiman oleh 25.629 keluarga atau 112.664 jiwa. Ada 44 gedung pemerintahan, 21 sarana kesehatan, 176 sarana pendidikan, 312 sarana keagamaan, dan 1.002 unit industri kecil. Luas garapan warga 19.036 hektar terdiri dari 11.898 hektar sawah, 5.086 hektar kebun, 1.020 hektar ladang, lima hektar kolam, dan 1.028 hektar hutan hak.”Kita ingin nanti di-enclave. Tapi harua ada perda dulu.”

Maman, Ketua Badan Legislasi DPRD Lebak mengatakan, sudah beberapa kali konsultasi dan koordinasi untuk mengetahui seperti apa masyarakat adat kasepuhan.  Tujuannya, agar isi perda bisa sinkron dengan keadaan lapangan hingga tak menjadi perda abal-abal.

DPRD Kabupaten Lebak juga bermusyawarah dengan badan legislatif eksekutif. Ada 13 raperda dibahas dan disahkan tahun ini, salah satu Raperda Masyarakat Adat Kasepuhan.

Yance Arizona, Manajer Progran Hukum dan Masyarakat Epistema Istitute mengapresiasi langkah DPRD Lebak.  Upaya perlindungan masyarakat adat bukan kali pertama dilakukan. Tahun 2001, Lebak menjadi pelopor perlindungan masyarakat adat dengan menerbitkan Perda nomor 32/2001 soal oerlindungan hak ulayat masyarakat Baduy. Pada, 2013 ada SK Bupati nomor 430 tentang pengakuan masyarakat adat di Banten Kidul.

Yance mengatakan, perda penting menjamin pengelolaan wilayah dan hak-hak masyarakat adat kasepuhan. Terlebih, ada konflik dengan TNHS.

Andi Komara, staf divisi kampanye dan advokasi pengelolaan SDA Rimbawan Muda Indonesia (RMI),  mengatakan, hutan merupakan komponen penting masyarakat adat kasepuhan, seperti ada leweung tutupan, leweung titipan, leweung cawisan dan leweung paniisan. “Penetapan hutan adat penting.”

Menurut dia, ada hal perlu dicermati pasca kelahiran perda nanti, antara lain UU 24 tahun 2014 tentang pemerintah daerah. UU ini,  mengatur perubahan kewenangan penetapan hutan adat menjadi di bawah gubernur, tak lagi kabupaten.

“DPRD Lebak harus jeli melihat perubahan ini. Jangan sampai perubahan ini membuat perjuangan dan perlindungan kasepuhan berhenti hanya pada subyek juga wilayah, termasuk hutan adat.”

Sukanta, Ketua Satuan Adat Banten Kidul mengatakan, perda sudah lama dinanti masyarakat kasepuhan. “Kami dari 2003 berjuang lahirnya perda pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakat adat Lebak. Saya selaku Sabakti, berterimakasih karena usulan warga disambut baik,” katanya.

Abdon Nababan, Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mengatakan, perda sangat penting karena pendiri bangsa sudah menempatkan masyarakat adat sebagai fondasi dalam konstitusi. “Ada amanat konstitusi. Itu sudah 70 tahun tapi itu belum terealisasi.”

Dia mengapresiasi DPRD Lebak yang akan mengesahkan Perda Masyarakat Adat Kasepuhan. “Kami merasa Banten Kidul ini satu-satunya basis masyarakat adat yang masih kompak di Jawa. Sekarang tersisa hanya sebagian kecil. Pertahanan adat di Jawa ya disini. Perda ini harus dikelola dengan baik agar tidak menambah konflik.”

Abah Usep, Pimpinan Kasepuhan Cisungsang berharap perda tak hanya wacana. Sebab, sudah puluhan tahun dinantikan.

“Memang membuat perda tak semudah membalik telapak tangan. Perlu keseimbangan komunikasi dua arah. Kami mohon DPRD agar komunitas adat mendapatkan pengakuan konkrit bukan hanya lisan.” Dia merasa, selama ini pemerintah melihat komunitas adat sebelah mata.

Masyarakat adat Kesepuhan di Lebak, sejak lama menanti pengakuan dan perlindungan hak-hak mereka oleh negara. Dengan perda yang sedang disusun setidaknya menjadi salah satu cara memberikan perlindungan bagi mereka. Foto: Indra Nugraha

Masyarakat adat Kesepuhan di Lebak, sejak lama menanti pengakuan dan perlindungan hak-hak mereka oleh negara. Dengan perda yang sedang disusun setidaknya menjadi salah satu cara memberikan perlindungan bagi mereka. Foto: Indra Nugraha


Perda Masyarakat Adat Kasepuhan Ditargetkan Selesai Tahun Ini was first posted on August 4, 2015 at 10:15 pm.

Suara Nahdliyin: Ketua NU Terpilih Harus Pro Lingkungan

$
0
0
Penandatanganan dukungan para kiai-kiai NU dan masyarakat bagi penolakan pabrik semen di Rembang. Foto: Tommy Apriando

Penandatanganan dukungan para kiai-kiai NU dan masyarakat bagi penolakan pabrik semen di Rembang. Foto: Tommy Apriando

Kaum Nahdliyin atau Nahdlatul Ulama (NU) pada 1-5 Agustus 2015 menggelar Muktamar ke-33 di Jombang, Jawa Timur, untuk memilih Rais Aam dan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Front Nahdliyyin dan Gusdurian punya pandangan dan harapan penuh terhadap pemimpin NU peduli lingkungan dan memperhatikan persoalan konflik agraria dan sumber daya alam yang banyak terjadi di kantong-kantong warga Nahdliyin.

Alissa Wahid, kordinator nasional Gusdurian berharap, ketua NU terpilih memperhatikan persoalan sumber daya alam dan lingkungan.

Setiap kebijakan pemimpin NU, katanya. harus mengutamakan kepentingan dan kesejahteraan umat. Hingga ketua NU terpilih perlu membuat panduan dan pemahaman kepada kiai-kiai NU di daerah untuk mengetahui seluk-beluk masyarakatnya. Jadi, ketika datang industri, pertimbangan harus matang, tidak hanya kesejahteraan umat juga kelestarian lingkungan.

“Pengurus PBNU harus berikan panduan dan komitmen menjaga lingkungan terutama sumber daya alam untuk kepentingan umat, bukan segelintir golongan,” katanya, kepada Mongabay, akhir Juli.

Roy Murtahdo dari Front Nahdliyin Untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam  (FNKSDA) mengatakan, agar NU menilik kembali makna kedaulatan yang selama ini dipahami hanya sebatas perkara tapal batas. Sembari bersikap terbuka terhadap perusahaan-perusahaan yang merusak dan mengeruk SDA Indonesia.

“Kami mengajak angkatan muda NU lebih peduIi dan terlibat terhadap problem-problem rakyat seperti konflik agraria.”

FNKSDA berharap, siapapun ketua umum PBNU akan peduli dengan problem-problem konflik agraria yang menimpa rakyat Indonesia. Terlibih, saat ini banyak menimpa Nahdliyin yang sebagian besar di desa-desa, seperti kasus Urutsewu di Kebumen, Wongsorejo Banyuwangi dan masih banyak kasus lain.

Dia mengatakan, dari beberapa calon, semua tidak mempunyai rekam jejak peduli lingkungan.

“Muktamirin bisa memilih calon ketua PBNU yang punya rekam jejak memperjuangkan lingkungan. Ketua PBNU yang harus bersikap tegas terhadap kiai-kiai yang terbukti terlibat perusakan lingkungan,” kata Roy.

Muhnur Satyaprabu dari Walhi Nasional mengatakan, fakta konflik SDA dan lingkungan meningkat, dan banyak daerah-daerah konflik merupakan kantong-kantong Nadhliyin. 

Untuk itu, NU harus bergerak  bersama-sama dengan  warga merebut haknya. “Kami berharap NU mampu terlibat aktif mendampingi warga, jangan malah jadi bagian personal korporasi perusak lingkungan.” Menurut dia,  perlu kebijakan NU secara lembaga menyikapi persoalan lingkungan dan konflik-konflik SDA yang terjadi.

Eko Cahyono dari Sajogyo Institute mengatakan, melek agraria penting dimulai dari awal. Sebab, hubungan manusia dengan tanah tak hanya hubungan ekonomi namun hubungan berlapis, seperti hubungan sosial, budaya sampai religi.

Data Konsorsium Pembaruan Agraria, dalam 2014, sedikitnya terjadi 472 konflik dengan luas mencapai 2.860.977 hektar. Konflik ini melibatkan sekitar 105.887 keluarga. Dari jumlah itu, konflik agraria menyangkut infrastruktur terkait MP3EI sekitar 1.215 (45,55%). Disusul perkebunan 185 kasus (39,19%), sektor kehutanan 27 kasus (5,72%), pertanian 20 (4,24%), pertambangan 12 (2,97%), perairan dan kelautan empat kasus (0,85%, dan lain-lain tuh konflik (1,48%).  Jika dibandingkan dengan 2013, terjadi peningkatan sebanyak 103 kasus (27,95). Catatan KPA, periode 2004-2014, terjadi 1.520 konflik, dengan luasan 6.541.951 hektar, melibatkan 977.103 keluarga.

Dari luasan konflik, perikanan dan kelautan mencapai 1.548.150 hektar (54,1%), perkebunan 924,740 ribu hektar (32,32%), dan kehutanan 271,544 ribu hektar (9,49%). Lalu, infrastruktur 74,405 ribu hektar (2,6%), pertanian 23.942 hektar (0,8%), lain-lain 11.242 hektar (0,39%) dan pertambangan 6.963 hektar (0,2%).  Dibanding 2013, terjadi peningkatan 123% atau sebesar 1.579.316 hektar.

Sedangkan, korban konflik agraria juga masih tinggi. Pada 2014, korban tewas 19 orang, luka-luka dianiaya 110 orang, dan ditahan 156 orang. Selama 10 tahun, terekam tewas 85 orang, 110 tertembak, 633 luka-luka aniaya dan 1.395 ditangkap. Pelaku kekerasan, polisi, tentara dan pam swaskarsa perusahaan.

Jumpa pers Front Nahdliyin Untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam  (FNKSDA), yang mendesak aga ketua NU terpilih pesuli lingkungan dan konflik-konflik SDA yang terjadi. Foto: FNKSDA

Jumpa pers Front Nahdliyin Untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA), yang mendesak aga ketua NU terpilih peduli lingkungan dan konflik-konflik SDA yang terjadi. Foto: FNKSDA

 


Suara Nahdliyin: Ketua NU Terpilih Harus Pro Lingkungan was first posted on August 4, 2015 at 11:06 pm.

Kala Warga ke Jepang Gugat Bank Pendana PLTU Batang

$
0
0

Truk aparat keamanan berjaga-jaga guna kelancaran proses pengurukan lahan pertanian warga yang akan dibangun PLTU batubara. Foto: Greenpeace

Sudah lebih 25 kali, kita bertemu berbagai pihak di Indonesia. Tidak didengar. Jadi kami pergi ke Jepang,” kata Abdul Hakim, perwakilan warga Batang, Jawa Tengah, Senin (3/7/15), di Jakarta, usai kembali dari Jepang.

Ke Jepang, tiga warga Batang, Cayadi, Abdul Hakim dan Karomat,  menemui sejumlah pihak terkait pembangunan PLTU. Mereka juga mewakili Paguyuban UKPWR, memasukkan surat gugatan resmi kepada JBIC sesuai mekanisme internal bank Jepang itu. 

Paguyuban UKPWR merupakan representasi warga Desa Ujungnegoro, Karanggeneng, Ponowareng, Wonokerso, dan Roban, yang menolak pembangunan PLTU Batang. JBIC,  merupakan bank yang berencana mendanai proyek PLTU yang dikerjakan PT Bhimasena Power Indonesia (BPI) dan PT PLN.

“Kami menemui pihak-pihak yang berkaitan PLTU Batang mencari dukungan dan menyampaikan yang sesungguhnya terjadi,” kata Abdul.

Dalam kunjungan resmi ke parlemen Jepang di Tokyo, warga menyerahkan dokumen setebal 35 halaman berisi keberatan atas proyek ini. Ia memuat dampak dan kerugian yang sedang dan akan dialami warga. 

Tiga anggota parlemen Jepang, Mr. Motoyuki Odachi, Ms. Akiko Kurabayashi, dan Mr. Yukihiro Shimazu menyaksikan langsung penyerahan surat gugatan warga Batang kepada JBIC.

Dalam sambutan, Akiko menyatakan akan mendesak JBIC menghormati hak masyarakat UKPWR, dan membatalkan rencana bank ini mendanai proyek raksasa senilai Rp53 triliun ini. Sebab, dalam proses JBIC melanggar pedoman investasi sendiri.

Mr. Kuniyasu Kikuchi, Direktur JBIC yang menerima langsung gugatan, menyatakan, sampai saat ini JBIC belum memutuskan mendanai atau tidak PLTU Batang. JBIC akan membawa surat gugatan warga ke rapat dewan pertimbangan. Dari hasil rapat itulah keputusan JBIC ditentukan. Kuniyasu juga menyatakan JBIC akan mempertimbangkan untuk membatalkan rencana pendanaan PLTU ini jika fakta-fakta dalam surat gugatan warga terbukti benar.

Beberkan dampak buruk PLTU

Dokumen ini berisi penjelasan dampak dialami warga akibat rencana PLTU Batang selama tiga tahun terakhir. Warga mengalami intimidasi, kekerasan fisik, kriminalisasi akibat protes damai, persidangan tidak adil, kehilangan pekerjaan dan penghasilan. Bila proyek masih berlanjut, warga akan mengalami gangguan kesehatan, kehilangan hasil panen, serta tempat tinggal.

Bila proyek berjalan, setidaknya 120 hektar sawah (tiga kali panen per tahun), 50 hektar kebun bunga melati, dan 50 hektar kebun coklat dan pisang akan musnah. Warga akan kehilangan sumber kehidupan. “Proyek ini sudah merusak sumber hidup kami. Kami kehilangan banyak uang karena sawah rusak akibat proyek ini,” begitu tertulis dalam dokumen.

Cayadi, warga Batang merasakan pengairan yang tidak baik setelah ada proyek ini. Irigasi terganggu karena ada pembangunan tanggul tinggi oleh perusahaan. “Kalau lahan saya mau tetap terairi dengan baik, kami harus bangun bak penampungan air lebih tinggi lagi, tapi itu bisa membuat banjir lahan petani lain.”

Ada 2000 nelayan di Desa Roban akan kehilangan pekerjaan dan penghasilan bila PLTU Batang berjalan. Lokasi PLTU akan menggusur salah satu kawasan tangkap ikan terbaik di sepanjang pantai utara Pulau Jawa.

Kawasan Ujungnegoro-Roban dimana PLTU Batang merupakan area dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 26/2008 serta Peraturan Daerah Jawa Tengah No. 6/2010.

Di samping itu, proyek pembangunan PLTU Batang telah menyebabkan empat petani dan satu nelayan dipenjara serta mengalami persidangan tidak adil. Salah satu, Cayadi dari Desa Karanggeneng, dipenjara tujuh bulan karena dianggap memukul warga saat pertemuan membahas PLTU Batang di balai desa.

“Saya tidak ada di sana saat itu. Menurut teman-teman, preman yang menyamar sebagai warga memukul mulutnya sendiri, kemudian menuduh saya memukul. Padahal saya tidak ada di sana,” katanya. Cayadi dibebaskan di pengadilan pertama karena terbukti tidak bersalah. Jaksa mengajukan kasasi. Pada 2014, Mahkamah Agung menyatakan Cayadi bersalah dan dihukum tujuh bulan penjara. Dia jalani masa tahanan dari Mei hingga Desember 2014. “Tujuannya untuk melemahkan perjuangan warga. Itu tidak berhasil.”

Aksi masyarakat Batang ke Kementerian Koordinator Bidang Ekonomi untuk bertemu Menko Ekonomi, Hatta Rajasa, Rabu(30/4/13). Mereka meminta pertanggungjawaban Hatta selaku Menko Ekonomi sekaligus ketua harian MP3EI. Foto: Sapariah Saturi

Dokumen mencatat rinci terkait kerugian yang dialami Cayadi selama berada dalam tahanan. Cayadi, tulang punggung keluarga, sebulan dia bisa menghasilkan Rp 5-6 juta. Istrinya, Nuraenah, hanya bisa menghasilkan Rp1 juta per bulan. Keluarga ini kehilangan Rp4-5 juta per bulan (Rp28-35 juta selama tujuh bulan). “Beratlah rasanya. Saya sebelumnya tak pernah mencangkul, karena Bapak dipenjara, jadi harus turun ke sawah. Untung masih bisa menghasilkan,” kata Nuraenah.

Tak cukup disitu. Cayadi bercerita, sejak 2013, empat kali preman datang ke rumah mereka dan minta agar mau menjual lahan. “Saya tidak mau, kalau dijual hilanglah warisan leluhur. Ketika saya dalam penjara pun masih ada juga yang datang minta saya menjual lahan. Katanya kalau saya mau jual, saya akan dibebaskan. Saya tetap tidak mau.”

Selama seminggu di Jepang (28 Juli-2 Agustus),  warga juga menemui Kementerian Luar Negeri, Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian dan Perdagangan, Kementerian Tenaga Kerja serta pihak-pihak lain terkait proyek PLTU Batang. Warga juga berkunjung ke Kyoto, jumpa dengan warga Jepang yang menolak pembangunan PLTN di negaranya.

Arif Fiyanto, Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace, mengatakan, informasi penting dari Jepang, ternyata JBIC belum memutuskan akan mendanai PLTU Batang atau tidak.

“Kami optimis JBIC menolak pendanaan setelah mengetahui yang sebenarnya terjadi. Reputasi Jepang akan jadi taruhan bila JBIC mendanai proyek kotor ini,” katanya.

Dia mengatakan, selama empat tahun terakhir, proyek kotor ini dilakukan secara kotor. Warga yang menolak menyerahkan lahan mengalami intimidasi, dipukul preman, tentara, polisi, sampai dipenjara. “Banyak pindah karena tak tahan intimidasi terus-menerus. Terparah, warga terpecah belah, perusahaan mempekerjakan warga desa menjadi preman yang mengintimidasi dan mengancam warga lain yang tidak mau melepaskan lahan.”

Hingga kini, sekitar 70 pemilik lahan masih menolak total 20 hektar hingga proyek masih belum berjalan. Pada 6 Oktober ini tenggat akhir dari donor menyelesaikan pembebasan lahan. Protes warga yang konsisten ini menyebabkan proyek tertunda selama tiga tahun.

Usai konferensi pers, perwakilan warga Batang bertemu Deputi III Menko Bidang Kemaritiman Bidang Koordinasi Infrastruktur Ridwan Djamaluddin dan Penasehat Menko Maritim Sarwono Kusumaatmaja. Dalam pertemuan ini, hadir perwakilan PLN dan BPI. BPI diwakili Direktur Mohammad Effendi dan Presiden Direktur Kenichi Seshimo.

Dalam pertemuan, seluruh perwakilan warga menyampaikan masalah yang dialami selama pembangunan PLTU Batang. Mulai intimidasi, kriminalisasi, serta pemaksaan penjualan lahan. Perwakilan warga yang hadir, Abdul Hakim, Cayadi, Karomat, Untung, Warjoyo, Khumaidi, dan Rokiban. Warga didampingi Arif Fiyanto, Desriko dan Longgena Ginting dari Greenpeace Indonesia.

Seluruh perwakilan warga yang hadir menegaskan kembali penolakan terhadap PLTU Batang. “Mereka menolak melepas lahan dengan harga berapapum,” kata Arif. Sementara PLN dan BPI, tidak berbicara sama sekali dalam pertemuan itu.

Aksi warga Batang ke Jepang. Mereka menyerahkan surat gugatan ke JBIC, bank yang akan mendanai proyek PLTU Batang. Foto: Greenpeace

Aksi warga Batang ke Jepang. Mereka menyerahkan surat gugatan ke JBIC, bank yang akan mendanai proyek PLTU Batang. Foto: Greenpeace


Kala Warga ke Jepang Gugat Bank Pendana PLTU Batang was first posted on August 5, 2015 at 10:04 pm.

Duh! Pemasok Besar Wilmar Langgar Kebijakan Nol Deforestasi

$
0
0
Citra satelit memperlihatkan, pembukaan lahan di konsesi LIH, kala Wilmar menandatangani Indonesian Palm Oil Pledge pada September 2014. Wilmar berdalih, pembersihan lahan dilakukan perambah.  Foto: Greenomics

Citra satelit memperlihatkan, pembukaan lahan di konsesi LIH, kala Wilmar menandatangani Indonesian Palm Oil Pledge pada September 2014. Wilmar berdalih, pembersihan lahan dilakukan perambah. Foto: Greenomics

Laporan terbaru organisasi non pemerintah, Greenomics Indonesia, menemukan terjadi pembukaan hutan gambut oleh dua pemasok Wilmar di Kalimantan dan Sumatera. Padahal, Wilmar sudah mengumumkan kebijakan hutan nol deforestasi sejak Desember 2013. Dua temuan ini terekam melalui pantauan citra satelit.

Citra satelit yang diambil Maret dan Juni 2015, memperlihatkan pembersihan lahan terjadi di Kalimantan Barat, Kalimantan, pada konsesi Ganda Group, milik Ganda Sitorus,  adik bungsu pendiri Wilmar, Martua Sitorus.  Konsesi ini, dipegang anak usaha Ganda, bernama PT Patiware, yang menurut laporan ini disebut sebagai pemasok terbesar Wilmar Indonesia.

“Wilmar perlu menjelaskan mengapa begitu teledor soal sumber data minyak sawit dari Ganda Group. Dan Wilmar disebutkan sebagai pembeli terbesar mereka? Apakah Wilmar tak punya data operasi Patiware?” tulis laporan itu.

Wilmar juga perlu menjelaskan, sejauh mana telah memetakan rantai pasokan pada minyak sawit yang disediakan Ganda Group.

Juru bicara Wilmar tak membantah pembukaan lahan oleh Patiware. Namun, katanya, hanya dilakukan pada bagian konsesi petani plasma. “Bagian dari konsesi itu sudah hampir penuh tertanami lebih awal dari pengumuman kebijakan kami,” kata juru bicara ini kepada Mongabay.com.

Patiware, katanya, setuju menghentikan pembukaan lahan plasma yang tersisa. Mereka juga mengadakan pertemuan dengan masyarakat lokal guna menjelaskan penghentian pengembangan plasma ini, serta memberikan kompensasi kepada warga.

Geenomics juga mengidentifikasi deforestasi di konsesi yang dipegang Langgam Inti Harbrindo (LIH), anak usaha Provident Agro. Pembersihan konsesi di Riau, Sumatera ini, tak hanya terjadi antara Januari-Juni tahun ini, tetapi sejak enam bulan pertama tahun lalu. Ini berdasarkan laporan Greenomics September 2014.

Citra satelit tertanggal 7 dan 8 Juni 2015, memperlihat pembersihan lahan di konsesi LIH menyusul setelah Wilmar menandatangani Indonesian Palm Oil Pledge (IPOB) pada September 2014.  Wilmar berdalih, pembersihan lahan dilakukan perambah bukan perusahaan. LIH menghentikan aktivitas mereka.

“Perambahan oleh masyarakat lokal di luar izin kami. Itulah, konsekuensinya kalau area dibiarkan tanpa aktivitas,” kata juru bicara perusahaan.

“Berdasarkan inspeksi berkala site… mereka menemukan dan tim menghentikan aktivitas warga dan memperingatkan bahwa kegiatan mereka memasuki konsesi LIH dan itu ilegal.”

Dia mengaku, perusahaan bisa menyelesaikan masalah dengan warga tanpa konflik. “Kami tetap sejalan dengan kebijakan Wilmar.”

Namun, Greenomics, meragukan penjelasan Wilmar. Vanda Mutia, Direktur Eksekutif Greenomics, mengatakan, dengan menyalahkan masyarakat lokal jelas-jelas tak relevan. Mengingat, pembukaan lahan terjadi antara kanal LIH dan tepat di sebelah area yang ditanam bukan di daerah terpencil dari konsesi perusahaan. “Ini berarti pembukaan ini berdasarkan rencana perusahaan.” Diterjemahkan oleh Sapariah Saturi

Artikel berbahasa Inggris bisa ditemukan di Mongabay.com

 


Duh! Pemasok Besar Wilmar Langgar Kebijakan Nol Deforestasi was first posted on August 6, 2015 at 10:12 am.

Cegah Bencana Meluas, KLHK Segel Lahan-lahan Kebakaran di Riau

$
0
0
Petugas sedang menyegel  sekitar 100 an hektar lahan yang diduga dibakar di Pekanbaru, Rabu (5/8/15). Foto: KLHK

Petugas sedang menyegel sekitar 100 an hektar lahan yang diduga dibakar di Pekanbaru, Rabu (5/8/15). Foto: KLHK

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, gerah dengan kebakaran hutan dan lahan di Riau, yang makin parah. Tindakan tegas diambil. Dua hari berturut-turut ini, penyidik dari KLHK sudah menyegel seribuan lebih hektar hutan dan lahan yang diduga dibakar. Lahan yang disegel itu, berada di konsesi hutan tanaman industri (HTI) dan sebagian di lahan yang disiapkan buat kebun sawit.  Targetnya, ada 15 lokasi kebakaran hutan dan lahan bakal disegel.

Pada Kamis siang (6/8/15), penyidik KLHK menyegel hutan konsesi HTI PT. HSL, di Kabupaten Pelalawan, yang kebakaran beberapa waktu lalu hingga menyebabkan gangguan asap di Riau. Luas lahan terbakar diperkirakan hampir 1.000 hektar.

“Penegakan hukum melalui penyegelan kawasan hutan dan lahan yang diduga sengaja dibakar, merupakan tindakan tegas  dan komitmen Menteri LHK, Siti Nurbaya,” kata Rasio Ridho Sani, Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK, yang langsung memimpin penyegelan. Dia langsung memasang garis PPNS dan papan tanda segel di lokasi bersama Penyidik dan Satuan Polisi Hutan Reaksi Cepat (SPORC) bersenjata lengkap di bawah Komando Kemas Anas. Hadir juga Direktur Penegakan Hukum Pidana, Muhammad Yunus serta Kepala BPLHD Riau, Yuliawati dan Kapus Ekoregion Sumatera, Amral Ferry.

Dia mengatakan, pembakaran lahan dan hutan dalam penyiapan lahan untuk penanaman masih sering terjadi.  “Penyegelan ini agar kejadian tidak berulang dan jera.”

Rasio Ridho, yang akrab disapa Roy mengungkapkan, selama penyegelan tak boleh ada kegiatan di areal yang terbakar. Menurut dia, dengan penyegelan ini petugas akan melakukan penyelidikan lebih lanjut. Pelaku kejahatan yang luar biasa seperti ini, katanya,  perlu diganjar hukuman penjara dan denda semaksimal mungkin.

Masyarakat Riau, katanya,  sudah terlalu lama menghirup udara tidak sehat dampak kebakaran. “Besar sekali biaya harus dikeluarkan warga dan pemerintah untuk penanggulangan ini. Hadi, harus tindakan tegas bagi siapapun pelaku pembakaran hutan dan lahan ini.”

Berdasarkan UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, pelaku pembakaran hutan maupun lahan dapat dihukum penjara 10 tahun denda Rp10 miliar. Sedang UU Kehutanan, pelaku pembakaran hutan dapat dihukum penjara lima belas tahun dan denda Rp5 miliar.

Sehari sebelum itu, Rabu (5/8/15), di Air Hitam, Kecamatan Payung Sakiki, Pekanbaru, Riau, penyidik KLHK melakukan tindakan tegas serupa. Sekitar 100 hektar lahan yang diduga sengaja dibakar untuk penyiapan kebun sawit disegel. Lahan itu, masih terbakar dan sedang dipadamkan oleh Manggala Agni, BKSDA Riau dan water boombing Satgas Udara.

Akbar Saefudin, Kepala Penyidik Kerusakan Lingkungan dan Kebakaran Hutan/Lahan, mengatakan, penyegelan karena pembakaran lahan ini merupakan penyebab pencemaran dan gangguan asap di Pekanbaru.  “Ini mengganggu kesehatan masyarakat dan kegiatan penerbangan Bandara Sutan Syarif Kasim II. Lokasi ini memang sering kebakaran,” katanya.

Roy juga memimpin langsung penyegelan ini. Dia hadir bersama Kemal Amas, Direktur Pengawasan dan Amral Ferry, Kepala Ekoregion Sumatera.

“Penyegelan ini, memudahkan langkah penegakan hukum terhadap pelaku pembakaran lahan. Ia langkah terobosan dalam penanganan kejahatan lingkungan dan kehutanan ini,” katanya.

Penyidik KLHK, katanya, akan menyegel lahan-lahan dibakar dalam konsesi perkebunan dan kehutanan, ataupun lahan masyarakat.  “Ada sekitar 15 lokasi yang akan jadi target penyegelan,” kata Akbar Saefudin.

Jajaran KLHK dan tim penyidik yang hadir dalam penyegelan lokasi yang dibakar untuk kebun sawit. Keesokan harinya, penyegelan sama dilakukan di konsesi HTI. Foto: KLHK

Jajaran KLHK dan tim penyidik yang hadir dalam penyegelan lokasi yang dibakar untuk kebun sawit. Keesokan harinya, penyegelan sama dilakukan di konsesi HTI. Foto: KLHK


Cegah Bencana Meluas, KLHK Segel Lahan-lahan Kebakaran di Riau was first posted on August 6, 2015 at 4:50 pm.

Tak Kekeringan dan Krisis Air Kala Kemarau, Kok Bisa? Begini Caranya…

$
0
0
Kemarau panjang akan berbuntut kekeringan dan kelaparan di NTT.  Kemarau panjang dampak El-Nino diperkirakan bakal terjadi tahun ini. Foto: Tommy Apriando

Kemarau panjang akan berbuntut kekeringan dan kelaparan di NTT. Kemarau panjang dampak El-Nino diperkirakan bakal terjadi tahun ini. Foto: Tommy Apriando

Kekeringan mulai melanda sejumlah daerah di tanah air seperti Jawa, Sulawesi Selatan, Lampung, Bali, NTB, dan NTT. Hujan tak turun sudah puluhan hari.  Kondisi ini menyebabkan masa paceklik atau gagal panen, kebakaran hutan dan lahan sampai krisis air bersih. Sebenarnya dampak buruk kemarau bisa diminimalisir. Begitu kata Pengajar Jurusan Teknik Sipil Universitas Gajah Mada (UGM), Agus Maryono.

Dia mengatakan, kekeringan terjadi karena pada musim penghujan tidak berupaya penuh memanen atau menabung air hujan dan menyimpan untuk kemarau.

Memang, katanya,  perlu upaya ekstra berbagai pihak, baik masyarakat, pemerintah dan lain-lain. “Ketidaksiapan masyarakat menghadapi kekeringan karena sudah terbiasa menerima bantuan  air atau membeli air daerah lain walau jauh,” kata di Yogyakarta.

Masyarakat, lebih memlih menggantungkan diri dari air bersih PDAM yang tak mampu memenuhi kebutuhan warga ini. Kebiasaan ini, katanya, sangat berbahaya dan rentan menderita kekeringan, terlebih kala terjadi fenomena El0Nino esktrem seperti 1997.

Agus menyarakan, beberapa solusi menghadapi kemarau. Cara preventif, antara lain, menyimpan dengan tampungan air hujan (PAH), memasukan ke sumur resapan dan sumur-sumur penduduk.  Sedangkan, langkah kuratif, seperti mencari sumber air tersisa, memeriksa kembali sumur-sumur penduduk hingga menyaring air untuk air bersih.

Emilia Nurjani, M.Si dari Laboratorium Hidrometeorologi dan Kualitas Udara, Fakultas Geografi UGM mengatakan, perlu membuat sumur-sumur resapan sekaligus memberikan pengetahuan kepada petani tentang pola musim hujan dan jenis padi cocok kemarau.

Peta kondisi kekeringan di Indonesia. Sumber BMKG

Peta kondisi kekeringan di Indonesia. Sumber BMKG

Kekeringan di NTT

Salah satu daerah langganan kelaparan dan kekeringan di NTT. Heri Naif, Direktur Eksekutif Walhi NTT mengatakan, kekeringan dan kelaparan di NTT ada hubungan timbal balik dengan kebijakan pengelolaan sumber daya alam di sana.

Walhi menggarisbawahi, pemprov dan pemkab NTT seharusnya mengakomodir tata ruang dan tata kelola adat. “Harus ada ruang sakral dan ruang kelola disertai kearifan lokal yang kosmosentris dalam perda provinsi dan kabupaten.”

Dia mengatakan, kebijakan penggerukan pertambangan harus berubah menjadi kebijakan pemulihan daerah-daerah ekologi genting, dengan menempatkan rakyat sebagai subyek, membantu proses pemulihan. Misal, wajib menanam pohon dan memelihara hingga besar. Dalam 10 tahun, NTT bisa hijau.

“Kemarau harus meminimalisir titik api kebakaran di NTT dan identifikasi dan evaluasi kualitas kawasan-kawasan lindung agar menjadi daerah fokus pemulihan.”

Kekeringan di DIY

Di Yogyakarta, menghadapi kekeringan ini,  dinas sosial menyiapkan dropping air bersih untuk 1.153 tangki. Air mulai didistribusikan Agustus-Oktober, sesuai permintaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).

Untung Sukaryadi, Kepala Dinas Sosial Yogyakarta mengatakan, persiapan anggaran penanganan kekeringan dari APBD sebanyak 553 dan APBN 600 tangki air bersih. “Kami sudah menyiapkan 1.153 tanki distribusi Agustus, September, dan Oktober.”

Dengan rincian, permintaan air bersih dari Gunungkidul 300 tangki, Kulonprogo 125, Bantul 70, Sleman 50 tangki. Berdasarkan data BPBD DIY, kekeringan sudah dipetakan ada 16 kecamatan. Jumlah itu sebagian besar di Gunungkidul.

Keringnya sungai irigasi untuk lahan pertanian di Pantura. Foto: Tommy Apriando

Keringnya sungai irigasi untuk lahan pertanian di Pantura. Foto: Tommy Apriando


Tak Kekeringan dan Krisis Air Kala Kemarau, Kok Bisa? Begini Caranya… was first posted on August 6, 2015 at 6:28 pm.

Weldi, Merekam Keindahan Alam Lewat Potret Burung

$
0
0
Burung cabai panggul kuning (Dicaeum aureolimbatum). Foto: Weldi Purwanto

Burung cabai panggul kuning (Dicaeum aureolimbatum). Foto: Weldi Purwanto

Beranda rumah kecil bertegel keramik. Kursi kayu. Halaman rumah dipenuhi bunga. Anak-anak berlarian. Kicauan burung madu. Siulan kutilang. Suasana begitu hangat.

Dari beranda inilah, dia senang berlama-lama duduk. Menjaga tanaman agar tumbuh baik. Mengawasi burung yang berkunjung lalu mengarahkan lensa kamera. Jepret….! Dia senang melihat semua berjalan alami.

Dialah Weldi Purwanto.  Di Sorowako, jika bercerita soal burung, nama Weldi akan mencuat. Pada 2012, dia menerbitkan buku berisi dokumentasi burung di sekitar Sorowako. Ada puluhan dengan keterangan foto, nama ilmiah, kebiasaan sampai pakan.

Saat ini, koleksi foto burung dia mencapai 97 jenis. Sebanyak 25 jenis endemik Sulawesi dan Wallacea, dan 19 jenis burung migran dari Utara dan Selatan.

Bagaimana awal mula Weldi menemukan kegemaran itu? Pada 2005, saat pertama kali memiliki kamera saku digital, dia mengarahkan lensa ke burung. Meskipun hasil kadang tak memuaskan, dia selalu mencoba. “Saya mulai melihat, warna bulu cantik. Apa yang tampak oleh mata, kadang tak seperti aslinya.”

Salah satu, Sri Gunting. Burung ini terbang rendah. Penglihatan sepintas berwarna hitam pekat, ketika tertangkap kamera dan diperhatikan cermat, bulu berwarna sedikit biru mengkilap. Iniah yang dianggap Weldi sebagai kuasa alam.

Kebiasaan dan ritus alami beberapa burung akhirnya membuat Weldi makin jatuh cinta. Pada 2007, dia membeli kamera DSLR, lalu 2009 hingga sekarang aktif mengamati burung. Dia tahu, dimana spot favorit beberapa jenis burung.

Dengan ketekunan itu, dia mulai menemukan beberapa jenis burung yang berpindah atau hilang dari pengamatan. Apakah itu punah? “Saya tidak tahu,” katanya. “Kalau hilang dan berkurang ada.”  Salah satu yang mengalami penurunan jumlah, katanya, jalak tunggir merah (Scissirostrum dubium/finch-billed myna).”

Dia menduga, penurunan populasi karena tren pemeliharaan burung di masyarakat, kemudahan mendapatkan  senapan angin ditambah laju penurunan pohon tinggi dan besar.

Dugaan itu beralasan. Sorowako, kota industri yang digerakkan tambang nikel, PT Vale sejak 1968. Perusahaan ini menambang puluhan ribu metrik ton nikel dalam matte setiap tahun. Bukit dan gunung yang mengandung nikel, sebelumnya ditumbuhi pohon dikupas untuk mendapatkan nikel.

Nurtolu, tokoh masyarakat Sorowako, beberapa waktu lalu menceritakan bagaimana lingkungan masa lalu. Menurut dia, pada 1980-an hingga pertengahan 1990-an, ada banyak jenis burung berkeliaran di sekitar kampung. Salah satu, julang Sulawesi (Rhytieceros cassidix/Knobbed hornbill).  Burung dengan kepak besar ini merupakan satwa terlindungi yang setiap tahun populasi terus menurun.

Bahkan, kata Nurtolu, karena banyak rangkong, anak-anak muda jika hendak memakannya bebas memilih. Tembak yang besar, lepaskan yang kecil. Saat ini, melihat rangkong terbang di ketinggian itu sudah sangat beruntung.

Elang ular Sulawesi (Spilornis rufipectus). Foto: Weldi Purwanto

Elang ular Sulawesi (Spilornis rufipectus). Foto: Weldi Purwanto

Burung pendatang

Dalam catatan Weldi, dari 19 jenis burung migrasi, paling rutin berkunjung adalah kirik-kirik Australia (Merops ornamus/Rainbow bee-eater). Dalam pengamatan dia, kirik-kirik Australia ini berbiak dan membuat sarang di sekitar Danau Matano.

Kirik-kirik, adalah jenis burung dengan paruh runcing. Saat berkunjung ke Sorowako, saya beberapa kali melihat di pohon akasia di pinggir jalan menjelang magrib. Burung ini berkerumun, dengan suara riuh. Ukuran hampir seperti kutilang.

Untuk melihat kecantikan kirik-kirik Australia, harus berangkat subuh hari. Menunggu langit sedikit terang dan melihat mereka meninggalkan tempat bermalam. Jika diamati dari bawah, kirik-kirik Australia yang mengepakkan sayap akan memperlihatkan paduan warna, seperti pelangi.

Kirik-kirik Australia dalam buku Birds of Wallace, kemungkinan imigran tahunan dari Australia. Di Sorowako, burung ini, kata Weldi, hanya terlihat April hingga Agustus. Untuk trending migrasin, beberapa forum dalam pengamatan burung di Indonesia, catatan migrasi masih minim.

Kirik-kirik Australia adalah jenis pemakan serangga. “Saya kira, mengapa beberapa burung migran pemakan serangga masih mengunjungi Sorowako, karena pakan masih berlimpah,” kata Weldi.

Mengabadikan alam

Masa kecil Weldi dihabiskan di Sorowako. Dia bersama teman-teman bermain dengan alam, masuk hutan, nyemplung ke danau, cari buah, tembak burung, tembak ikan, ataupun cari kerang. Pada era inilah yang membentuk dia selalu ingin kembali ke masa kecil.

Kini dia berusia 41 tahun dan memiliki tiga anak. Dia bekerja di PT Vale. Pemahaman dia, setiap tambang pasti mengubah wajah alam dan itu tak dapat dipungkiri. Untuk itulah, setiap perusahaan tambang harus berusaha mengembalikan kondisi alam pasca tambang, seperti biota dalam lingkungan itu. “Saya kira program re-forestry perusahaan, bukan reboisasi, cukup baik. Membuat kembali hutan, bukan menghijaukan.”

Namun terlepas dari itu, dia menyadari kondisi alam terus berubah. Dia ingin menyimpan alam itu selalu indah. Salah satu jawaban, lewat gambar alias bidikan kamera. Foto akan membuat alam diam dan selalu indah. “Dengan foto, saya inign semua orang tahu, mengenal dan mensyukuri apa yang ada di sekeliling.”

Kecintaan pada burung selalu disampaikan ke anak, keluarga dan teman-teman. Menurut dia, nyanyian burung di halaman seperti alunan mucik yang membuat rumah jadi terasa alami dan asri. Dia juga berusaha tak memelihara burung dalam sangkar. Baginya, nyanyian burung dalam sangkar sama indah dengan nyanyian di alam. “Tetapi mungkin tema beda. Yang di alam menyanyikan lagu bahagia, sementara yang di sangkar menyanyikan lagu sedih.”

Serindit Sulawesi (Loriculus stigmatus). Foto: Welldi Purwanto

Serindit Sulawesi (Loriculus stigmatus). Foto: Welldi Purwanto

Jalak tunggir merah. Foto: Eko rusdianto

Jalak tunggir merah. Foto: Eko Rusdianto

Kadalan Sulawesi (Rhamphococcyx calyorhynchus). Foto: Eko Rusdianto

Kadalan Sulawesi (Rhamphococcyx calyorhynchus). Foto: Eko Rusdianto


Weldi, Merekam Keindahan Alam Lewat Potret Burung was first posted on August 7, 2015 at 5:12 am.

Balai TN Leuser-Warga Kompak Menolak, Pabrik Semen Gagal Masuk Hutan Bahorok

$
0
0
Bukit Kapur, di kawasan hutan produksi terbatas. Bahan  baku melimpah alasan rencana membangun pabrik semen di Bahorok. Warga dan  BBTNGL hingga perusahaan sementara menghentikan upaya. Foto:  Ayat S  Karokaro

Bukit Kapur, di kawasan hutan produksi terbatas. Bahan baku melimpah alasan rencana membangun pabrik semen di Bahorok. Warga dan BBTNGL hingga perusahaan sementara menghentikan upaya. Foto: Ayat S Karokaro

Rencana pembangunan pabrik semen dari Cibinong, di kawasan hutan produksi terbatas berdekatan dengan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL)di Bahorok, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, mendapat penolakan berbagai pihak, seperti komunitas #SaveHutanBahorok dan Balai Besar TNGL (BBTNGL).

Bagi warga, jika pabrik semen dibangun akan senasib sama di Rembang, Jawa Tengah, mengakibatkan kerusakan lingkungan dan menghancurkan konsep masyarakat adat yang turun temurun menjaga alam. Beragam keragamana hayatipun terancam.

“Tidak bisa terbayangkan jika pabrik semen jadi dibangun di Bahorok. Banyak satwa TNGL muncul dan menjalani hidup hingga terlihat ke hutan produksi terbatas tempat pabrik semen akan dibangun. Apa jadinya jika rumah mereka dihancurkan? Kami menolak pembangunan pabrik, ” kata Sastrawan, anggota #SaveHutanBahorok, ketika berbincang dengan Mongabay di di Langkat, Sabtu (2/8/15).

Saat ini, katanya, ratusan hektar lahan warga sudah dibeli perusahaan. Pengambilan sampel bahan baku juga sudah.

Dia menyatakan, bukit kapur, yang sering didatangi monyet ekor panjang, lutung, orangutan, berbagai jenis burung, hingga monyet kepala putih, akan diratakan buat mengambil bahan baku. Jika terjadi, satwa akan terancam. Belum lagi berbagai pohon jati, meranti dan pinus, banyak tumbuh disana.

“Itu kami menolak pembangunan pabrik semen di Bahorok. Banyak rugi ketimbang untung.”

Apakah perusahaan tetap akan beroperasi? Menurut Kepala Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL), Andi Basrul, pabrik semen ini terus bergerak menyusun rencana pembangunan di Bahorok.

Yang mengejutkan, ternyata Pemerintah Langkat dan sejumlah pihak terkait sudah menandatangani persetujuan pembangunan pabrik semen itu. Analisi mengenai dampak lingkungan (Amdal), dibuat pemegang saham yang belum memutuskan nama perusahaan buat pabrik semen ini.

Basrul menjelaskan, perusahaan mulai pemetaan area sejak 1996, berdasarkan remomendasi dari Bupati Langkat. Perhitungan kontur tanah, bahan baku, hingga lokasi pabrik juga sudah dilakukan tim survei perusahaan. Jadi, peluang pabrik dibangun cukup besar di sini.

Bagaimana agar pabrik batal berdiri? Basrul membahas khusus soal itu dengan mengumpulkan staf ahli dan kalangan NGO fokus lingkungan. Diambilah keputusan, perusahaan boleh dibangun asal mereka bisa mengevakuasi semua satwa yang ada ke TNGL.

Apakah itu berhasil? “Ya, ternyata konsep ini berhasil dilakukan. Perusahaan mundur. Pembangunan pabrik semen yang sudah direncanakan sejak 1996 mentah dan gagal berdiri.”

 

Lihatlah  hamparan padi di balik gunung di Bahorok  ini. Alam terjaga karena pabrik semen tak jadi dibangun. Foto:  Ayat S  Karokaro

Lihatlah hamparan padi di balik gunung di Bahorok ini. Alam terjaga karena pabrik semen tak jadi dibangun. Foto: Ayat S Karokaro

 

Rekomendasi pemerintah kabupaten tidak membuat BBTNGL cair, mereka tetap bertahan dengan sikap mengutamakan kehidupan makhluk hidup di dalamnya.

Berbagai cara dilakukan para pemegang saham. Mulai menunjukkan Amdal hingga terus membeli lahan masyarakat sekitar konsesi mereka. Pada 2011-akhir 2013, perwakilan perusahaam mencoba datang lagi ke BBTNGL meminta persetujuan. Sikap Basrul tetap sama. Dengan tegas menyebutkan jika bisa mengevakuasi satwa termasuk semut sekalipun dari izin konsesi perusahaan, dia baru mau membuat pernyataan tidak menolak dan menyetujui atau tidak keberatan.

“Jika itu tidak bisa dilakukan, sampai kapanpun kami tidak akan mau memberikan izin pabrik semen berdiri disana, meski kawasan itu bukan hutan lindung.”

Perusahaan gagal mendapat persetujuan BBTNGL. Begitu juga pada 2014, sikap sama mereka dapat. Sejak 2014 hingga kini, perusahaan tidak lagi berani datang meminta persetujuan BBTNGL.

Di lapangan, sikap penolakan berbagai pihak atas rencana pembangunan  pabrik semen ini, membuat warga yang telah sempat menjual lahan kepada pemodal, membatalkan transaksi jual beli. Mereka juga bercermin dari kasus pabrik semen di Rembang.

Adapun lokasi yang akan dijadikan pembangunan pabrik semen, berada di Dusun Delapan Selang Pangeran, Desa Timbang Lawan, Kelurahan Lodamak, dan Desa Batu Gajah, Kecamatan Bahorok, Langkat. Khusus lokasi rencana pembangunan pabrik telah dijadikan perkebunan oleh warga, dengan berbagai tanaman seperti karet, salak, pinang, dan sawit. Ada juga menanam bamboo.

Tapak-tapak pengambilan sampel bahan baku di Bukit Kapur juga mulai hilang. Yang membahagiakan, satwa-satwa yang sangat berdekatan dengan TNGL, jelas terlihat. Kicau burung bersahut-sahutan. Mereka terbang bebas.

Hutan rimbun dan lebat. Suara primata terdengar jelas. Riak air sungai mengalir deras juga terdengar dari kejauhan. Obrolan penduduk yang pergi ke kebun menderes getah dan memanen salak, riuh terdengar.

Di bawah bukit kapur, ratusan batang bambu panen, siap dibawa ke kota. “Semoga mata pemerintah bisa melihat kedamaian di Bahorok. Semoga mereka menarik izin pembangunan semen di desa kami, demi hidup sehat masa datang,” kata Sastrawan.

Menurut dia, banyak cara meningkat pendapatan daerah tanpa merusak hutan, rumah beragam makhluk hidup. “Mereka sudah ada disana sebelum pemerintah ada dan berdiri,” katanya, seraya menyaksikan monyet kepala putih dan beruk lomba lari di pepohonan.

 

Primata ini dikenal dengan nama kedih. Monyet ini hidup di  kawasan TNGL dan sering muncul di kawasan hutan produksi terbatas tempat  akan berdiri pabrik semen. Beruntung BBTNGL dan sebagian warga menolak. Warga yang dulu, sempat ingin menjual tanah pun, membatalkan. Foto: Ayat  Karokaro

Primata ini dikenal dengan nama kedih. Monyet ini hidup di kawasan TNGL dan sering muncul di kawasan hutan produksi terbatas tempat akan berdiri pabrik semen. Beruntung BBTNGL dan sebagian warga menolak. Warga yang dulu, sempat ingin menjual tanah pun, membatalkan. Foto: Ayat Karokaro

Burung ini membawa makanan buat anaknya. Mereka sementara  waktu terselamatkan dari ancaman pembangunan pabrik semen di hutan  Bahorok. Foto:  Ayat S Karokaro

Burung ini membawa makanan buat anaknya. Mereka sementara waktu terselamatkan dari ancaman pembangunan pabrik semen di hutan Bahorok. Foto: Ayat S Karokaro

 


Balai TN Leuser-Warga Kompak Menolak, Pabrik Semen Gagal Masuk Hutan Bahorok was first posted on August 7, 2015 at 9:03 pm.

Inilah Suguhan Kekayaan Budaya Lembah Baliem

$
0
0
Atraksi perang-perangan, yang menjadi tema utama dalam Festival Lembah Baliem, Wamena, Papua. Foto: Asrida Elisabeth

Atraksi perang-perangan, yang menjadi tema utama dalam Festival Lembah Baliem, Wamena, Papua. Foto: Asrida Elisabeth

Panas begitu terik, seakan membakar kulit. Jumat siang, sekitar pukul 13:00, Walena Meaga, dari Distrik Hubikosi duduk di panggung berukuran sekitar satu x satu meter. Dia bersiap memainkan musik witawo. Ini bunyi mulut tanpa bantuan alat apapun.

“Ini musik tentang sepi,” begitu kata Walena soal witawo dalam bahasa Baliem. Lemeus Gombo, pemuda Baliem seksi karapan babi dan pikon langsung menerjemahkan ucapan Walena.

Usai Walena, sekelompok anak-anak juga memainkan witawo. Mereka berlima memainkan witawo menggunakan bambu. Cerita yang mereka bawa tak kalah menarik, tentang anak-anak yang ditinggal pergi orang tua dalam keadaan lapar. Kelimanya menghasilkan bunyi berbeda. Ia menjadi sangat indah terdengar ketika dipadukan.

Di sebelah mereka, mama-mama sedang menganyam noken dan bapa-bapa membuat sekan (gelang). Mereka menggunakan busana adat Lembah Baliem. Setelah itu, ada karapan babi dan tiup pikon.

Di arena festival, warga Distrik Ibarek menampilkan atraksi perang-perangan. Perang-perangan ini menceritakan, seorang perempuan sedang menggali ubi di kebun. Tak lama seorang laki-laki datang dan membawanya pergi. Aksi ini menimbulkan kemarahan suku tempat perempuan berasal. Terjadilah perang.

Mama-mama Papua sedang menganyam noken pada Festival Lembah Baliem, yang berlangsung 6-8 Agustus di Wamena, Papua. Foto: Asrida Elisabeth

Mama-mama Papua sedang menganyam noken pada Festival Lembah Baliem, yang berlangsung 6-8 Agustus di Wamena, Papua. Foto: Asrida Elisabeth

Atraksi ini memang inti Festival  Baliem. Peserta tampil bak orang-orang Baliem dulu berperang, tetapi beberapa peralatan tajam seperti panah diganti batang pion.

Khusus wisatawan manca negara, tersedia lomba panahan. Sasaran panah pohon pisang yang disediakan. Tepukan penonton riau, kala mereka berhasil memanah.

Beragam produk kerajinan khas Baliem juga dijual di stan khusus. Ada kopi, koteka, gelang, noken, sari buah merah, pigura, juga kalung.   Kerajinan-kerajinan ini diambil dari hasil alam Papua.  Namun, ada juga mama-mama berbusana adat memilih menggelar hasil karya mereka di lapangan terbuka tempat festival berlangsung.

Di bagian lain, tampak beberapa kelompok masyarakat antri menampilkan atraksi. Laki-laki dan perempuan menari-nari menggunakan musik pikon yng dimainkan beberapa pemuda. Mereka juga menari. Wisatawan juga menari bersama.

Bapa-bapa Papua, tengah menganyam gelang di Festival Lembah Baliem. Foto: Asrida Elisabeth

Bapa-bapa Papua, tengah menganyam gelang di Festival Lembah Baliem. Foto: Asrida Elisabeth

Peserta yang tampil dari 40 distrik di seluruh Kabupaten Jayawijaya, Papua. Mereka tampil dalam tiga hari festival, 6-8 Agustus 2015.

Warga antusias tampil dalam setiap atraksi yang dilombakan ini. Masing-masing memiliki tim juri. Perang, misal tiga juri yang menilai kesesuaian tema cerita dengan budaya Baliem, keaslian busana, jumlah peserta dan waktu tampil. Pun lomba panahan untuk wisatawan.

Ceqrapabriv, wisatawan dari Praque, yang baru pertama kali ke Papua dan Wamena mengatakan, festival ini unik dan sangat indah. Dia enam hari di Lembah Baliem. Tiga hari berkeliling menikmati keindahan alam Lembah Baliem, dan tiga hari menyaksikan festival.

Aries, wisatawan dari Salatiga memuji festival ini. “Festival ini bagus. Pengaturan bagus. Full dari awal sampai akhir tidak ada kosong. Juga sangat unik, tidak pernah dilihat di tempat lain.”

Namun, festival ini juga tidak luput kritik, mulai dari promosi sangat minim hingga isi kurang menonjolkan makna di balik setiap atraksi.

Aries merasa sulit mendapatkan informasi dari website resmi festival. “Informasi festival sama sekali tidak ramai. Web tidak ramai, di sosial media juga tidak. Klub fotografi malah yang mengeluarkan ini.”

Dia datang bersama beberapa wisatawan mancanegara mengaku kesulitan penginapan karena hanya satu hotel bisa diakses online.

Banyak turis yang menyaksikan festival ini. Namun, mereka ada yang mengeluhkan minimnya informasi acara. Foto: Asrida Elisabeth

Banyak turis yang menyaksikan festival ini. Namun, mereka ada yang mengeluhkan minimnya informasi acara. Foto: Asrida Elisabeth

Vero, peneliti dari Universitas Harvard mengingatkan, pemerintah yang menyelenggarakan festival budaya agar memahami dengan baik budaya masyarakat agar tidak terkesan hanya “jualan.”

Sedang Pastor Frans Lieshout, misionaris yang puluhan tahun hidup bersama orang Baliem dan menulis kamus Indonesia-Baliem Baliem-Indonesia mengatakan, festival ini lebih sebagai pamer ketelanjangan dan kehilangan makna. Festival sangat riuh hingga orang gagal menangkap makna di setiap atraksi. Frans juga menyayangkan sikap pengunjung yang tidak tertib saat mengambil gambar sehingga tidak semua bisa dengan nyaman melihat atraksi yang ditampilkan.

Festival ini memang sangat minim informasi, terutama bagaimana kaitan isi festival dengan kehidupan orang Baliem. Tidak ada stan khusus menyajikan informasi penting, misal, sejarah budaya masyarakat di Lembah Baliem, sejarah perang suku, bagaimana wam (babi) dalam sistem kepercayaan masyarakat Baliem, interaksi orang Baliem dengan dunia luar dan berbagai informasi tentang kehidupan suku-suku di lembah ini. Pengunjung hanya disuguhkan atraksi-atraksi.

Di pintu masuk festival panitia sudah menyediakan kotak saran bagi pengunjung yang ingin memberi saran.

Mama-mama Papua, yang menggelang jualan noken di sekitar festival. Foto: Asrida Elisabeth

Mama-mama Papua, yang menggelang jualan noken di sekitar festival. Foto: Asrida Elisabeth

Anak-anak muda Papua, yang memainkan musik witawo di Festival Budaya Lembah Baliem, Wamena, Papua. Foto: Asrida Elisabeth

Anak-anak muda Papua, yang memainkan musik witawo di Festival Budaya Lembah Baliem, Wamena, Papua. Foto: Asrida Elisabeth

Warga yang menanti giliran eratraksi pada Festival Budaya Lembah Baliem. Foto: Asrida Elisabeth

Warga yang menanti giliran eratraksi pada Festival Budaya Lembah Baliem. Foto: Asrida Elisabeth


Inilah Suguhan Kekayaan Budaya Lembah Baliem was first posted on August 8, 2015 at 10:51 pm.

Ternyata Inilah Penyebab Penyakit Terbesar Orangutan

$
0
0

Populasi orangutan terancam karena habitat terfragmentasi lebih 55% dalam 20 tahun, antara lain akibat konversi hutan untuk perkebunan, pertambangan dan pemukiman. Mereka juga terancam kebakaran hutan dan perdagangan untuk peliharaan. Foto: Sapariah Saturi

Sebanyak 60 dokter hewan di pusat rehabilitasi dan konservasi orangutan dalam dan luar negeri mengikuti pertemuan Orangutan Veterinary Advisory Group (OVAG) di Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) UGM, Selasa, (4/8/15). Pertemuan dari 1-6 Agustus ini diikuti dokter hewan dari berbagai negara seperti Inggris, Republik Ceko, Jerman, Amerika Serikat, Australia, Selandia Baru dan Malaysia. Pertemuan dokter hewan yang bekerja di konservasi orangutan memang setiap tahun di UGM.

Wisnu Nurcahyo, Dosen Parasitologi FKH UGM sekaligus penggagas acara mengatakan, pertemuan ini diikuti 40 dokter hewan di pusat rehabilitasi orangutan di Sumatera dan Kalimantan. Sisanya 20 dokter hewan asing. Mereka membahas persoalan dan perkembangan konservasi serta rehabilitasi maupun berbagai penanggulangan medik orangutan.

Pada pertemuan ini mengemuka berbagai persoalan di lapangan salah satu penyakit yang banyak diderita orangutan yang menyebabkan kematian. “Sekitar 60-70% penyakit orangutan dari parasit,” kata Wisnu, juga peneliti penyakit parasit orangutan.

Penyakit parasit seperti malaria, protozoaBalantidium coli, filariasis, scabies, dan strongilodiasis. Dari beberapa penyakit itu, malaria dulu tidak pernah ditemui pada orangutan, sekarang lebih banyak.  Adapun Balantidium coli adalah sejenis protozoa mematikan yang bisa menular pada manusia melalui kotoran.

Indonesia, katanya,  termasuk negara kaya primata. Dari 195 jenis di dunia, 37 hidup di sini. Sekitar 20 jenis, primata endemik Indonesia, salah satu orangutan yang hanya ada di Sumatera dan Kalimantan.

Orangutan makin terancam alam, perkiraan populasi sekitar 20.000 tahun 2006. “Degradasi dan habitat hilang ancaman paling besar orangutan, walaupun perburuan untuk dimakan dan perdagangan liar juga masalah sangat besar,” katanya.

Banyak sekali ancaman orangutan, terutamakehilangan betina dewasa karena perburuan. Di Taiwan, tercatat 283 orangutan tertangkap, beberapa wakyu lalu 53 orangutan diselundupkan ke Thailand sebagai hiburan.

Penurunan populasi, kata Wisnu, juga disebabkan penyakit. Orangutan mudah terserang penyakit yang sama dengan manusia, hingga beberapa penyakit infeksi manusia dapat diderita orangutan. Penyakit menular yang biasa diderita orangutan tuberkulosis, hepatitis, scabies, typhoid, infeksi saluran usus karena protozoa, bakteri, virus, sampai infeksi saluran pernafasan.

“Penyakit-penyakit ini sering menyerang orangutan, apalagi yang lama dipelihara atau kontak dengan manusia. Apabila dilepas ke areal mereka berinteraksi akan menyebar ke orangutan yang lain.”

Rehabilitasi orangutan,  merupakan alat konservasi di Indonesia dan Malaysia. Di sini, satwa yang ditangkap diberi perawatan khusus, dilatih atau diberi pengamanan khusus supaya bertahan hidup saat dilepas lair. Orangutan banyak disita antara lain, bayi-bayi orangutan, dalam keadaan sakit, cacat atau luka-luka. Sitaan ini dibawa ke pusat rehabilitasi.

“Ancaman kelestarian orangutan yang demikian banyak masih diperparah kondisi ekonomi masyarakat memprihatinkan hingga memaksa mereka berburu satwa. Perlu peran serta masyarakat dalam perlindungan dan penyelamatan orangutan.”

Citra Kasih, anggota pusat rehabilitasi orangutan dari Yayasan Jejak Pulang di Kalimantan Timur mengatakan, persoalan pusat rehabilitasi orangutan adalah makin sedikit habitat orangutan. Orangutan yang diselamatkan pusat rehabilitasi mengalami hambatan mencari habitat saat akan dilepas. Pasalnya, lokasi habitat lama mengalami kerusakan karena laju kerusakan hutan untuk perkebunan, pertambangan maupun kebakaran. “Banyak orangutan layak lepas bertahan di pusat rehabilitasi,” katanya.

Menurut dia, laju kerusakan hutan di Sumatera dan Kalimantan seharusnya menjadi perhatian pemerintah pusat dan daerah guna mempertahankan habitat layak orangutan.  “Perlu regulasi kuat mendukung habitat orangutan tidak mengalami penurunan.”

Orangutan Kalimantan ini disita dari daerah sekitar Sulawesi Utara. Kini, ia menempati pusat rehabilitasi di PPS Tasikoki. Foto: Tommy Apriando

Orangutan Kalimantan ini disita dari daerah sekitar Sulawesi Utara. Kini, ia menempati pusat rehabilitasi di PPS Tasikoki. Foto: Tommy Apriando


Ternyata Inilah Penyebab Penyakit Terbesar Orangutan was first posted on August 9, 2015 at 3:02 am.

Konservasi Alam Itu Bukan “Membuang” Masyarakat, tetapi Libatkan Mereka

$
0
0

Air Terjun Benang Kelambu yang berada di HKm Desa Aik Berik, Lombok. Ia menjadi salah satu sumber air bersih di Lombok Tengah. Ini contoh, kala warga diberi hak kelola di kawasan hutan, hutan lebih terjaga, pasokan air terjaga, ekonomi warga meningkat dengan mengelola  sekaligus menjaga hutan. Foto: Sapariah Saturi

Ratusan rimbawan di seluruh Indonesia sejak Jumat (7/8/15) hingga Senin (10/8/15), berkumpul di wilayah paling barat Pulau Jawa, yakni di Taman Nasional Ujung Kulon. Mereka memperingati Hari Konservasi Alam Nasional.

Kegiatan dihadiri Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, ini membahas berbagai hal, mulai soal kebakaran hutan hingga perburuan satwa dan pencemaran lingkungan akibat limbah plastik. Tak ketinggalan diskusi soal konservasi.

Siti Nurbaya mengatakan, kondisi hutan di Indonesia memprihatinkan akibat alih fungsi, penebangan sampai kebakaran. Padahal, katanya, Indonesia, memiliki keragaman hayati kaya, 17% flora fauna dunia ada di sini.  Untuk itu, konservasi memegang peranan penting dalam menjaga keragaman hayati ini. “Mengelola hutan harus bijaksana.” Kerusakan hutan lindung, mangrove, perlu menjadi perhatian.

Dalam menjalankan konservasi, katanya,  harus memperhatikan kesejahteraan dan keadilan. “Harus ada introspeksi kita semua, bagaimana melaksanakan dan menjalankan konservasi yang sebenarnya,” katanya. Siti merujuk banyak terjadi di Indonesia, kala wilayah konservasi atau kawasan hutan,  masyarakat kesulitan mendapatkan akses. “Ini harus dilakukan dengan baik.”

Konservasi, sebenarnya tak hanya tanggung jawab KLHK, tetapi kementerian lain terkait termasuk masyarakat.

“Menjaga kekayaan dan sumberdaya alam genetik, sekaligus menjaga komitmen internasional yang didorong IUCN, sangat penting. Diharapkan dukungan semua pihak melalui kampanye. Kekayaan dan milik bersama untuk keseimbangan dan kemajuan bersama.”

Dia juga membahas bagaimana meningkatkan populasi satwa langka dan terancam di sejumlah kawasan taman nasional dan hutan lindung. Dia menargetkan, dalam lima tahun, diharapkan bisa menjaga karagaman hayati, dan mengembalikan populasi (peningkatan 10% ) 25 spesies terancam, seperti badak, gajah, orangutan, harimau dan lain-lain. Caranya, kata Siti, dengan memperbanyak kelompok penangkar yang konsen dan fokus pengembangbiakan.

Rumah warga adat yang dibakar dalam operasi gabungan TNBBS di Bengkulu. Ini contoh kala akses kelola warga tertutup. Hasilnya, kriminalisasi warga dan kesengsaraan bagi rakyat. Foto: AMAN Bengkulu

“Harus ada peningkatan populasi oleh penangkar untuk mencapai target ini. Semua pihak mulai pengusaha hingga pendamping komunitas peningkatan konservasi harus mendukung ini.”

Taman nasional bermanfaat bagi warga  

Dia juga menyinggung keterlibatan pemerintah daerah, yang mempersiapkan taman nasional agar bermanfaat ekonomi bagi rakyat, salah satu melalui konsep ekowisata yang tidak merusak hutan. Untuk mendukung itu, jajaran KLHK harus reorientasi perencanaan. Konsepnya, membangun Indonesia dari wilayah pinggiran untuk mencapai kesejehteraan bangsa.

“Jaga ekosistem, jaga sumberdaya genetik agar tidak hilang. Taman nasional harus memberikan nilai ekonomi bagi warga. Itu pesan Presiden,” katanya.

Soal peningkatan ekonomi lingkungan, katanya, jika 1980-1990,  masih bersandar pada kayu, sekarang sudah tidak bisa lagi. Taman Nasional Ujung Kulon, TN Gunung Leuser, dan sejumlah taman nasional lain di Indonesia yang memiliki keindahan luar biasa, harus dimanfaatkan dan bernilai ekonomi tinggi bagi masyarakat sekitar. Hal ini, katanya, sudah dilakukan di Tangkahan, Langkat. Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL), menggunakan konsep peningkatan ekonomi masyarakat melalui ekowisata. Peluang ini,  harus terus dikembangkan karena sukses di sejumlah taman nasional.

Siti juga mengingatkan soal limbah plastik termasuk yang dibuang di taman nasional dan hutan lindung. Dia sudah meminta kepada pemerintah daerah mulai bupati hingga gubernur agar memberikan peringatan kepada supermarket dan hotel  mengurangi steoroform dan plastik. “Ini agar menekan limbah, termasuk  di kawasan hutan yang dibawa pengunjung.”

Kebakaran hutan

Dia juga menyinggung kebakaran hutan di sejumlah daerah. Pada Sabtu (8/8/15), ada tiga pesawat water bombing di Riau, dan Sumatera Selatan. Masing-masing satu pesawat modifikasi cuaca juga disiagakan. Khusus Riau, sudah hujan, karena ditabur 80 ton garam menggunakan pesawat.

Di Jambi, ditabur 30 ton garam, Kalimantan Barat akan dimulai pesawat modifikasi cuaca pada Selasa (11/8/15),. Kalimantan Tengah pekan kemarin darurat.

Jadi, katanya, daerah-daerah rawan seperti Riau, Sumsel, Jambi, Kalteng, Kalbar, terus dikontrol KLHK. “Setiap hari selalu ada laporan lalu diambil langkah-langkah penanggulangan.”

Menurut dia, September 2015, Lampung, Jawa, NTB, NTT dan Sulsel harus waspada dan menjadi fokus perhatian soal kebakaran hutan.

“Saya sudah dapatkan menu baru menggunakan bahan kimia Polly Sacarida, yang akan digunakan mematikan api sebagai alternatif jika air tidak ada sama sekali.”

Siti Nurbaya, Menteri LHK menanam bibit pohon butun  (Baringtona aisatica) di bibir pantai Ujung Kulon, dalam peringatan Hari Konservasi Alam Nasional. Foto:  Ayat S Karokaro

Siti Nurbaya, Menteri LHK menanam bibit pohon butun (Baringtona aisatica) di bibir pantai Ujung Kulon, dalam peringatan Hari Konservasi Alam Nasional. Foto: Ayat S Karokaro

Perkuat perangkat dan penegakan hukum

Sementara itu, Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) meminta, pemerintah memperkuat perangkat dan penegakan hukum terkait konservasi sumner daya alam.

Henri Subagiyo, Direktur Eksekutif ICEL mengatakan, saat ini keragaman hayati Indonesia kritis hingga mempengaruhi kehidupan ekosistem. Setidaknya, ada dua faktor utama penyebab kehancuran keragaman hayati Indonesia. Pertama, tekanan habitat melalui izin massif terkait lahan dan hutan. Kedua, kejahatan tanaman dan satwa liar tinggi melalui perdagangan dan perburuan ilegal.

Henri mengingatkan bahwa, pemerintah harus segera mengambil langkah-langkah preventif maupun kuratif mengatasi ini. Berbagai ketentuan mengenai izin usaha terkait lahan dan hutan, katanya,  harus diperkuat. “Khusus aspek perlindungan keragaman hayati dan lingkungan hidup,” katanya dalam rilis kepada media.

Menurut dia, paradigma perlindungan keragaman hayati yang lebih menekankan tanggungjawab negara harus digeser, terutama,  kepada pelaku usaha. “Pelaku usahalah yang banyak menguasai lahan dan hutan melalui berbagai izin yang diberikan pemerintah.”

Dia juga meminta, tim evaluasi perizinan besutan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, menerjemahkan kondisi ini sekaligus me-review izin-izin yang masih berlaku untuk dikaji terhadap kewajiban perlindungan keragaman hayati.

Tim evaluasi, kata Henri,  harus mampu melihat akar persoalan lebih dalam, bukan hanya tuntutan pelaku usaha untuk mempermudah perizinan. “Hakekatnya izin untuk mempermudah pengawasan dan pedoman para pelaku usaha menjalankan kewajiban hukum melindungi lingkungan hidup dan keragaman hayati.”

Selain soal peraturan, katanya, penegakan hukum terhadap kejahatan tanaman dan satwa liar harus diperkuat karena selama ini belum memberikan efek jera. “Lemahnya penegakan hukum diindikasikan lemahnya pengungkapan kasus-kasus kejahatan yang belum menyentuh pelaku utama kejahatan. Tuntutan dan vonis juga minim bagi pelaku.”

Data ICEL sejak 2011, memperlihatkan, rata-rata penegak hukum hanya menuntut dan memvonis pelaku kejahatan di bawah satu tahun. “Ini sangat timpang sekali dibandingkan keuntungan sindikat yang menduduki peringkat kedua setelah kejahatan narkoba.”  Itupun, katanya, belum dihitung kerugian negara atas keragaman hayati hilang yang.

Untuk itu, kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan perlu mendapatkan penyadaran tentang ini. Padahal, katanya, PBB telah menyetarakan kejahatan tanaman dan satwa liar dengan kejahatan narkoba dan perdagangan manusia.

Raynaldo G. Sembiring, peneliti ICEL mengatakan, pembaruan hukum terkait perlindungan keragaman hayati di Indonesia, lambat. Pemerintah dan DPR, katanya,  perlu segera mengagendakan pembahasan revisi UU 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya. UU ini, dianggap usang justru luput dari pencermatan program legislasi nasional.

 

 


Konservasi Alam Itu Bukan “Membuang” Masyarakat, tetapi Libatkan Mereka was first posted on August 10, 2015 at 3:39 am.

Kekeringan Melanda, Berikut Ini Langkah-langkah Pemerintah

$
0
0

Kebakaran hutan dan lahan sudah terjadi di berbagai daerah, menyebabkan kabut asap seperti di Kalbar, Kaltim, Riau, Jambi sampai Sumsel. Foto: Sapariah Saturi

Bencana kekeringan dampak El-Nino, mulai melanda Indonesia. Pemerintahpun melakukan berbagai upaya antisipasi, salah satu membentuk posko terpadu. Ia dibuat bersama antara Kementerian Pertanian, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Juga, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Bulog, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Perdagangan, serta Kepolisian dan TNI.

“Setiap musim kemarau, lahan pertanian 200.000 hektar kekeringan. Kementan lebih awal antisipasi sejak Januari. Kami menyediakan pompa air 21 ribu unit. Ini sudah terdistribusi ke seluruh Indonesia,” kata Menteri Pertanian, Amran Sulaiman saat konferensi pers di Kementan Jakarta, Senin (10/8/15).

Dia mengatakan, pompa disiapkan bagi daerah yang cocok menerapkan seperti Jawa Timur, ada sungai Bengawan Solo dan Jawa Barat, Sungai Cimanuk.  Tak hanya itu. Juga pembuatan sumur dangkal seperti Nusa Tenggara Timur. Kementan, katanya, sudah memperbaiki irigasi tersier lahan pertanian 1,3 juta hektar.

“Kekeringan ini jangan diasumsikan 14 juta hektar padi kering semua. Bukan di seluruh Indonesia. Sebab sampai Agustus, 76,3% sudah panen. Tidak terdampak kekeringan. Yang harus menjadi perhatian serius, panen September-Oktober yang menjadi puncak kekeringan.  Menurut BMKG Oktober, mulai hujan. Dua bulan ini jadi perhatian serius.”

Dengan pasokan saat ini,  katanya, belum perlu impor beras. Sebab, 11 juta hektar sudah selesai panen.

“Pengalaman 1998 ada puso lahan 97.000 hektar. (Kini) Kementan mengantisipasi hal itu di 400.000 hektar. Hari ini kami rapat koordinasi. Dalam waktu dekat kami akan hujan buatan.”

Amran mengatakan, hujan buatan dilakukan di daerah rentan kekeringan, Jabar, Jateng, Jatim, menjadi prioritas. Provinsi lain seperti Sulsel, Sumsel, dan Lampung.

BMKG

Kepala BNPB Syamsul Maarif mengatakan, siap antisipasi berupa hujan buatan.”Dua bulan lalu kita siapkan antisipasi. Khusus hujan buatan bekerjasama dengan TNI. Pesawat sudah disiapkan. Diharapkan satu dua hari bisa dilaksanakan,” katanya.

Hujan buatan akan bekerjasama beberapa multi stakeholder termasuk pemda dengan persiapan dana Rp200 miliar. “Ini  untuk kekeringan di Jabar, Jateng, Lampung dan NTB.  Pesawat disiapkan dua hercules dan Cassa 295, Cassa 212  milik TNI AU ditambah Cassa Kementan. Semoga didukung ketersediaan awan.”

Heru Widodo UPT Hujan Buatan BPPT mengatakan, posko sudah didirikan di Bandara Halim Perdanakusuma.”Nanti tunggu perkembangan, apakah kami akan buat posko di Jatim sampai ke NTB dan NTT. Minggu ini baru di Halim Perdanakusuma sebagai posko. Sekarang kami baru berkoordinasi soal peminjaman pesawat. Begitu siap, nanti segera mulai.”

Terkait kebakaran hutan dan lahan, BPPT sudah menyiapkan antisipasi sejak Maret-April. “Besok akan dibuka posko di Kalbar. Jadi ada tiga posko kebakaran hutan. Dampak El-Nino musim kering ini cukup kuat. Sebenarnya, tahun ini pemerintah sudah lebih siap mengantisipasi.”

Sementara Menteri Perdagangan Rahmat Gobel mengatakan, konsen pada upaya menjamin ketersediaan pangan di pasaran.

“Kami akan mengantisipasi. Jika ada hal terjelek pemerintah akan impor beras. Namun kami terus berkoordinasi dari waktu ke waktu untuk update produksi pertanian,” katanya.

Kapolri Badrodin Haiti mengatakan, sudah menjadi kewajiban pemerintah pusat dan pemda menjaga pasokan pangan dan stabilisasi harga di tengah bencana kekeringan.”Tugas kami soal kelangkaan bahan pangan, penelitian dimana ada kekurangan dan  penyimpangan. Termasuk prosedur impor.”

Selama ini, katanya,  ada ulah para pelaku usaha membuat Indonesia tergantung impor yang  dibuat sedemikian rupa hingga mematikan produksi pertanian dalam negeri. “Ini akan kami tindak. Banyak produk impor harus diteliti. Apakah betul karena kelangkaan hingga harus impor atau bukan?”

Menurut dia, dengan kekeringan ini, kenaikan harga bisa dimainkan. “Kami siap antisipasi pasokan bahan pangan,” kata Djarot Kusumayakti, Dirut Perum Bulog.

Keringnya sungai irigasi untuk lahan pertanian di Pantura. Foto: Tommy Apriando

 

 

 


Kekeringan Melanda, Berikut Ini Langkah-langkah Pemerintah was first posted on August 10, 2015 at 4:29 pm.

Sengketa Lahan, Warga Ringinrejo Adukan Holcim ke Swiss

$
0
0
Lokasi sengketa lahan di Blitar yang bermasalah antara Holcim dan petani. Foto: Elsam

Lokasi sengketa lahan di Blitar yang bermasalah antara Holcim dan petani. Foto: Elsam

Warga bersama Elsam, organisasi masyarakat sipil yang selama ini mendampingi warga Ringinrejo, Wates, Blitar, Jawa Timur, pengambilalihan lahan oleh PT Holcim Indonesia ke National Contract Point (NCP) di Swiss

“Kami laporkan ke NCP di Swiss. Pengaduan sudah diterima, dan akan diadakan pertemuan antara Holcim pusat dan masyarakat Blitar,” kata Andi Muttaqien dari Elsam,  kepada Mongabay.

Pengaduan ini, katanya, memang disediakan OECD Guidelines for Mulltinational Enterprises. Ia berupa panduan wajib dari negara anggota OECD di manapun mereka beroperasi.

Kronologisnya, lahan sekitar 724,23 hektar dikelola 826 keluarga ditanami jagung, ketela dan semangka di Desa Ringinrejo, Blitar. Ia sumber penghidupan warga selama 19 tahun, kini terancam digusur. Sejak 2013, lahan itu ditetapkan Kementerian Kehutanan sebagai kawasan hutan.

Tanpa sepengetahuan warga, lahan ini dibeli Holcim dan menjadi hutan–lahan pengganti karena Holcim menggunakan hutan di Tuban untuk penambangan dan semen.

Penetapan lahan warga menjadi hutan ini, katanya, dengan cara-cara manipulatif. Holcim tak mempertimbangkan riwayat kelola warga selama 19 tahun. Bahkan tawaran ganti rugi atau kompensasi kepada pendatang, bukan warga asli Desa Ringinrejo, yang mengalami dampak langsung penunjukan kawasan hutan itu.

“Lahan kompensasi Holcim di Blitar, melanggar peraturan Menteri Kehutanan, karena syarat lahan pengganti wajib clear and clean secara de facto dan de jure,” kata Andi.

Dalam aturan Menteri Kehutanan Nomor P.18/Permenhut–II/2011 dan Nomor P.14/Menhut-II/2013 soal Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan menyebutkan, pemegang persetujuan prinsip wajib menyediakan lahan kompensasi yang tidak bermasalah di lapangan (de facto) dan hukum (de jure).

“Fakta, terdapat sekitar 826 keluarga menggarap lahan di sana.”

Demi memenuhi persyaratan clear and clean lahan, Holcim negosiasi atau musyawarah dengan penggarap yang bukan dari Desa Ringinrejo– wilayah terdekat dengan lahan. “Perusahaan musyawarah dengan warga yang tidak mewakili. Kesepakatan bersama dibuat tidak transparan.”

Tak ikut campur

Sementara itu, Kepala Bagian Pemerintahan Blitar Hendro Winarso mengatakan, sengketa lahan antara Holcim dan petani Desa Ringinrejo, sudah berlangsung lama. Kedua pihak memperebutkan lahan 724,23 hektar garapan petani. “Lahan yang diperebutkan itu memang milik Holcim,” katanya, April 2015 seperti dikutip dari Tempo.co.

Meski Hendro tak mengetahui pasti dokumen kepemilikan Holcim, dia memastikan lahan itu bukan milik petani ataupun negara. Sengketa itu, berawal saat petani didampingi sejumlah lembaga swadaya masyarakat mengajukan gugatan ke pengadilan negeri atas kepemilikan lahan Holcim.

Warga yang bercocok tanam sejak dulu menganggap tanah milik negara dan bisa dimiliki petani melalui program redistribusi tanah. Karena tak cukup bukti, pengadilan menolak gugatan dan tetap memberikan hak penguasaan kepada Holcim. Putusan sama diambil hakim PN Jawa Timur yang menguatkan putusan pengadilan tingkat pertama. Karena tidak puas, warga mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.

“Sengketa ini hanya melibatkan warga dan Holcim selaku pemilik lahan. Pemerintah tak bisa ikut campur dan hanya menjadi mediasi sebelum terbit keputusan hukum tetap. Pemerintah tidak berusaha mengambil langkah apa pun saat konflik meruncing.”

Warga Desa Ringinrejo yang hadir di persidangan, berkumpul usai putusan. Foto: Indra Nugraha

 

 


Sengketa Lahan, Warga Ringinrejo Adukan Holcim ke Swiss was first posted on August 11, 2015 at 9:14 pm.

Inilah Rekomendasi Muhammadiyah Soal Bencana dan Perubahan Iklim

$
0
0

Banjir menggenangi Kota Manado, dan beberapa kabupaten di Sulawesi Utara awal 2014. Bencana banjir, longsor dan lain-lain makin parah makin tahun, mengindikasikan alam dan lingkungan makin kritis. Foto: Rommy Carter Toloh

Hasil muktamar PP Muhammadiyah, Jumat (7/8/15), melahirkan 13 rekomendasi, antara lain soal bencana alam dan perubahan iklim. Rekomendasi ini lahir dari keprihatinan terhadap bencana dengan intensitas makin tinggi.

“Sebenarnya, keprihatinan Muhammadiyah terhadap kerusakan lingkungan dan bencana sudah lama. Secara kelembagaan dan ekplisit baru pada Muktamar Muhammadiyah ke-45 di Malang,” kata Gatot Supangkat, Sekretaris Majelis Lingkungan Hidup PP Muhammadiyah saat dihubungi Mongabay, akhir pekan lalu.

Permasalahan lingkungan dan bencana alam ditegaskan pada muktamar ke-46 di Yogyakarta. Setelah itu, muktamar ke-47 di Makassar, ditegaskan menjadi rekomendasi.

Ada 13 rekomendasi hasil muktamar. Point bencana dan perubahan iklim pada poin tujuh dan 11. Poin ketujuh soal tanggap dan tangguh menghadapi bencana berisi soal menerbitkan buku Teologi Bencana dan memiliki Lembaga Penanggulangan Bencana (LPB), Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) serta relawan kemanusiaan piawai.

Poin ke-11, soal adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Antara lain, tertulis, Muhammadiyah mendorong aksi nyata bersama-sama dan berkelanjutan mengurangi dampak pemanasan global. Caranya,  melalui usaha-usaha penghijauan hutan, mengubah gaya hidup boros energi, membersihkan polusi, membangun infrastruktur fisik ramah lingkungan, mengurangi penggunaan kertas dengan penghematan, daur ulang.

Kemudian meminimalkan penggunaan kertas melalui budaya paperless dengan pemanfaaatan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi seperti penggunan email dan media sosial untuk komunikasi antar manusia. Juga, pengembangan e-book, e-news papers, e-magazine dan website untuk referensi ilmiah dan pengetahuan mutakhir.

“Ada dua macam bencana, yaitu bencana alam dan buatan manusia. Keduanya harus dikelola sedemikian rupa agar dampak diminimalisir.”

Gatot mengatakan, Muhammadiyah akan melakukan langkah-langkah pengelolaan strategis pada akar masalah. “Akar masalah cara pikir manusia yang terwujud dalam perilaku.Strategi utama melalui pendidikan baik formal maupun non-formal.”

Dengan pendidikan, diperoleh pemahaman terhadap reduksi, adaptasi dan mitigasi bencana maupun perubahan iklim. Selain itu, Muhammadiyah juga akan me-review produk-produk konstitusi yang tidak berpihak rakyat dan kelestarian lingkungan. Hal ini dikenal dengan istilah Jihad Konstitusi. “Muhammadiyah juga aksi-aksi praktis menunjang strategi utama membentuk penyadaran tidak langsung,” katanya.

Lembaga ini juga bekerjasama dengan berbagai pihak baik swasta, pemerintah maupun LSM. Menurut dia, masalah lingkungan itu universal. “Jadi kerjasama harus dengan siapa saja, lintas agama, lintas etnis, lintas negara dan lain-lain.”

Wakil Ketua Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) Rahmawati Husein mengatakan, akan mengembangkan pemulihan bencana dikaitkan dengan mitigasi. “Jadi pengembangan sustainable livelihood program untuk pengurangan risiko dan kerentanan masyarakat terdampak maupun masyarakat rentan lain.”

Dalam penanganan bencana, katanya, perlu penguatan kapasitas masyarakat di daerah. Prosedur penanganan, seharusnya bisa diketahui masyarakat hingga penanganan lebih efektif.

Rahmawati juga menyoroti BNPB. Lembaga ini, baru ada di 177 kabupaten dari 500 lebih kabupaten seluruh Indonesia. “Itu masih kurang. Masih banyak kabupaten yang rentan bencana tapi tak ada BNPB.”

Kebakaran hutan dan lahan pun menjadi agenda tahunan di negeri ini. Foto: Sapariah Saturi

13 rekomendasi Muhammadiyah

1. Membangun Masyarakat Ilmu

Muhammadiyah mengajak perguruan tinggi, khususnya perguruan tinggi Muhammadiyah, untuk menjadi Center of Excellence (pusat inovasi unggulan) berbasis sustainability dan center of technopreneurshop dalam bentuk universitas riset.

2. Toleransi dan Kerukunan Antar Umat Beragama

Muhammadiyah mengajak umat Islam, khususnya warga Persyarikatan, untuk bersikap kritis dengan berusaha membendung perkembangan kelompok takfiri melalui pendekatan dialog, dakwah yang terbuka, mencerahkan, mencerdaskan, serta interkasi sosial yang santun.

3. Peningkatan Daya Saing Umat Islam

Muhammadiyah menganjurkan agar umat Islam Indonesia berperan lebih aktif di tingkat internasional dan berkompetisi dengan umat Islam lain.

4. Penyatuan Kalender Islam

Muhammadiyah memandang perlu untuk adanya upaya penyatuan kalender hijriyah yang berlaku secara internasional, sehingga dapat memberikan kepastian dan dapat dijadikan sebagai kalender transaksi. Penyatuan kalender Islam tersebut meniscayakan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi.

5. Melayani dan Memberdayakan Kelompok Difabel dan Kelompok Rentan Lainnya

Muhammadiyah diperlukan komitmen dan kepedulian masyarakat dan Pemerintah untuk memperhatikan, memihak, melayani, dan melindungi kaum difabel sehingga mereka mendapatkan hak azasinya sebagai insan Tuhan. Jaminan konstitusional dan pemenuhannya secara bersunguh-sungguh sangat bermakna bagi kaum difabel terutama dalam bidang pendidikan, kesehatan, politik, ekonomi, hukum, dan sosial.

6. Pengendalian Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif

Muhammadiyah menyerukan kepada pemerintah dan segenap elemen masyarakat untuk melakukan tindakan tegas dan menyatakan perang terhadap narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya. Aspek lainnya adalah upaya pendidikan dan rehabilitasi yang diupayakan oleh negara dan pemangku kepentingan terkait.

Muhammadaiyah akan menggalang kerjasama dan sinergi dengan seluruh potensi masyarakat sipil, organisasi kepemudaan, keagamaan maupun organisasi profesi untuk memberi perhatian dan berperan aktif dalam menanggulangi darurat zat adiktif (rokok, alkohol dan narkotika) di negara ini.

7. Tanggap dan Tangguh Menghadapi Bencana

Muhammadiyah telah menerbitkan buku Teologi Bencana serta memiliki Lembaga Penanggulangan Bencana (LPB), Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) dan relawan kemanusiaan yang piawai.

8. Memaksimalkan Bonus Demografi

Dalam dua dasa warsa ke depan Indonesia mendapatkan anugerah kependudukan atau bonus demografi dimana mayoritas penduduk terdiri atas kelompok usia produktif. Untuk memaksimalkan hal tersebut, Muhammadiyah mendorong Pemerintah dan seluruh kekuatan bangsa lebih bersungguh-sungguh meningkatkan kualitas dan akhlak bangsa, terutama generasi muda, melalui pendidikan, pelatihan, memberantas penyalahgunaan narkoba, menindak tegas pelaku kriminal, membangun sarana sosial, dan lingkungan yang sehat.

9. Gerakan Berjamaah Lawan Korupsi

Muhammadiyah mendorong gerakan melawan korupsi terus diduplikasi secara massif dengan melibatkan semua elemen masyarakat sipil. Di tingkat internal Muhammadiyah bisa mendorong seluruh amal usaha Muhammadiyah untuk menerapkan good corporate governance dan melahirkan fatwa tarjih baru tentang haram memilih pemimpin yang korupsi.

10. Jihad Konstitusi

Muhammadiyah menjadikan Jihad Konstitusi sebagai bagian tidak terpisahkan dari dakwah pencerahan menuju Indonesia berkemajuan untuk penyelamatan Indonesia dan masa depan generasi bangsa.

11. Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim

Muhammadiyah mendorong aksi nyata secara bersama-sama dan berkelanjutan untuk mengurangi dampak pemanasan global melalui usaha-usaha penghijauan hutan, mengubah gaya hidup yang boros energi, membersihkan polusi, membangun infrastruktur fisik yang ramah lingkungan, mengurangi penggunaan kertas dengan penghematan, daur ulang, dan meminimalkan penggunaan kertas melalui budaya paperless dengan pemanfaaatan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi seperti penggunan email dan media sosial untuk komunikasi antar manusia, pengembangan e-book, e-news papers, e-magazine dan website untuk referensi ilmiah dan pengetahuan mutakhir.

12. Pemanfaatan Teknologi Komunikasi

Muhammadiyah mendorong umat Islam menguasai teknologi informasi. Kemampuan menguasai teknologi akan bermanfaat untuk sarana dakwah dan penyebarluasan faham dan gagasan yang utama. Jejaring antar manusia dapat dikembangkan menjadi jejaring ideologi, advokasi dan kerja sama yang membuana. Perlu dikembangkan etika virtual yang menjujung tinggi kesopanan, penghargaan terhadap sesama, dan akhlak mulia sehingga relasi media sosial tidak liar dan tetap berada dalam koridor nilai-nilai kemanusiaan yang luhur.

13. Human Trafficking dan Perlindungan Buruh Migran

Muhammadiyah memandang perlu dilakukan advokasi secara serius terhadap para pekerja Indonesia di luar negeri dan memberikan wacana yang benar mengenai kesamaan derajat manusia. Muhammadiyah mengecam praktik perbudakan apapun bentuknya seperti yang terjadi pada korban human trafficking dan eksploitasi terhadap tenaga kerja serta menuntut pemerintah menindak tegas pelaku perdagangan dan eksplotasi manusia.


Inilah Rekomendasi Muhammadiyah Soal Bencana dan Perubahan Iklim was first posted on August 11, 2015 at 10:53 pm.
Viewing all 3801 articles
Browse latest View live